REFLEKSI NUZULUL QUR’AN
Oleh : Mursana, M.Ag.
Salah satu keberkahan dan
kerahmatan bulan suci ramadhan adalah peristiwa Nuzulul Qur’an pertama
kali yang tidak terdapat di bulan lain. Sebagaimana dijelaskan dalam alQur’an: ”Bulan
Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan ( permulaan ) alQur’an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda antara yang hak dan yang batil.” (Qs.2:185)
Al Qur`an
merupakan kumpulan firman yang diberikan Allah sebagai satu kesatuan kitab sebagai pedoman hidup bagi
seluruh umat muslim. Kitab ini dinyatakan sebagai kitab yang tidak ada keraguan
di dalamnya, selalu terjaga dari kesalahan, dan merupakan tuntunan membentuk
ketaqwaan manusia ( Qs.2:2 ). Isi al Qur`an juga unik, berupa paduan filsafat
semesta, catatan sejarah, peringatan-peringatan dan hiburan, dasar-dasar hukum,
serta doa-doa. Hikmah pemaduan tema dalam alQur`an antara lain untuk menjaga
kita untuk mempelajari berbagai hal secara berimbang dan bertahap, seperti juga
cara kita menghadapi alur hidup kita dan membentuk kepribadian kita sendiri.
AlQur`an
diturunkan ke bumi dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun melalui nabi
Muhammad Saw. dengan perantaraan malaikat Jibril. Ayat-ayatnya dikelompokkan atas 114 surat, yang selalu divalidasi
oleh Rasulullah Muhammad Saw sendiri. Namun urutan peletakkan suratnya
bervariasi, dalam berbagai versi mushaf. Mushaf yang banyak digunakan di
Indonesia saat ini adalah Mushaf Utsman, yang disusun zaman khalifah Utsman ibn
Affan radhiallahu ’anhu.
Dalam mengenang peristiwa
turunnya al Qur’an, Nuzulul Qur’an, umat Islam di Indonesia pada umumnya
dan di Wilayah Cirebon pada khususnya, sudah menjadi tradisi dari zaman dulu
setiap bulan Ramadhan di masjid, mushala, madrasah, dan rumah selalu diramaikan
dengan tadarrus alQur’an Usmany ini, baik siang maupun malam sekaligus karena
mengambil momentum bulan bonus pahala besar-besaran, walaupun yang dibaca
terkadang tidak tahu maknanya. Inilah bedanya alQur’an dengan kitab lainnya.
Bagi umat Islam al Qur’an merupakan
kitab suci yang luar biasa. Ia dijadikan oleh umat muslim sebagai
pedoman, petunjuk, dan pegangan hidup ( way of life ), sehingga berbagai
permasalahan hidup umat Islam harus senantiasa mengacu kepada kitab suci ini.
Namun yang terjadi di Negeri ini nampaknya tidak seperti yang digambarkan di
atas, bahkan sebaliknya, umat Islam baru menjadikan kitab suci ini sebagai
simbol keagamaan dalam berbagai perayaan ritual saja, seperti acara hajatan
walimah, kematian, pindah rumah, memitu (Jawa: selamatan tujuh bulan
kandungan), dan lain sebagainya. Sedangkan tahapan untuk mengamalkannya masih
jauh dari harapan, mereka masih banyak yang belum memahami isi kandunganNya.
Hal ini disebabkan karena tahapan-tahapan mempelajari alQur’an baru sampai
tahap Iqra’ (membaca), tanpa dibarengi dengan pemahaman, apalagi sampai kepada
pengamalan.
Visi dan Misi Nuzulul Qur’an
Visi Nuzulul Qur’an adalah
menjadikan al Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia ke jalan yang lurus
demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Sedangkan Misi Nuzulul Qur’an
menurut Quraish Shihab (1992:40) adalah mempunyai tiga misi pokok, antara lain
: pertama, sebagai petujuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh
manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan
kepastian adanya hari pembalasan. Menurut Tarikh Islam, bangsa Arab sebelum
kitab al Qur’an diturunkan mempunya keyakinan bahwa patung dan berhala dianggap sebagai tuhan. Maka turunlah
al Qur’an untuk menunjukkan keyakinan mereka yang benar supaya beribadah hanya
kepada Allah, bukan lainnya. Seperti tercantum dalam al Qur’an: ”Katakanlah,
Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tidak
beranak dan tidak pula diperanakan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia.” ( Qs.112: 1-4), kedua,
sebagai petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan
norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam
kehidupannya secara individual maupun kolektif. Pada jaman jahiliah dulu, orang
arab mempunyai keyakinan bahwa mempunyai anak perempuan itu membawa aib, sial.
Maka setiap bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan harus dibunuh
hidup-hidup. Lalu al Qur’an memberi petunjuk bahwa kaum laki-laki dan perempuan
mempunyai tugas hidup yang sama, yakni beribadah kepada Allah Swt. Yang
membedakan antar keduanya adalah tingkat ketakwaannya. Sebagaimana Allah
berfirman: ”Wahai sekalian manusia, sesungguhnya telah kami ciptakan kalian
dari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku, agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di sisi Allah adalah orang yang paling takwa di antara kalian. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. 49:13), ketiga, sebagai
petunjuk mengenal syari’ah dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum
yang harus diikuti oleh umat manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan
sesamanya. Contoh kasusnya pada jaman jahiliah tentang praktek perjudian,
minuman keras dan mengundi nasib dengan anak panah. Lalu kitab al Qur’an turun
sebagai petunjuk atas pengharaman permainan tersebut.. Itulah beberapa Misi
Nuzulul Qur’an.
Isi Kandungan AlQur’an
Bila dikaji secara mendalam al
Qur’an sarat dengan nilai-nilai dinamis dan universal dalam semua jenis isinya.
Dalam ulumul qur’an (al-itqan, manna’ulqathan fi ulumil qur’an) para ulama
membagi Al-Qur’an ke dalam beberapa kelompok jenis. Namun inti dari
keanekaragaman kelompok tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, ayat-ayat
aqidah dan akhlak. Dalam hal ini manusia untuk mencapai kesempurnaan aqidahnya
dianjurkan untuk menggunakan akal fikirannya, sehingga akan dicapai keimanan
yang tangguh dan kokoh. Demikian pula dibidang akhlak, Al-Qur’an menjelaskan
secara global, sedangkan aplikasinya diserahkan kepada pengembangan diri
manusia itu sendiri berdasarkan tempat dan masanya. Kedua, kisah dan
amsal dalam Al-Qur’an banyak sekali memuat kisah orang-orang terdahulu
disampaing memuat tamsil agar umat manusia mengambil hikmah dari mempelajari
itu. Kelompok ini sampai kapanpun dan di manapun akan tetap actual. Ketiga,
hukum-hukum amaliah; bidang ubudiyah dan bidang muamalah. Khusus yang disebut
pertama bila disebut ubudiyah dalam arti sempit, sejak dulu tidak ada
perubahan, seperti jumlah rakaat shalat, cara berpuasa, cara haji, cara zakat
dan lain sebagainya. Namun pengetian ubudiyah dalam arti luas masih dapat
dikembangkan terus. Adapun yang berkenaan dengan bidang muamalah, al Qur’an
hanya menyebutkan secara garis besarnya saja, sehingga terus berkembang seperti
berkembangnya manusia. Keempat, dasar-dasar keilmuan. Di dalam al Qur’an
terdapat teori dasar-dasar keilmuan dari segala macam disiplin ilmu
pengetahuan, Allah mendorong manusia sambil memberi isyarat agar mengadakan
penelitian-penelitian keilmuan untuk kepentingan manusia hidup di dunia.
Berkenaan dengan penjelasan di
atas, dalam satu riwayat dijelaskan bahwa memang Allah sengaja tidak
menuntaskan hukum berbagai masalah dengan maksud penuntasannya diserahkan
kepada manusia sesuai dengan kebutuhan menurut tuntutan zaman. Selain hal
tersebut, dalam hukum Islam (syariah)
terdapat hasil penelitian ulama mujtahidin yang menghasilkan sejumlah
kaidah fiqh dan kaidah ushul fiqh yang mampu mengembangkan dan mengaplikasikan
nilai-nilai Qur’ani selaras dengan realitas sosial, terutama dalam bidang
muamalah, seperti dalam satu kaidah: hukum bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat dan
adat. Taghayurulhukmi bitaghayuril azman wal
amkinah wal ‘awaid. (lihat I’lamul Muwaqiin Karya Ibnul Qayyim)
Aktualisasi Nilai-Nilai Al Qur’an
Keberadaan al Qur’an agar
tetap eksis di bumi Nusantara ini, diperlukan berbagai upaya untuk mengaktualisasikan
nilai-nilai hasil pemahaman al Qur’an dengan masalah kekinian sangat perlu,
agar kitab suci ini tidak tertutup oleh sementara hasil pemahaman pada suatu masa yang kini
dinilai sudah tidak aktual lagi. Dalam hal ini nampaknya perlu dicari kriteria
aktualisasi, disamping subyek yang boleh melakukan aktualisasi (para ulama
tafsir). Hal ini penting karena banyak yang berfikir perlu mengadakan
aktualisasi hanya sekedar nilai-nilai yang ada dirasa memberatkan, lebih celaka
lagi apabila yang menjadi ukuran memberatkan tersebut adalah hawa nafsu yang
tentunya tidak pernah kenal kompromi dengan nilai-nilai agama. Selain itu perlu
diberi prasyarat bagi subyek yang akan melakukan aktualisasi, misalnya harus
memiliki loyalitas yang tinggi terhadap agamanya. Kalau tidak sangat
dikhawatirkan, aktualisasi dijadikan instrumen untuk mempermainkan agama yang
akhirnya hanya akan merusak essensi agama itu sendiri. Disamping itu harus
memahami tujuan dan maksud nilai-nilai tersebut, sehingga aktualisasi tidak
menghilangkan tujuan, tetapi justru melestarikan maqashidus syari’ah.
Tidak kalah pentingnya pelaku aktualisasi harus memahami kaedah-kaedah agama, sekalipun
tidak mencapai derajat seorang Mujtahid, terutama kaedah penafsiran
alQur’an, agar tidak termasuk dalam ancaman Rasulullah Saw. ”Barang siapa
yang menafsirkan al Qur’an dengan semata-mata pendapatnya sendiri atau dengan
penafsiran yang tidak mengetahui permasalahannya, maka bersiaplah tempat
duduknya di Neraka.” (alHadits).
Demikian beberapa pokok refleksi
Nuzulul Qur’an. Penulis berharap kepada semua umat Islam agar di bulan Ramadhan
yang Agung ini lebih meningkatkan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai al Qur’an
daripada sekedar membaca.Semoga al Qur’an senantiasa eksis di tanah air
tercinta ini. Amiin.]
*Penulis; Mursana, M.Ag.:Ketua Pokjaluh Kandepag
Kab.Cirebon Alumni Pesantren
Darussalam Ciamis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar