Cari Blog Ini

Rabu, 04 Januari 2017

SPIRITUALISME HALAL BI HALAL

        SPIRITUALISME HALAL BI HALAL
         Oleh : Mursana, M.Ag
                    (Ketua Pokjaluh Kandepag Kab.Cirebon,alumni Pon-Pes Darussalam Ciamis)

Konon tradisi halal bi halal yang dilakukan umat Islam Indonesia sudah berjalan sejak jaman dulu kala, namun tidak diketahui sejarahnya dari mana asal usul-usul kata ini populer ? Siapa yang paling pertama kali mempopulerkan istilah ini ? dan di mana istilah ini peretama kali diproklamirkan ? yang jelas, apabila selesai melaksanakan ibadah puasa Ramadhan disempurnakan dengan zakat fitrah dan ditutup tanggal1 Syawal dengan sholat‘Idul Fitri dilanjutkan dengan acara halal bi halal. Acara ini dilaksanakan oleh sebagian besar umat Islam di Indonesia. Mulai dari kalangan pejabat, birokrat tingkat atas sampai tingkat bawah, masyarakat umum. Biasaya acara ini berlangsung sampai dengan akhir bulan Syawal. Modelnya bermacam-macam; ada yang mengundang muballigh, ada yang mengundang artis, bahkan ada yang cuma kumpul-kumpul biasa sambil ngobrol ngalor ngidul dan makan bersama antar keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar, lalu ditutup dengan salam-salaman; saling maaf memaafkan antar peserta halal bi halal. Yang pasti dalam acara tersebut terlihat suasana kekeluargaan, persaudaraan dan keakraban. Seolah-olah antar peserta tidak punya beban masalah apapun.
Menurut Quraish Shihab (1992:317), Halal bi halal adalah kata majemuk yang terdiri atas pengulangan kata halal, diapit oleh satu huruf (kata penghubung) ba’ yang dibaca bi. Kalau kata majemuk tersebut diartikan seperti yang ditemukan dalam kamus besar bahasa Indonesia, yakni “acara ma’af memaafkan pada hari lebaran,” maka dalam halal bi halal terdapat unsur silaturrahim.
Halal bi halal sesungguhnya adalah hasil kreasi umat Islam Indonesia sendiri dan telah menjadi perbendaharaan kata keagamaan serta telah melembaga di kalangan umat Islam Indonesia, walaupun istilah itu tidak ada yang tahu, sejak kapan, dari mana asal usulnya, dan apa latar belakang istilah tersebut.
Nilai Spiritual Halal bi Halal
Manusia adalah makhluk yang sering salah dan lupa, seperti dikatakan dalam pepatah Arab, “Al-Insaanu Mahalul Khatha’ wan Nisyaan”. Karena manusia tempatnya salah dan lupa, maka kadang-kadang ia menyakiti perasaan orang lain. Orang yang disakiti boleh jadi ia akan marah, dan bila marah telah menyelinap dalam hati seseorang, maka dengan demikian orang yang telah menyebabkan orang lain itu menjadi marah, laksana telah memutuskan hubungan persaudaraan dan hubungan kasih sayang sesama manusia atau dengan perkataan lain telah memutuskan silaturrahim yang tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Sebagaimana Rasulullah SAW. pernah mengancam orang-orang yang memutuskan silaturrahim, “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan kekeluargaan (memutuskan silaturrahim)”. (HR. Bukhori dan Muslim).
Jika dikaji secara mendalam, tradisi halal bi halal akan menumbuhkembangkan nilai spiritual setiap individu. Adapun spiritualisme tersebut antara lain sebagai berikut :
Pertama : Halal bi halal merupakan wadah silaturrahim. Menurut Quraish Shihab, silaturrahim adalah kata majemuk yang diambil dari kata bahasa Arab; Shilat dan rahim. Kata shilat berakar dari kata washl yang berarti “menyambung” dan “menghimpun”. Ini berarti hanya yang terputus dan yang terserak yang dituju oleh shilat itu. Sedangkan kata Rahim pada mulanya berarti “kasih sayang”, kemudian berkembang sehingga berarti pula “peranakan” (kandungan), karena anak yang dikandung selalu mendapatkan curahan kasih sayang. Jadi silaturrahim adalah suatu aktifitas untuk saling menghubungkan atau menyambungkan tali persaudaraan/ kekeluargaan, sehingga menimbulkan kasih sayang seperti menyayangi anak kandung.
Banyak sekali hadits Rasulullah SAW. yang menganjurkan umat Islam agar gemar bersilaturrahim seperti tertulis dalam Kitab Subulus Salam:IV:160-162), diantaranya adalah Rasulullah SAW. bersabda : “Barang siapa yang menginginkan dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka bersilaturrahimlah”.(HR.Bukhori). Hadits ini mengisyaratkan bahwa : a). Sesulit apapun rizki kita, asal mau bersilaturrahim, Allah pasti akan membukaan jalan keluarnya. Allah Swt. akan memberi rizki orang tersebut dengan tidak disangka-sangka. Rizki itu bisa melalui orang yang disilaturrahimi atau mungkin dari tetangga masyarakat sekitar dan dari tetangga jauh. Yang namanya rizki bukan hanya uang, bisa juga berbentuk materi yang lain seperti pakaian, kendaraan, perhiasan atau mungkin makanan. Atau bisa juga rizki itu berbentuk kesehatan jiwa dan raga. Semua anugrah Tuhan untuk manusia itu disebut rizki. b). Orang yang bersilaturrahim akan dipanjangkan umurnya. Maksudnya orang yang sedang dililit masalah kehidupan, setelah bersilaturrahim lalu ada yang memberi spirit/nasehat, sehingga dia kembali semangat dalam hidup, seolah-olah dia hidup kembali. Di dalam hadits lain Rasulullah Saw. mengancam orang yang sengaja memutuskan silaturrahim, seperti dalam sabdanya, “Sesungguhnya rahmat Allah Saw. tidak akan diturunkan kepada suatu kaum yang di dalamnya ada yang memutuskan silaturrahim” ini berarti rahmat Allah Swt. sangat bergantung pada silaturrahim.
Kedua : Halal bi halal sebagai wadah untuk saling memaafkan antar sesama. Saling memaafkan antar sesama merupakan sikap yang dianjurkan oleh Allah SWT. sebab dengan sikap tersebut, sikap dendam dan rasa marah dapat dihilangkan. Sifat dendam dan marah itulah sesungguhnya yang sering menyebabkan terjadinya berbagai tindak kekerasan dan kekejaman. Oleh karena itu dengan mengedepankan sikap saling memaafkan (meminta dan memberi maaf), perbuatan tidak terpuji itu bisa dihindari. Memang diakui bahwa tidak semua dendam dan marah itu timbul akibat seseorang enggan meminta dan memberi maaf, tetapi yang jelas sikap enggan meminta dan memberi maaf dapat menimbulkan dendam dan marah seseorang. Selain itu, sikap saling memaafkan merupakan ciri orang yang taqwa. Oleh karenanya, orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain, nilai kepribadian dan ketaqwaannya sangat luhur. Itulah sebabnya sifat seperti itu senantiasa dimiliki oleh para Nabi dan Rasul Saw. Sikap pemaaf Rasulullah Saw. Juga diteladani oleh para sahabatnya dan orang-orang sholeh. Dalam hal sikap saling memaafkan, Allah Swt. berfirman : “…. dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Q.S. Ali ‘Imran:134).
Semoga halal bi halal yang dilakukan oleh umat Islam Indonesia semakin bertambah tahun semakin baik kwalitasnya. Nilai spiritual halal bi halal bukan hanya tumbuh ketika ’idul fitri tetapi juga tumbuh pada bulan-bulan lain, sehingga negeri ini menjadi negeri yang marhamah, suatu negeri yang tumbuh subur akan nilai-nilai kasih sayang dan saling memaafkan. Amiin


Para Pejabat Kandepag Kab.Cirebon setiap  tahun bersilaturrahim/halal bi halal  dengan keluarga sesepuh Kab.Cirebon di Komplek Pemakaman Sunan Gunung Jati


Mursana,M.Ag. (Ketua Pokjaluh Kandepag Kab.Cirebon) sedang melakukan Halal bi halal/Silaturrahim Ilmiyah lewat udara di RRI Cirebon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar