Cari Blog Ini

Rabu, 04 Januari 2017

REFLEKSI NUZULUL QUR’AN

REFLEKSI NUZULUL QUR’AN
Oleh : Mursana, M.Ag.

Salah satu keberkahan dan kerahmatan bulan suci ramadhan adalah peristiwa Nuzulul Qur’an pertama kali yang tidak terdapat di bulan lain. Sebagaimana dijelaskan dalam alQur’an: ”Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan ( permulaan ) alQur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil.” (Qs.2:185)
Al Qur`an merupakan kumpulan firman yang diberikan Allah sebagai satu kesatuan kitab sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat muslim. Kitab ini dinyatakan sebagai kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, selalu terjaga dari kesalahan, dan merupakan tuntunan membentuk ketaqwaan manusia ( Qs.2:2 ). Isi al Qur`an juga unik, berupa paduan filsafat semesta, catatan sejarah, peringatan-peringatan dan hiburan, dasar-dasar hukum, serta doa-doa. Hikmah pemaduan tema dalam alQur`an antara lain untuk menjaga kita untuk mempelajari berbagai hal secara berimbang dan bertahap, seperti juga cara kita menghadapi alur hidup kita dan membentuk kepribadian kita sendiri.
AlQur`an diturunkan ke bumi dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun melalui nabi Muhammad Saw. dengan perantaraan malaikat Jibril. Ayat-ayatnya dikelompokkan atas 114 surat, yang selalu divalidasi oleh Rasulullah Muhammad Saw sendiri. Namun urutan peletakkan suratnya bervariasi, dalam berbagai versi mushaf. Mushaf yang banyak digunakan di Indonesia saat ini adalah Mushaf Utsman, yang disusun zaman khalifah Utsman ibn Affan radhiallahu ’anhu.
Dalam mengenang peristiwa turunnya al Qur’an, Nuzulul Qur’an, umat Islam di Indonesia pada umumnya dan di Wilayah Cirebon pada khususnya, sudah menjadi tradisi dari zaman dulu setiap bulan Ramadhan di masjid, mushala, madrasah, dan rumah selalu diramaikan dengan tadarrus alQur’an Usmany ini, baik siang maupun malam sekaligus karena mengambil momentum bulan bonus pahala besar-besaran, walaupun yang dibaca terkadang tidak tahu maknanya. Inilah bedanya alQur’an dengan kitab lainnya. Bagi umat Islam al Qur’an merupakan  kitab suci yang luar biasa. Ia dijadikan oleh umat muslim sebagai pedoman, petunjuk, dan pegangan hidup ( way of life ), sehingga berbagai permasalahan hidup umat Islam harus senantiasa mengacu kepada kitab suci ini. Namun yang terjadi di Negeri ini nampaknya tidak seperti yang digambarkan di atas, bahkan sebaliknya, umat Islam baru menjadikan kitab suci ini sebagai simbol keagamaan dalam berbagai perayaan ritual saja, seperti acara hajatan walimah, kematian, pindah rumah, memitu (Jawa: selamatan tujuh bulan kandungan), dan lain sebagainya. Sedangkan tahapan untuk mengamalkannya masih jauh dari harapan, mereka masih banyak yang belum memahami isi kandunganNya. Hal ini disebabkan karena tahapan-tahapan mempelajari alQur’an baru sampai tahap Iqra’ (membaca), tanpa dibarengi dengan pemahaman, apalagi sampai kepada pengamalan.
Visi dan Misi Nuzulul Qur’an
Visi Nuzulul Qur’an adalah menjadikan al Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia ke jalan yang lurus demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Sedangkan Misi Nuzulul Qur’an menurut Quraish Shihab (1992:40) adalah mempunyai tiga misi pokok, antara lain : pertama, sebagai petujuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan. Menurut Tarikh Islam, bangsa Arab sebelum kitab al Qur’an diturunkan mempunya keyakinan bahwa patung dan  berhala dianggap sebagai tuhan. Maka turunlah al Qur’an untuk menunjukkan keyakinan mereka yang benar supaya beribadah hanya kepada Allah, bukan lainnya. Seperti tercantum dalam al Qur’an: ”Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” ( Qs.112: 1-4), kedua, sebagai petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual maupun kolektif. Pada jaman jahiliah dulu, orang arab mempunyai keyakinan bahwa mempunyai anak perempuan itu membawa aib, sial. Maka setiap bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan harus dibunuh hidup-hidup. Lalu al Qur’an memberi petunjuk bahwa kaum laki-laki dan perempuan mempunyai tugas hidup yang sama, yakni beribadah kepada Allah Swt. Yang membedakan antar keduanya adalah tingkat ketakwaannya. Sebagaimana Allah berfirman: ”Wahai sekalian manusia, sesungguhnya telah kami ciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling takwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. 49:13), ketiga, sebagai petunjuk mengenal syari’ah dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh umat manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Contoh kasusnya pada jaman jahiliah tentang praktek perjudian, minuman keras dan mengundi nasib dengan anak panah. Lalu kitab al Qur’an turun sebagai petunjuk atas pengharaman permainan tersebut.. Itulah beberapa Misi Nuzulul Qur’an.
Isi Kandungan AlQur’an
Bila dikaji secara mendalam al Qur’an sarat dengan nilai-nilai dinamis dan universal dalam semua jenis isinya. Dalam ulumul qur’an (al-itqan, manna’ulqathan fi ulumil qur’an) para ulama membagi Al-Qur’an ke dalam beberapa kelompok jenis. Namun inti dari keanekaragaman kelompok tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, ayat-ayat aqidah dan akhlak. Dalam hal ini manusia untuk mencapai kesempurnaan aqidahnya dianjurkan untuk menggunakan akal fikirannya, sehingga akan dicapai keimanan yang tangguh dan kokoh. Demikian pula dibidang akhlak, Al-Qur’an menjelaskan secara global, sedangkan aplikasinya diserahkan kepada pengembangan diri manusia itu sendiri berdasarkan tempat dan masanya. Kedua, kisah dan amsal dalam Al-Qur’an banyak sekali memuat kisah orang-orang terdahulu disampaing memuat tamsil agar umat manusia mengambil hikmah dari mempelajari itu. Kelompok ini sampai kapanpun dan di manapun akan tetap actual. Ketiga, hukum-hukum amaliah; bidang ubudiyah dan bidang muamalah. Khusus yang disebut pertama bila disebut ubudiyah dalam arti sempit, sejak dulu tidak ada perubahan, seperti jumlah rakaat shalat, cara berpuasa, cara haji, cara zakat dan lain sebagainya. Namun pengetian ubudiyah dalam arti luas masih dapat dikembangkan terus. Adapun yang berkenaan dengan bidang muamalah, al Qur’an hanya menyebutkan secara garis besarnya saja, sehingga terus berkembang seperti berkembangnya manusia. Keempat, dasar-dasar keilmuan. Di dalam al Qur’an terdapat teori dasar-dasar keilmuan dari segala macam disiplin ilmu pengetahuan, Allah mendorong manusia sambil memberi isyarat agar mengadakan penelitian-penelitian keilmuan untuk kepentingan manusia hidup di dunia.
Berkenaan dengan penjelasan di atas, dalam satu riwayat dijelaskan bahwa memang Allah sengaja tidak menuntaskan hukum berbagai masalah dengan maksud penuntasannya diserahkan kepada manusia sesuai dengan kebutuhan menurut tuntutan zaman. Selain hal tersebut, dalam hukum Islam (syariah)  terdapat hasil penelitian ulama mujtahidin yang menghasilkan sejumlah kaidah fiqh dan kaidah ushul fiqh yang mampu mengembangkan dan mengaplikasikan nilai-nilai Qur’ani selaras dengan realitas sosial, terutama dalam bidang muamalah, seperti dalam satu kaidah: hukum bisa berubah  sesuai dengan perubahan zaman, tempat dan adat. Taghayurulhukmi bitaghayuril azman wal  amkinah wal ‘awaid. (lihat I’lamul Muwaqiin Karya Ibnul Qayyim)
Aktualisasi Nilai-Nilai  Al Qur’an
Keberadaan al Qur’an agar tetap eksis di bumi Nusantara ini, diperlukan berbagai upaya untuk mengaktualisasikan nilai-nilai hasil pemahaman al Qur’an dengan masalah kekinian sangat perlu, agar kitab suci ini tidak tertutup oleh sementara  hasil pemahaman pada suatu masa yang kini dinilai sudah tidak aktual lagi. Dalam hal ini nampaknya perlu dicari kriteria aktualisasi, disamping subyek yang boleh melakukan aktualisasi (para ulama tafsir). Hal ini penting karena banyak yang berfikir perlu mengadakan aktualisasi hanya sekedar nilai-nilai yang ada dirasa memberatkan, lebih celaka lagi apabila yang menjadi ukuran memberatkan tersebut adalah hawa nafsu yang tentunya tidak pernah kenal kompromi dengan nilai-nilai agama. Selain itu perlu diberi prasyarat bagi subyek yang akan melakukan aktualisasi, misalnya harus memiliki loyalitas yang tinggi terhadap agamanya. Kalau tidak sangat dikhawatirkan, aktualisasi dijadikan instrumen untuk mempermainkan agama yang akhirnya hanya akan merusak essensi agama itu sendiri. Disamping itu harus memahami tujuan dan maksud nilai-nilai tersebut, sehingga aktualisasi tidak menghilangkan tujuan, tetapi justru melestarikan maqashidus syari’ah. Tidak kalah pentingnya pelaku aktualisasi harus memahami kaedah-kaedah agama, sekalipun tidak mencapai derajat seorang Mujtahid, terutama kaedah penafsiran alQur’an, agar tidak termasuk dalam ancaman Rasulullah Saw. ”Barang siapa yang menafsirkan al Qur’an dengan semata-mata pendapatnya sendiri atau dengan penafsiran yang tidak mengetahui permasalahannya, maka bersiaplah tempat duduknya di Neraka.” (alHadits).
Demikian beberapa pokok refleksi Nuzulul Qur’an. Penulis berharap kepada semua umat Islam agar di bulan Ramadhan yang Agung ini lebih meningkatkan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai al Qur’an daripada sekedar membaca.Semoga al Qur’an senantiasa eksis di tanah air tercinta ini. Amiin.]
*Penulis; Mursana, M.Ag.:Ketua Pokjaluh Kandepag Kab.Cirebon Alumni Pesantren
  Darussalam Ciamis.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar