METODOLOGI PENYULUHAN AGAMA ISLAM
KEPADA WARGA BINAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN
KHUSUS
NARKOTIKA GINTUNG CIWARINGIN CIREBON
Oleh
: Mursana, M.Ag.
(Penyuluh Agama Islam Kec. Plumbon)
A.
PENDAHULUAN
Hakekat Pembangunan Naional adalah
Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya dan Pembangunan Seluruh Masyarakat Indonesia [1].
Dalam pola manusia seutuhnya
berarti pelaksanaan pembangunan fisik hendaknya tidak terlepas dari jalur yang
mengarah kepada ketinggian martabat manusia.
Manusia
seutuhnya berarti pula manusia yang mencerminkan keselarasan hubungannya dengan
Allah SWT. dan alam lingkungannya. Manusia seutuhnya adalah manusia yang
bermutu tinggi baik lahiriyah maupun bathiniyah. Berkenaan dengan itu maka
salah satu asas pembangunan nasional adalah asas keimanan dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk
mewujudkan manusia yang bermutu tinggi tersebut diperlukan berbagai upaya,
antara lain melalui Penyuluhan Agama Islam dan Dakwah Islamiyah. Namun seiring
dengan berputarnya zaman dan kemajuan di berbagai bidang nampak kemaksiatan
yang dilakukan oleh manusia semakin meningkat. Bahkan terkadang pelaku
perbuatan maksiat itu melakukannya seperti tanpa ada rasa malu dan berdosa.
Mereka seakan tidak peduli lagi dengan apa itu etika, moral, dan norma agama.
Mereka hanya memperturutkan hawa nafsu. Maka, maraklah perbuatan maksiat di
mana-mana. Dari mulai perzinaan, perampokan, penjualan dan penggunaan
obat-obatan terlarang (Narkoba) dan sejumlah kemaksiatan lainnya.
Fenomena
merebaknya kemaksiatan itu, tentu saja tidak bisa dibiarkan. Perlu adanya upaya
untuk membendungnya. Islam sebagai agama dakwah, ta’muruna bil ma’ruf wa
tanhauna ‘anil munkar[2], (menyeru kepada perbuatan yang baik dan
mencegah dari perbuatan munkar; maksiat) mempunyai peran penting dalam rangka
menerapkan dakwah ke masyarakat.
Persoalannya
adalah kerap kali penyuluhan Agama Islam atau Dakwah Islamiyah tidak memperoleh
hasil yang maksimal. Dakwah atau Penyuluhan Agama Islam selalu diserukan oleh
setiap muslim atau Penyuluh Agama Islam, tetapi kemaksiatan dan kemunkaran
tetap tumbuh subur. Mengapa itu terjadi? Adakah yang salah dalam metode
Dakwah/Penyuluhan Agama Islam? Oleh karena itu tugas para Da’i dan Penyuluh
Agama Islam akan semakin berat, sehingga memerlukan cara atau metodologi
dakwah/penyuluhan yang tepat agar memperoleh hasil yang diharapkan oleh Sang
Penyuluh Agama Islam.
Berkenaan
dengan hal tersebut penulis mencoba menguraikan Metodologi Penyuluhan Agama
Islam kepada warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotik (disingkat
LAPASSUSTIK) berdasarkan pengalaman langsung di lapangan.
Adapun
maksud dan tujuan penyuluhan Agama Islam di LAPASSUSTIK ini adalah memberikan
pemantapan-pemantapan kepada seluruh warga binaan pemasyarakatan, serta
sekaligus sebagai pendorong terciptanya keimanan dan ketaqwaan yang lebih
meningkat sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Di samping itu juga bertujuan
untuk meningkatkan ketahanan sosial warga binaan pemasyarakatan terhadap
pengaruh buruk lingkungan dan mampu berinteraksi sosial secara baik dan wajar[3].
Sedangkan
tujuan penulisan metodologi Penyuluhan Agama Islam kepada warga binaan
LAPASSUSTIK ini adalah untuk memberikan informasi, petunjuk dan cara-cara
pendekatan secara persuasif (bil hikmah) kepada para ikhwan dan akhwat para
Juru Dakwah dan Penyuluh Agama Islam mengenai metode dakwah di hadapan para
mantan orang yang terlibat langsung dengan penyalahgunaan Narkoba.
B. PANDANGAN ISLAM
TERHADAP KHAMR DAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
a.
Definisi
Khamr dan Penyalahgunaan Narkotika
Khamr
ialah segala sesuatu yang bisa menutup akal fikiran dari minuman[4]. Ini menurut pendapat jumhur ‘ulama.
Khamr
ialah : cairan yang dihasilkan dari peragian biji-bijian atau buah-buahan dan
mengubah saripatinya menjadi alkohol dengan menggunakan enzim yang mempunyai
kemampuan untuk memisahkan unsur-unsur tertentu yang berubah melalui proses
peragian. Minuman ini disebut khamr, karena dia mengeruhkan dan menyelubungi
akal sehingga menjadi rusak. Begitulah menurut Sayid Sabiq[5]. Sedangkan Az-Zuhaily, Khamr ialah :
setiap minuman yang memabukkan dan bisa menutup akal fikiran[6]. Dari sekian banyak definisi tersebut
dapat penulis simpulkan bahwa khamr adalah segala sesuatu yang bisa memabukkan
yang berakibat akal tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Sedangkan
Narkotika merupakan obat yang diperlukan dalam bidang pengobatan dan ilmu
pengetahuan. Sebaiknya narkotika dapat pula menimbulkan ketergantungan yang
sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pembatasan dan pengawasan yang
seksama (penyalahgunaan narkotika)[7]
b. Hukum Islam tentang
Khamr dan Penyalahgunaan Narkotika
Di dalam
al-Qur’an surat al-Maidah : 90-91 Allah SWT. telah menjelaskan larangan minum
khamr bagi orang yang beriman. Pengharaman minuman khamr ini sudah final dan
umat Islam pun berhenti mempersoalkannya. Pengharaman khamr tersebut terjadi
setelah perang Ahzab.
Adapun Maqoshidus
Syari’at pengharaman khamr adalah dimaksudkan agar terbentuknya
pribadi-pribadi muslim yang kuat fisik, jiwa dan akal fikirannya. Tidak
diragukan lagi bahwa khamr melemahkan kepribadian dan menghilangkan potensi-potensinya
terutama sekali akal. Apabila akal seseorang telah hilang, maka dia berubah
menjadi binatang yang jahat dan timbul pula dirinya kejahatan serta kerusakan
yang tak terhingga. Pembunuhan, permusuhan, membuka rahasia, dan penghianatan
terhadap tanah air adalah beberapa bentuk pengaruh khamr.
Kejahatan-kejahatan
ini tidak saja menyangkut diri si peminum khamr, tetapi lebih dari itu juga
mempengaruhi teman-teman, tetangga dan orang-orang yang sudah mempunyai
kecenderungan ke arah itu. Maka dari itu pantas kalau Rasulullah SAW. pernah
mengatakan :
“Khamr adalah induk
segala kejahatan”الخمر ام الخبانث
الخمرام الفواحش واكبرالكبانرومن شرب الخمرترك
الصلاة ووقع على امه وخالته وعمته
“Khamr
adalah induk segala keburukan dan salah satu dosa besar. Barangsiapa yang minum
khamr biasanya dia meninggalkan sholat dan bisa jadi menyetubuhi Ibu dan
Bibinya sendiri. (Riwayat Abdullah bin Amr).
Dalam
musyawarah Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bulan Pebruari 1976
memfatwakan tentang penyalahgunaan Narkotika sebagai berikut[8] :
“Menyatakan
haram hukumnya menyalahgunakan Narkotika dan semacamnya, yang membawa
kemudharatan yang mengakibatkan rusak mental dan fisik seseorang, serta
terancamnya keselamatan masyarakat dan ketahanan nasional.
Syaid
Sabiq[9] mengutip pendapat Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam kitab As-Siyasah As-Syariyah yakni : “Sesungguhnya ganja/narkotik/ الخمر itu haram
hukumnya. Bagi peminumnya dikenakan hukuman seperti yang dikenakan terhadap
peminum khamr. Hasyisy lebih jahat dari khamr ditinjau dari segi merusakkan
badan dan mengacaukan akal. Ia membuat seseorang jadi lemah gagal dan lemah
keinginan dan keburukan-keburukan lainnya. Ia juga menghalangi orang dari
mengingat Allah SWT dan lupa sholat. Hasyisy ini termasuk ke dalam pengharaman
khamr dan mabuk, baik secara lafdzi maupun maknawi.
c. Hukuman Bagi Para
Narapidana Khamr
Dalam fiqh
Islam ada satu ketentuan hukum Islam yang disebut hudud. Kata fiqih
hudud adalah bentuk jamak dari kata hadd yang berarti cegahan
secara bahasa. Sedangkan menurut istilah hudud itu adalah : Pemberian hukuman
dalam rangka hak Allah[10]. Ditetapkannya hukuman tersebut demi
menjaga kemaslahatan masyarakat dan demi terpeliharanya ketentraman/ketertiban
umum. Ini merupakan bagian dari maqoshidus – syari’ah.
Ulama-ulama
fiqih telah sepakat bahwa menghukum peminum khamr adalah wajib dan hukuman itu
berbentuk deraan. Akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai jumlah
deraan tersebut.
Para
pengikut Madzhab Hanafi dan Imam Maliki mengatakan 80x deraan, sedangkan Imam
Syafi’i mengatakan 40x deraan. Sementara menurut Imam Ahmad ada dua riwayat.
Yaitu ada yang mengatakan 80x adapula yang 40x deraan.[11]
Imam Ali
ra. pernah mengatakan :
جلدرسول الله صلم
اربعين وابوبكراربعين وعمرثمانين وكل سنة وهدا احب الي ( رواه مسلم )
“Rasulullah SAW. telah menghukum dengan
40x pukulan, Abu Bakar juga 40x pukulan dan ‘Umar menghukum dengan 80x pukulan.
Hukuman ini (40x) adalah hukuman yang lebih aku sukai.” (Riwayat Muslim)
1. Pengakuan si pelaku,
bahwa dia benar meminum khamr
2. Kesaksian dua orang
saksi yang adil.
Apabila
manusia melakukan perbuatan yang melanggar hukum/peraturan-peraturan yang
berlaku, maka dalam syariat Islam ada dua hal yang harus dilakukan oleh yang
bersangkutan yaitu :
1.
Menerima dan melaksanakan sanksi atau hukuman
berdasarkan keputusan hakim atas pelanggaran yang telah dilakukan. Hal ini di
Indonesia dikenal dengan Narapidana, dengan tujuan sebagaimana di atas,
yaitu disatu pihak untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dan di lain pihak
untuk mendidik Narapidana yang bersangkutan agar dapat kembali menjadi warga
masyarakat yang baik.
2.
Memohon ampun dan bertaubat kepada Allah atas
pelanggaran atau kesalahan yang telah dilakukan, dengan tujuan kedudukannya
sebagai makhluk yang baik dan mulia di sisi Allah dapat terangkat kembali,
sehingga akan memperoleh rahmat, taufik dan hidayah serta inayah dari Allah SWT
dalam kehidupan dunia dan akan memperoleh tempat yang sebaik-baiknya di
kehidupan akherat.
C. METODOLOGI
PENYULUHAN AGAMA ISLAM KEPADA WARGA BINAAN LAPASSUSTIK
1.
Pengertian
Metodologi
berasal dari dua kata, yaitu Methode dan Logos. Methode berasal dari bahasa
latin Methodus artinya cara atau cara kerja, lalu di-Indoensiakan sering
dibaca methoda.
Logi juga
dari bahasa latin, Logos artinya ilmu, lalu menjadi kata majemuk
“Methodologi” artinya ilmu cara kerja. Jadi Methodologi Penyuluhan Agama Islam/
Dakwah dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara berdakwah atau cara
memberikan penyuluhan[13].
Toto
Tasmara sering menggunakan kata Approach Dakwah daripada kata
Methodologi yang artinya adalah cara-cara yang dilakukan oleh seorang penyuluh
/ da’i yntuk mencapai suatu tujuan[14].
Dari
uraian di atas kiranya dapat dipahami bahwa Metodologi Penyuluhan Agama
Islam/Dakwah adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara atau
teknis pendekatan penyuluhan agama yang dilakukan oleh seorang Penyuluh/Da’i
kepada warga binaan LAPASSUSTIK agar mencapai tujuan sesuai dengan yang
diharapkan oleh sang Penyuluh Agama.
2.
Tujuan
Tujuan Methodologi Penyuluhan Agama
Islam adalah untuk memberi kemudahan serta keserasian bagi pengemban Risalah
Dakwah sendiri di dalam menyampaikan materi penyuluhan/dakwah, serta memberikan
kemudahan serta keserasianb terhadap fihak penerimanya. Pengalaman sering membuktikan bahwa walaupun
materi penyuluhan itu bai, sering terjadi resoinsinya kurang memuaskan, lantaran methoda
penyajiannya kurang sesuai atau kurang serasi. Sebaliknya pengalaman sering
membuktikan pula, walaupun materinya kurang baik tetapi karena penyajiannya
baik, maka responsinya juga baik, walau kadang-kadang akibatnya negatif. Oleh
karena itu dapat dipahami mengapa Methodologi Penyuluhan Agama itu diperlukan
untuk meningkatkan keberhasilan Penyuluhan Agama Islam, apalagi di abad modern
ini.
Bicara tentang Methodologi Penyuluhan Agama Islam ibarat dalam dunia
masakan ada suatu ilmu bagaimana cara mengolah masakan supaya menarik
dipandang, sedap disantap, sesuai dengan selera si penerima hidangan tersebut.
3.
Materi
Pada
dasarnya materi penyuluhan di lingkungan Warga Binaan LAPASSUSTIK Gintung
Ciwaringin secara garis besar tidak berbeda jauh dengan materi-materi
penyuluhan di lingkungan lainnya. Akan tetapi karena kekhususan mereka, maka
hal itu menuntut adanya materi yang lebih relevan dengan situasi dan kondisi,
agar materi penyuluhan tersebut lebih komunikatif.
Adapun
materi-materi penyuluhan yang relevan bagi Warga Binaan LAPASSUSTIK ini yang
sudah diterapkan antara lain sebagai berikut :
a. Tauhid/Aqidah dengan penyuluh Mursana, M.Ag.
b. Fiqh Ibadah dengan penyuluh Drs. Subhan
c. Akhlak dengan penyuluh Drs.
Daryoto
d. Pengetahuan Bahaya
Narkoba dengan penyuluh Drs. Kamal A. Mustofa
e. Terapy Do’a harian
dengan penyuluh Efendi Johan, Amd.IP.
f.
Al-Qur’an dengan penyuluh Drs. H. Najmudin
Ali Khair
Dengan
demikian materi-materinya adalah materi-materi penyuluhan yang bersifat praktis
dalam arti langsung dapat diamalkan seperti sholat, puasa, do’a-do’a harian,
serta materi-materi yang berkaitan dengan pembentukan akhlak yang mulia.
Sehubungan
dengan kondisi psikologis mereka yang diliputi oleh berbagai tekanan atau
penderitaan, maka dengan sendirinya materi dakwah atau penyuluhan menghindari
materi-materi yang dirasakan menambah tekanan atau penderitaan batin mereka,
misalnya dengan mengungkit-ungkit kesalahan Warga Binaan di masa lalu.
Dalam hal
ini setiap penyuluh perlu memperhatikan sabda Nabi SAW. :
يسروا
ولاتعسروا وبشروا ولاتنفروا
“Permudahlah
jangan dipersulit, gembirakanlah dan jangan dijauhkan hatinya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
4.
Methoda
Penyuluhan
Sebelum membicarakan Metode
Penyuluhan, alangkah baiknya penulis uraikan sedikit kondisi sosial Warga
Binaan LAPASSUSTIK Gintung Ciwaringin saat ini[15].
LAPASSUSTIK Gintung Ciwaringin yang
dibangun pada tahun 1998 kemudian baru dioperasionalkan pada tahun 2002. Pada
tahun 2008 ini berpenghuni lebih dari 1200 orang/warga. Tentu saja penghuni
lapas ini bukan hanya berasal dari wilayah Cirebon
saja, akan tetapi berasal dari berbagai propinsi dan daerah wilayah Republik Indonesia .
Sudah dipastikan keanekaragaman kondisi sosial mereka pasti berbeda-beda baik
bahasa, suku, warna kulit, agama, budaya, politik, latar belakang pendidikan
yang otomatis akam mempengaruhi psikologi satiap warga binaan.
Setelah mengetahui dan memahami
kondisi sosial warga binaan, baru kita memahami kondisi psikologi mereka.
Dengan demikian penulis juga seorang Penyuluh Agama Islam segera menyusun
methoda yang paling tepat dan serasi sehingga pesan-pesan penyuluhan/dakwah
mengenai sasaran sesuai dengan yang dikehendaki sang penyuluh/da’i.
Methoda
penyuluhan agama Islam kepada warga binaan LAPASSUSTIK tidak terlepas dari
firman Allah :[16]
ادع
الى سبيل ربك بالحكمة والموعطة الحسنة وجادلهم بالتى هي احسن
“Ajaklah manusia kepada
jalan Allah (Tuhanmu) dengan cara yang bijaksana, dan nasehat yang baik, dan
bertukar fikirlah dengan cara yang lebih baik”.
Berdasarkan
firman Allah SWT. tersebut maka methodologi Penyuluhan Agama Islam yang
diberlakukan di LAPASSUSTIK itu ada tiga secara garis besar yaitu :
1.
Hikmah
(kebijaksanaan)
2.
Mau’izhoh
Hasanah (nasehat yang baik)
3. Mujadalah billati
hiya ahsan (bertukar fikiran)
Dari
ketiga methoda penyuluhan tersebut akan diuraikan secara terperinci :
1.
Hikmah
(kebijaksanaan)
Dakwah atau Penyuluhan Agama Islam
dengan methoda hikmah ini jangkauannya lebih luas daripada Mau’idzhoh hasanah
dan Mujadalah. Sebab methoda hikmah ini ditempa dengan berbagai cara di luar
Mau’izhoh hasanah dan Mujadalah sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran itu
sendiri, umpamanya penyuluhan sering dilakukan dengan :
a. Uswatun Hasanah atau
ketaulasanan yang baik
Penyuluhan
melalui uswatun hasanah ini termasuk afektif walaupun tanpa banyak bicara,
sebab sikap dan perbuatan itu sendiri sudah lebih dari bicara. Contoh Penyuluh
Agama ketika bertemu dengan setiap warga binaan membaca salam, waktu bersin
atau mendengarkan setiap warga binaan yang bersin lalu baca do’a, masuk masjid
dahulukan kaki kanan dan baca salam di depan warga binaan lalu sholat sunnah
tahiyatul masjid, waktu dapat musibah lalu mengucapkan innalillahi, setiap ada
kejadian selalu dzikir kepada Allah, bahkan setiap memberikan penyuluhan selalu
pakai lagu-lagu daerah dan lain-lain. Tepat kiranya kalau ada satu kaidah yang
menyatakan :
دلالة
الحال افصح من دلالة المقال
“Bukti sikap dan perbuatan lebih
baik dari ucapan”
Oleh
karena itu, satu-satunya riwayat hidup yang paling lengkap adalah Rosulullah
SAW, terbuka untuk dipelajari dan selanjutnya diikuti.
b.
Percontohan
Penyuluhan melalui percontohan ini
adalah penyuluh selalu menyampaikan contoh dalam berbagai penjelasan atau
uraian. Umpamanya warga binaan yang berprestasi disuruh baca al-Qur’an. Contoh
lain misalnya ada seorang warga binaan yang baik ketika memakai pakaian shalat,
lalu diumumkan ke warga yang lain agar menjadi contoh, dan lain-lain.
c.
Paksaan
Sosial
Penyuluhan
melalui paksaan ini jarang dilakukan lantaran tidak dapat ditangani oleh
sepihak, melainkan harus bekerjasama dengan pihak penanggungjawab keamanan
lapas.
Umpamanya
dalam rangka memasyarakatkan sholat berjama’ah, waktu ada adzan dikumandangkan
maka setiap warga binaan wajib mengikuti shalat berjama’ah. Bagi yang tidak
mengikuti karena malas-malasan, maka pihak keamanan wajib memaksanya. Contoh
lain setiap warga binaan yang ketika berjumpa sesama warga yang muslim lalu
tidak baca salam, maka pihak keamanan wajib menghukumnya agar tidak diulangi
lagi perbuatannya.
2. Mau’izhoh Hasanah
(Nasehat Yang Baik)
Yang
dimaksud dengan Mau’izhoh Hasanah ialah tutur kata, pendidikan dan nasehat
yang baik-baik. Penyuluhan dengan cara ini yang paling mudah dilakukan dan
paling cepat sampai kepada sasaran yang paling murah biayanya, tetapi paling
mudah lupanya, lantaran yang dipergunakan oleh obyek penyuluhan itu hanyalah
satu indera pendengaran saja. Sedangkan mata tidak turut terlibat di dalamnya,
paling banter hanya melihat gerak-gerik pembicara kalau pembicaranya langsung
berhadapan, tetapi bukan berarti peragaan semacam dalam cara pementasan.
Adapun
yang biasa digunakan dalam methoda ini antara lain :
a. Obrolan santai dengan
tanya jawab antara pihak warga binaan dengan Penyuluh Agama dengan tema
tertentu.
b. Ceramah umum setiap
satu minggu satu kali.
c. Penyuluh Agama yang
intensif kepada kelompok-kelompok warga binaan dengan cara pembinaan dan pemantauan
setiap saat-saat tertentu.
3.
Mujadalah
(Bertukar Fikiran)
Menurut bahasa mujadalah billati
hiya ahsan adalah berdebat dengan cara yang baik tetapi kalau dihaluskan
bahasanya menjadi bertukar fikiran yang baik untuk mencari mutiara kebenaran,
ini berarti bahwa bertukar fikiran harus menggunakan kode etik atau kesopanan. Umpamanya bertukar fikiran tentang masalah
umat Islam dewasa ini. Maka siapapun yang berbicara, berpendapat harus dihargai
pendapatnya. Karena bertukar fikiran ini untuk mencari titik temu sebuah
kebenaran. Bukan seperti debat kusir yang ingin menang sendiri pendapatnya.
Oleh karena itu darimanapun pendapat kebenaran apakah dari penyuluh itu sendiri
atau dari peserta tukar fikiran, itu harus selalu dihargai. Terkadang dilakukan
dengan cara konsultasi agama apabila ada masalah-masalah tertentu.
D.
PENUTUP
Demikian penyusunan dan penulisan
masalah metodologi Penyuluhan Agama Islam kepada warga binaan Lembaga
Pemasyarakatan Khusus Narkotika yang merupakan pengalaman penulis sebagai
seorang Penyuluh Agama Islam.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan baik dari segi
materi pembahasan maupun dari segi metodologi penulisan. Kritik dan saran dari
pembaca sangat penulis nantikan untuk kesempurnaan makalah ini.
Mudah-mudahan
pokok-pokok pikiran yang ada dalam makalah ini bermanfaat untuk teman-teman
para mujahid dakwah, para Penyuluh Agama Islam untuk mengembangkan dakwah kita
tentunya disektor-sektor lain yang lebih luas. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur’an dan
Terjemahan, Jakarta : Depag, 1999.
2. DEPKUMHAM KANWIL
JABAR, Proposal Kegiatan Majelis Taklim bagi warga binaan di LAPASSUSTIK
Cirebon, Cirebon : LAPASSUSTIK, 2006.
3.
As-Shabuny,
Rawa-i’ul Bayan, Beirut
: Darul Fikr, tt.
4. Cuplikan UU RI No. 9
Tahun 1976 tentang Narkotika.
5. Himpunan Fatwa MUI,
Jakarta :MUI, 2000
6.
Sayid
Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Beirut
: Darul Fikr, 1983
7.
Dr. Wahbah
Az-Zuhaily, At-Tafsirul Munir, Beirut
: Darul Fikr, 1991.
8.
As-Shon’any,
Subulus Salam, Bandung
: Dahlan, tt.
9. Drs. Syamsuri Sidiq, Dakwah
dan teknik Berkhutbah, Bandung : Al-Ma’arif, 1987
10. Drs. Toto Tasmara, Komunikasi
Dakwah, Jakarta : GMP.
11. Prof. HM. Arifin,
M.Ed, Psikologi Dakwah, Jakarta Bumi Akasara, 1994
12.
Prof.
Thoha Yahya Umar MA, Ilmu Dakwah, Jakarta
: Widjaya, 1992.
13.
GBHN
14. Hasanudin, Rhetorika
Da’wah dan Publisistik dalam Kepemimpinan, Surabaya : Usaha Nasional, 1982
[1] Lihat GBHN
[2] Q.S. Ali Imran : 104 dan 110
[3] DEPKUMHAM JABAR, Proposal Kegiatan
Majelis Ta’lim Bagi Warga Binaan di LAPASSUSTIK Cirebon, (Cirebon :
LAPASSUSTIK, 2006), h.I
[4] M. Ali As Shobuny, Rawa-i’ul-bayan
Tafsiru Ayatilahkam minal Qur’an, (Beirut : tt), i.I, h.566
[5] Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, (Beirut
: 1983), j. II, h. 319
[6] Dr. Wahbah Az-Zuhaily, At-Tafsirul Munir, (Beirut : 1991), j. IV, h. 34
[7] Lihat UU RI No. 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika
[8] Lihat Himpunan Fatwa MUI
[9] Sayid Sabiq, Ibid, h. 328
[10] Sayid Sabiq, Ibid, h. 302
[11] As-Shon’any, Subulus Salam, (Bandung
: Dahlan, tt), j. IV, h. 3)
[12] Sayid Sabiq, Ibid, h. 336
[14] Drs. H. Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah,
(Jakarta : GMP, 1997), h. 43
[15] Pengetahuan tentang Sosiologi dan
Psikologi Dakwah Mutlak dikuasai oleh seorang Penyuluh Agama agar proses
penyuluhan berjalan efektif dan efesien. Baca bukunya Prof. HM. Arifin, M.Ed,
Psikologi Dakwah, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), h. 4
[16] Tafsir ayat ini baca Prof. Thoha Yahya Umar, MA, Ilmu Dakwah,
(Jakarta : Widjaya, 1992), h. 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar