Khutbah Jelang
Tahun Baru
Merenungi Hakikat Umur
Oleh : Mursana, M.Ag
الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي
السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ
الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا
يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. .
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ
إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ. اَمَّا
بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ
اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ
الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ
وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Ada pemandangan yang hampir
selalu kita temui tiap momen pergantian tahun, yakni banyak orang-orang larut
dalam suka cita hingga kadang merasa perlu untuk merayakannya dengan
kegiatan-kegiatan khusus. Tahun baru seolah menjadi saat-saat yang paling
dinanti. Di detik-detik pergantiannya pun nyaris tiap orang rela berjaga, lalu
meluapkan rasa bahagia dengan aneka petasan, kembang api, atau sejenisnya,
ketika saat-saat yang ditunggu itu tiba.
Bahagia terhadap
momen-momen tertentu merupakan sesuatu yang sangat manusiawi. Begitu pula dalam
momen pergantian tahun ini. Yang menjadi pertanyaan, sudah pada tempatnyakah
kebahagiaan itu diekspresikan?
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah
Waktu adalah sebuah
anugerah. Manusia menerima kesempatan di dunia untuk mencapai tujuan-tujuan
akhirat. Sebagaimana Islam ajarkan bahwa kehidupan dunia adalah ladang yang
mesti digarap serius untuk masa panen di akhirat kelak. Karena itu sifat waktu
dunia adalah sementara, sedangkan sifat waktu di akhirat adalah kekal abadi.
Islam mengutamakan
kehidupan akhirat di atas kehidupan dunia. Dua kehidupan tersebut dikontraskan
sebagai dua jenis waktu yang sejati dan tidak sejati. Al-Qur’an melukiskan
kehidupan dunia dengan istilah “tempat permainan” belaka.
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ
وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS al-Ankabut: 64)
Kalimat “kehidupan dunia
ini merupakan senda gurau dan main-main” bukan berarti kita dianjurkan untuk
berbuat seenaknya di dunia ini layaknya sebuah permainan. Redaksi tersebut
dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa kehidupan dunia ini tidak sejati, tidak
kekal, dan penuh dengan tipuan. Karena itu, maknanya justru seseorang harus
lebih banyak mencurahkan perhatian kepada kehidupan akhirat.
Lantas apa yang harus
dilakukan agar kesempatan hidup di dunia berkualitas? Al-Qur’an telah
memberikan garis bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi
secara total kepada Allah.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56)
Allah tidak menciptakan jin
dan manusia untuk suatu manfaat yang kembali kepada Allah. Mereka diciptakan
untuk beribadah kepada-Nya. Dan ibadah itu sangat bermanfaat untuk diri mereka
sendiri. Pengertian ibadah itu pun sangat luas, tak sekadar ritual kepada Allah
(seperti shalat, puasa, haji, atau sejenisnya) melainkan meliputi pula
kebaikan-kebaikan yang membawa kemaslahatan bagi orang lain.
Memanfaatkan umur di dunia
ini menjadi sangat penting karena waktu terus berjalan, dan tak akan bisa
terulang kembali. Manusia dituntut untuk memaksimalkan waktu atau kesempatan
yang diberikan untuk perbuatan-perbuatan bermutu, sehingga tak menyesal di
kehidupan kelak. Orang-orang yang menyesal di akhirat digambarkan oleh
Al-Qur’an merengek-rengek minta kembali agar bisa memperbaiki perilakunya.
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ
، لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ
قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.” (QS Al-Mu’minun: 99-100)
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Imam
Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak
bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri
suatu kerugian yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan—dengan mengutip
hadits—dalam kitab Ayyuhal
Walad:
عَلاَمَةُ اِعْرَاضِ اللهِ
تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ اَنﱠ امْرَأً
ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، في غَيرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَةِ،
لَجَدِيرٌ اَنْ تَطُولَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ
"Pertanda bahwa Allah ta'ala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan.”
Dari penjelasan ini, kita
patut memikirkan ulang tentang hakikat perayaan tahun baru. Momen tahunan ini
seyogianya disikapi secara wajar dan tepat. Kebahagiaan terhadap tahun baru
semestinya diarahkan kepada rasa syukur terhadap masih tersisanya usia, bukan
uforia kebanggaan atas tahun baru itu sendiri. Sisa usia itu merupakan
kesempatan untuk menambal kekurangan, memperbaiki yang belum sempurna, dari
perilaku hidup kita di dunia. Tahun baru lebih tepat menjadi momen muhasabah (introspeksi) dan ishlah (perbaikan).
Sebuah kata-kata Syekh
Ahmad ibn Atha'illah as-Sakandari dalam al-Hikam ini patut menjadi renungan:
رُبَّ عُمُرٍ اتَّسَعَتْ آمادُهُ وَقَلَّتْ أمْدادُهُ، وَرُبَّ
عُمُرٍ قَليلَةٌ آمادُهُ كَثيرَةٌ أمْدادُهُ.
"Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah."
Semoga kita menjadi pribadi
yang orang-orang yang mampu menunaikan sisa usia kita dengan sebijak-bijaknya,
dan terhindar dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia. Amiin. Wallahu a’lam bisshawâb.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ
كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْم
Pesan Khutbah ke 2
عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي
الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ
فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ .
وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ
تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ
مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ .[رواه البخاري]
disampaikan dalam khutbah jumat akhir tahun 2016 di Masjid UNSWAGATI Kampus I Jln. Pemuda Cirebon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar