MENGENAL
TRADISI ISLAM DI CIREBON
Oleh
: Mursana, M.Ag
(Ketua Pokjaluh Kandepag
Kab.Cirebon, Alumni Pesantren Darussalam Ciamis)
Disamping sebagai Kota Wali,
Cirebon dikenal juga sebagai Kota Budaya dan Industri. Disebut Kota Wali karena
Cirebon tidak bisa dilepaskan dari seorang figur seorang waliyullah Syaikh
Syarif Hidatullah atau lebih dikenal dengan Sunan Gunung jati. Beliau orang
yang paling berjasa dalam mengislamkan babad tanah Cirebon dan Pasundan. Adapun
disebut Kota Budaya dan Industri, karena Cirebon kaya dengan budaya dan
industri: dari mulai budaya harian sampai budaya tahunan yang diwujudkan dalam
bentuk ritual atau slametan tertentu dan
dari kerajinan khas batik, nasi jambalng, empal gentong, tarling, sampai kepada
industri expor rotan dan industri sea food. Semuanya ada di Cirebon.
Secara geografis Kota Cirebon
merupakan Kota yang sangat strategis. Karena merupakan daerah persinggahan atau
transit dari berbagai kota yang ada di Jawa
khususnya dan Kota lain di Indonesia pada umumnya. Maka tidak heran
kalau di Tempat ini banyak penduduk yang datang dari berbagai daerah, baik dari
Jawa maupun luar Jawa. Motivasi para imigran datang ke Cirebon bermacam-macam. Ada
yang ingin mengembangkan bisnis industri, perdagangan, pariwisata, dan mencari
ilmu di Perguruan Tinggi atau Pondok Pesantren.
Namun hebatnya, daerah yang
dijuluki kota udang ini, walaupun penduduknya yang asli sudah banyak membaur dengan para
pendatang (imigran), tetapi budaya atau tradisi Islam yang diwariskan orang-orang
terdahulu tidak hilang sampai saat ini. Hal ini terjadi karena sebagian masyarakatnya
mempunya keyakinan apabila tradisi yang ada sejak jaman kuno tidak
dilestarikan, dikhawatirkan akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Berikut ini akan diuraikan
beberapa tradisi yang biasa dilakukan umat Islam Cirebon dalam menghadapi
beberapa situasi dan kondisi tertentu berdasarkan wawancara Penulis dengan
beberapa Tokoh Masyarakat Cirebon yang cukup dikenal oleh khalayak.
Pertama, upacara ngupati. Upacara
ngupati dilakukan pada waktu usia kehamilan seorang ibu memasuki bulan keempat.
Karena berdasarkan hadits Nabi Saw. bahwa ketika usia kehamilan tersebut si
janin sudah menjadi wujud manusia dan disumpah untuk melaksanakan empat perkara
ketika hidup di dunia fana. Berdasarkan
hadits ini maka keluarga orang yang sedang hamil mengadakan do’a bersama atau
slametan agar kelak bayi yang dikandungnya, setelah melahirkan nanti menjadi
anak sholih, bahagia di dunia dan akhirat. Setelah selesai acara slametan, kemudian
ramai-ramai jama’ah yang hadir menyantap hidangan yang terbuat dari Kupat
dengan bebeceknya. Oleh karenanya upacara ini disebut upacara ngupati.
Kedua, upacara memithu. Upacara
memithu dilaksanalan apabila usia kehamilan seseorang berusia tujuh bulan dan
pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja
setelah dewasa, akan tetapi semenjak benih tertanam dalam rahim sang ibu.
Selama hamil sang ibu harus sering melakukan hal-hal yang baik dan harus selalu
berusaha menghindari hal-hal yang buruk, lebih-lebih yang bertentangan dengan
syari’at Islam. Dalam upacara memitu jama’ah yang diundang membaca ayat suci
alQur’an Surat Lukman dan Surat Maryam, setelah itu berdoa bersama mengharapkan
keselamatan.
Ketiga, upacara puputan. Upacara
puputan diselenggarakan ketika pusar bayi telah puput, artinya sudah kering dan
terlepas (normal). Biasanya pada hari ketujuh dari hari kelahiran. Berdasarkan
hadits nabi Saw. ” Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya,
disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (H.R. Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan).
Dalam upacara ini seorang anak yang baru diaqiqahi, diberi nama, dan dicukur
rambutnya dibacakan ayat suci alQur’an dan dido’akan oleh jama’ah yang hadir
agar menjadi anak yang sholeh, berguna bagi agama, kedua orang tua, nusa, dan
bangsanya.
Keempat, upacara mudun
lemah. Upacara mudun lemah atau turun tanah dilakukan ketika seorang anak
sudah berumur tujuh lapan yaitu 7 x 35 hari. Hal ini dilakukan untuk
memperkenalkan anak pertama kali pada bumi/tanah, agar anak tersebut setelah
dewasa nanti menjadi anak yang kuat, mandiri dalam menempuh kehidupan yang
penuh tantangan, dan harus dihadapinya untuk mencapai apa yang
dicita-citakannya. Upacara ini juga dimaksudkan agar seorang anak mengenal
asal-usulnya dari tanah. Do’a dan lantunan ayat suci alQur’an dari jama’ah yang
hadir senantiasa meramaikan acara ini.
Kelima, upacara munjuk
suwunan. Upacara munjuk suwunan adalah sebuah upacara slametan ketika kayu
pokok atap rumah akan diangkat ke atas. Dalam upacara ini harus ada beberapa
perlengkapan sebagai syarat, diantaranya adalah: kayu salam agar diberi
keselamatan dan kesejahteraan, kain merah putih yang membungkus kayu pokok atap
supaya penghuni rumah mempunyai jiwa patriotisme terhadap bangsa dan negara,
aneka makanan untuk disedekahkan sebagai rasa syukur kepada Allah atas
nikmatNya. Sebagai penutup dari upacara ini adalah do’a bersama yang dipimpin
oleh seorang ‘Ulama.
Keenam, upacara sedekah
laut (nadran) atau sedekah bumi. Upacara sedekah laut (nadran) atau
sedekah bumi biasanya dilaksanakan pada akhir tahun menyambut tahun baru.
Upacara ini dimaksudkan untuk keselamatan dan tanda terima kasih (syukur)
kepada Allah Sang Pencipta alam semesta yang telah menganugerahi limpahan rizki
yang amat banyak baik berasal dari laut seperti ikan atau dari hasil bumi
seperti padi, sayuran, buah-buahan dan hewan ternak.
Ketujuh, upacara sedekah makam.
Upacara sedekah makam diselenggarakan ketika menyambut datangnya bulan
ramadhan. Hal ini dimaksudkan untuk mendo’akan arwah para leluhur agar diampuni
segala dosanya dan diberi keselamatan oleh Allah Swt. Dalam upacara tersebut
setiap keluarga yang leluhurnya dimakamkan ditempat itu harus membawa makanan
untuk disedekahkan kepada yang membutuhkan (kaum dhu’afa’).
Kedepalan, upacara syawalan
dan rajaban. Upacara syawalan dilakukan di Komplek Pemakaman Sunan
Gunungjati, seminggu setelah hari ‘idul fitri, sebagai ungkapan rasa syukur
kepada Allah Swt. karena diberi kekuatan dalam menjalankan ibadah puasa
ramadhan dan enam hari di bulan syawal.
Sedangkan upacara rajaban dilakukan untuk menziarahi makam Pangeran
Panjunan dan Pangeran Kejaksan di Plangon Sumber setiap tanggal 27 Rajab yang
dihadiri oleh para kerabat kedua Pangeran tersebut.
Kesembilan, upacara muludan.
Upacara muludan diselenggarakan setiap tanggal 8-12 maulud/rabi’ul awal di
Makam Sunan Gunungjati. Kegiatan yang dilakukan dalam upacara ini adalah
mencuci benda-benda pusaka Kraton Kesepuan dan Kanoman yang disebut dengan
panjang jimat. Dalam prosesi upacara tersebut diiringi dengan do’a, dzikir, dan
tahlil.
Kesepuluh, upacara ngunjung
buyut. Upacara ngunjung buyut adalah upacara menziarahi kuburan para
leluhur. Upacara ini biasanya dilaksanakan setiap menjelang musim hujan. Dalam
acara ini juga biasanya diadakan arak-arakan, pawai ta’aruf budaya dan
kesenian setempat, serta hiburan rakyat.
Demikian beberapa tradisi yang
biasa dilakukan oleh sebagian umat Islam di Cirebon. Dengan mengetahui beberapa
tradisi tersebut, semoga menjadi bahan pertimbangan bagi para ‘Ulama dan
Penyuluh Agama dalam menyampaikan materi dakwahnya dengan penuh hikmah /
kebijaksanaan. Dengan methode hikmah inilah, para wali mendakwahkan Islam,
sehingga risalahnya bisa diterima masyarakat Cirebon. Sebagai pelajaran bagi
para Da’i sekarang adalah hendaklah dalam berdakwah senantiasa memperhatikan
kearifan lokal, agar bisa diterima oleh masyarakat. semoga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar