NEGERI
PARA TERSANGKA
Oleh:
Mursana, M.Ag*
Semenjak genderang Reformasi digelorakan di Republik
Indonesia pada tahun 1998 lalu, sungguh seringkali muncul peristiwa aneh yang
dulu belum pernah terjadi. Salah satu peristiwa tersebut adalah banyaknya para
pejabat negara dari kalangan sipil dan militer menjadi tersangka dalam kasus
hukum, baik yang masih aktif di eksekutif, legislatif, dan di yudikatif. maupun
yang sudah pensiun. Dimulai dari mantan Presiden dan para pembantunya (menteri,
gubernur, bupati/walikota), Ketua dan anggota DPR/DPRD, pejabat dan mantan
pejabat TNI/Polri, sampai dengan para pejabat BUMN/BUMD hampir sebagian besar
ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Tetapi anehnya, mereka yang
tersangkut dalam kasus ini sebagaian besar divonis bebas oleh Pengadilan
Nergeri dan Mahkamah Agung. Atau walaupun ada yang sampai masuk sel penjara,
akan tetapi hanya sebentar saja, setelah itu dibebaskan kembali.
Peristiwa bulan mei 2009 yang merupakan issue terpanas
(hot Issue) adalah ditetapkannya Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) sebagai
tersangka kasus pembunuhan salah satu pejabat BUMN. Karuan saja peristiwa ini
sangat menghebohkan penduduk negeri ini. Bagaimana tidak, orang yang sangat
diharapkan oleh rakyat bisa menjadi pendekar pemberantas korupsi di Negara
terkorup di Asia Tenggara, tiba-tiba ditetapkan oleh Polisi sebagai tersangka
dalam kasus pembunuhan dan digelandang di Sel Tahanan Markas Kepolisian Daerah
DKI Jakarta ( POLDA Metro Jaya ) pada hari senin, 04 mei 2009, setelah diadakan
pemeriksaan oleh Kepolisian.
Bagaimana mungkin negeri ini akan
menjadi negeri yang adil, subur dan makmur, gemah ripah loh jinawi, baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafuur, kalau para pemimpinya tidak bisa menjadi
suritauladan bagi rakyatnya? Sementara nilai sebuah kejujuran seakan-akan
menjadi barang langka, sehingga saat ini sangat susah mencari kejujuran di Bumi
Pertiwi yang mayoritas penduduknya muslim ini. Padahal di Republik Indonesia
tercinta ini sangat membutuhkan para pemimpin yang jujur. Yakni pemimpin yang
dipercaya oleh rakyatnya,. Karena salah satu krisis bangsa ini disebabkan para
pemimpinnya tidak jujur. Lihat saja penyelewengan-penyelewengan terjadi di
semua lini kehidupan. Dari mulai penyelewengan APBN, APBD yang dilakukan oleh
pejabat Eksekutif dan Legislatif yang jumlahnya triliunan rupiah setiap
tahunnya, belum lagi aksi para koruptor yang semakin gila. Bahkan di
perusahaan-perusahaan baik milik negara maupun swasta tidak ketinggalan ikut
andil dalam penyimpangan tersebut. Inilah dampak dari kekhianatan para pemimpin
tersebut. Kemiskinan semakin merajalela, sementara lapangan kerja semakin
langka, yang akibatnya pengangguran semakin menganga, aksi kejahatan
dimana-mana. Maka pertanyaan yang sering muncul setelah melihat kondisi seperti
di atas adalah, apakah negeri ini masih bisa bangkit dari keterpurukan?
Jawabannnya ialah harus bisa bangkit. Bagaimanakah caranya? Caranya adalah
hendaklah semua komponen bangsa ini sadar tentang hakekat dirinya, dan harus
kembali kepada hati nuraninya. Hati nurani inilah yang bernama amanah dan
kejujuran.
Krisis kepercayaan
Belakangan ini masyarakat Indonesia
seolah-olah dirancang oleh para pemimpinnya menjadi bingung. Pasalnya para
pemimpin yang diharapkan menjadi panutan ternyata sebaliknya. Terbukti ketika
Pemilihan Umum tanggal 9 April 2009 lalu, partisipasi masyarakat dalam
menyalurkan aspirasi politiknya dinilai sangat kurang maksimal. Jutaan warga
negara tidak ikut memilih calon wakilnya (caleg) atau golput, terlepas apakah
mereka tidak tercatat dalap Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau tidak, yang jelas
rakyat kecewa dan sakit hati. Sudah bukan berita lagi apabila terdengar
informasi dari media cetak atau elektronik perihal prilaku negatif para pemimpin
negeri yang bergelar zamrud khatulistiwa. Lagi-lagi seorang pejabat Negara
diperiksa KPK/Kejaksaan karena kasus penyelewengan yang merugikan negara
milyaran bahkan triliunan. Begitu juga sering terdengar, lagi-lagi seorang
pejabat negara terjerat kasus amoral: pelecehan seksual, Bandar judi, backing
narkoba dan lain sebagainya.
Pada saat para oknum pemimpin
kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang beradab, masyarakat dibuat bimbang.
Sesungguhnya figur pemimpin seperti siapa yang harus diikuti segala prilakunya
sebagai uswatun hasanah. Kalau melihat yang A seperti itu, lalu melihat
yang B juga demikian. Akibat dari prilaku negatif para pemimpin, masyarakat
sudah tidak mau lagi mendengar manuver-manuvernya atau mungkin membeli
dagangan-dagangannya. Karena semua yang mereka lakukan adalah sebuah
kemunafikan. Ibarat seekor binatang, mereka adalah monyet yang hidup di hutan
belantara. Ketka monyet itu lapar dia turun ke bawah mencari makanan. Tetapi
ketika perutnya kenyang, dia naik di atas singgasana kekuasaannya. Pada saat
itulah sang monyet melupakan asal-usul makanannya. Demikian sama halnya yang
dialami oleh para pemimpin negeri ini.
Solusi Islam
Setiap muslim diperintahkan untuk berlaku amanah dan
memiliki akhlak yang baik serta sifat yang terpuji. Karena barangsiapa yang
melakukan sifat-sifat tersebut, niscaya ia diberi balasan yang baik, di dunia
maupun di akhirat. Dan barangsiapa yang meninggalkan khianat dan menipu karena
Allah dengan segenap kejujuran dan keikhlasan, niscaya Allah mengganti hal tersebut
dengan kebaikan yang banyak. Seorang sahabat nabi Saw. Abu Hurairah ra.
meriwayatkan, Rasulullah Saw. bersabda: ''Ada
seorang laki-laki yang membeli tanah perkebunan dari orang lain. Tiba-tiba
orang yang membeli tanah perkebunan tersebut menemukan sebuah guci yang di
dalamnya terdapat emas. Maka ia berkata kepada penjualnya,”'Ambillah emasmu
dariku, sebab aku hanya membeli tanah perkebunan, tidak membeli emas!, Orang
yang memiliki tanah itu pun menjawab, “Aku menjual tanah itu berikut apa yang
ada di dalamnya”. Lalu keduanya meminta keputusan hukum kepada orang lain.
Orang itu berkata, “Apakah kalian berdua memiliki anak? Salah seorang dari
mereka berkata, “Aku memiliki seorang anak laki-laki”. Yang lain berkata, “Aku
memiliki seorang puteri”. Orang itu lalu berkata, “Nikahkanlah anak
laki-laki(mu) dengan puteri(nya) dan nafkahkanlah kepada keduanya dari emas itu
dan bersedekahlah kalian dari padanya!”.' (HR. Al-Bukhari dalam Akhbar Bani
Israil, dan Muslim).
Dalam riwayat lain diceritakan Dari Abu Hurairah ra. dari
Rasulullah Saw. bersabda bahwasanya beliau menyebutkan seorang laki-laki dari
Bani Israil yang meminta orang Bani Israil lainnya agar memberinya hutang
sebesar 1000 dinar. Lalu orang yang menghutanginya berkata, “Datangkanlah
beberapa saksi agar mereka menyaksikan (hutangmu ini)”. Ia menjawab, “Cukuplah
Allah sebagai saksi bagiku!, Orang itu berkata, “Datangkanlah seseorang yang
menjamin(mu)!, Ia menjawab, “Cukuplah Allah yang menjaminku!, Orang yang akan
menghutanginya pun lalu berkata, “Engkau benar!, Maka uang itu diberikan
kepadanya (untuk dibayar) pada waktu yang telah ditentukan. (Setelah lama)
orang yang berhutang itu pun pergi berlayar untuk suatu keperluannya. Lalu ia
mencari kapal yang bisa mengantarnya karena hutangnya telah jatuh tempo, tetapi
ia tidak mendapatkan kapal tersebut. Maka ia pun mengambil kayu yang kemudian
ia lubangi, dan dimasukkannya uang 1000 dinar di dalamnya berikut surat kepada pemiliknya.
Lalu ia meratakan dan memperbaiki letaknya. Selanjutnya ia menuju ke laut
seraya berkata, “Ya Allah, sungguh Engkau telah mengetahui bahwa aku meminjam
uang kepada si fulan sebanyak 1000 dinar. Ia memintaku seorang penjamin, maka
aku katakan cukuplah Allah sebagai penjamin, dan ia pun rela dengannya. Ia juga
meminta kepadaku saksi, maka aku katakan, cukuplah Allah sebagai saksi, dan ia
pun rela dengannya. Sungguh aku telah berusaha keras untuk mendapatkan kapal
untuk mengirimkan kepadanya uang yang telah diberikannya kepadaku, tetapi aku
tidak mendapatkan kapal itu. Karena itu, aku titipkan ia kepadaMu”, Lalu ia
melemparnya ke laut sehingga terapung-apung, lalu ia pulang. Adapun orang yang
memberi hutang itu, maka ia mencari kapal yang datang ke negerinya. Maka ia pun
keluar rumah untuk melihat-lihat barangkali ada kapal yang membawa titipan
uangnya. Tetapi tiba-tiba ia menemukan kayu yang di dalamnya terdapat uang. Ia
lalu mengambilnya sebagai kayu bakar untuk isterinya. Namun, ketika ia membelah
kayu tersebut, ia mendapatkan uang berikut sepucuk surat . Setelah itu, datanglah orang yang
berhutang kepadanya. Ia membawa uang 1000 dinar seraya berkata, “Demi Allah,
aku terus berusaha untuk mendapatkan kapal agar bisa sampai kepadamu dengan
uangmu, tetapi aku sama sekali tidak mendapatkan kapal sebelum yang aku
tumpangi sekarang!, Orang yang menghutanginya berkata, “Bukankah engkau telah
mengirimkan uang itu dengan sesuatu?, Ia menjawab, “Bukankah aku telah
beritahukan kepadamu bahwa aku tidak mendapatkan kapal sebelum yang aku
tumpangi sekarang?, Orang yang menghutanginya mengabarkan, “Sesungguhnya Allah
telah menunaikan apa yang engkau kirimkan kepadaku melalui kayu. Karena itu
bawalah uang 1000 dinarmu kembali dengan beruntung!.
Dua riwayat hadits di atas memberikan motivasi kepada
setiap insan agar dalam hidup ini senantiasa memelihara amanah (kepercayaan)
dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, walaupun dirasakan sangat berat. Apabila
para pemimpin memiliki kedua sifat tersebut, insya Allah akan dicintai
rakyatnya. Dan mustahil akan dikejar-kejar oleh pihak kepolisian dan KPK sebagai tersangka dalam
kasus hukum. Demikianlah gambaran pemimpin yang adil. Semoga negeri ini segera
bangkit dari keterpurukan. Amiin
*Mursana, M.Ag. : Ketua
Pokjaluh Kandepag Kab. Cirebon ,
alumni Pesantren Darussalam Ciamis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar