MEMBANGUN CITRA DEPARTEMEN
AGAMA
( Sebuah Refleksi HAB Depag ke-64 )
Oleh: Mursana, M.Ag
(Ketua Pokjaluh Kandepag Kab.Cirebon,
Alumni Pesantren Darussalam Ciamis)
Tepat pada tanggal 03 Januari
2010 Departemen Agama Republik Indonesia memperingati Hari Amal Bhakti ( HAB )
ke 64. Dalam perjalanannya, dari masa ke masa, Departemen Agama tidak selamanya
mulus. Kritikan demi kritikan dari berbagai pihak, baik yang bernada membangun
maupun yang bernada melecehkan senantiasa menghampirinya. Namun berkat
kegigihan dan kesabaran para pendirinya, Departemen ini masih berdiri tegak
sampai sekarang ini.
Sejarah berdirinya Departemen
Agama tidak lepas dari peran para Kyai Pondok Pesantren. Maka tidak heran kalau
para pendiri dan menteri-menteri yang pernah menduduki Departemen ini adalah
para Kyai atau jebolan pondok pesantren. Sebut saja misalnya: KH. Abu
Dardiri dan KH. Sholeh Su’ady sebagai penggagas dibentuknya suatu kementerian
yang menangani khusus bidang keagamaan. Adapun para menteri yang pernah
menduduki Departemen yang mengurusi masalah agama di Negeri ini misalnya: HM.
Rasyidi, KH. Fathurrahman Kafrawi, KH. Masykur,
KH.A.Wahid Hasyim, KH.R.Faqih Usman, KH. Moh.Ilyas, KH.Wahib Wahab, KH.Saifudin
Zuhri, KH.Moh. Dachlan, sampai dengan menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu
jilid II, hampir rata-rata para Kyai atau pernah belajar di Pondok Pesantren.
Kini Departemen Agama Republik
Indonesia sudah berusia 64 tahun sejak berdiri. Sebuah usia yang mestinya cukup
matang, dewasa, dan berpengalaman dalam mengurus masalah keagamaan di negeri
yang beraneka suku, agama, ras, dan adat istiadat. Permasalahan kerukunan umat
beragama, baik inter maupun antar umat beragama merupakan masalah paling serius
untuk segera ditangani dengan tepat sasaran. Kasus penodaan agama oleh
Ahmadiyah dan munculnya berbagai aliran sesat, walaupun persoalan ini sudah
dianggap selesai, jangan lupa pengawasannya, sebab suatu saat nanti kasus
penodaan agama dan munculnya aliran sesat bakal muncul lagi yang berakibat kerukunan
umat beragama ternoda dan menimbulkan ketidak stabilan keamanan. Masalah KKN di
Departemen ini yang masih menjadi sorotan publik, nampaknya masih kental. Pakta
Integritas dan sumpah jabatan masih dalam tataran teori, sedangkan
pengamalannya, tidak ada bedanya dengan Departemen lain. Masalah logo Ikhlas
Beramal, kenyataannya para pejabat mau bekerja ikhlas kalau diberi bayaran yang
banyak. Kalau tidak, terpaksa bekerja seikhlasnya. Juga masalah Penyelenggaraan
Haji dan Umroh setiap tahun mengalami kekisruhan. Inilah barangkali beberapa
contoh kasus yang membuat Departemen Agama hilang kepercayaannya di mata umat.
Hal ini harus menjadi pekerjaan rumah (PR) prioritas Menteri Agama RI yang baru
(Bapak Drs. Suryadarma Ali) untuk mengembalikan Citra Departemen Agama di mata
Umat.
Ada beberapa langkah prinsip
yang harus dilakukan oleh Keluarga Besar Departemen Agama dalam rangka
mengembalikan Citra Departemen ini khususnya di Wilayah Jawa Barat, diantaranya
adalah sebagai berikut:
Pertama, memahami Visi dan
Misi Depaertemen Agama RI sebagai titik tolak ukur dalam bekerja. Visi
Departemen Agama RI adalah Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat
beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah
NKRI. Sedangkan Misinya adalah: 1) Meningkatkan kualitas bimbingan,
pemahaman, pengamalan dan pelayanan kehidupan beragama, 2) Meningkatkan
penghayatan moral dan etika keagamaan, 3) Meningkatkan kualitas pendidikan umat
beragama, 4) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji, 5) Memberdayakan umat
beragama dan lembaga keagamaan, 6) Memperkokoh kerukunan umat beragama, dan 7) Mengembangkan
keselarasan pemahaman keagamaan dengan wawasan kebangsaan Indonesia.
Untuk mendukung Visi dan Misi
tersebut, maka seyogianya Karyawan Depag harus memiliki beberapa kriteria,
diantaranya adalah: menjadi tauladan yang baik dalam hal keimanan dan ketaqwaan. Ciri Karyawan Depag yang beriman ialah karyawan yang mau diatur oleh
Undang-undang atau peraturan dengan dicontohi oleh para pimpinannya. Sedangkan
Taqwa ialah sikap hidup karyawan Depag yang diwujudkan dalam tata ucap dan
prilaku menuju ridho Allah. Untuk itu dalam berbagai pertemuan Kepala Kantor Wilayah
Departemen Agama Propinsi Jawa Barat selalu menyampaikan dalam pidatonya bahwa
”Jika tidak bisa berbuat baik; jangan berbuat salah. Maknanya adalah setiap
karyawan Depag haram hukumnya melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan
wewenang.
Kedua, memahami Makna Logo Depag Ikhlas Beramal. Setiap karyawan Depag,
tentunya dengan dicontohi pimpinannya, hendaklah senantiasa bekerja melayani
umat dengan tulus ikhlas. Karena memang dibayar setiap bulan untuk melayani
umat dengan bersungguh hati. Jangan sampai ada ungkapan yang muncul dari umat
bahwa ada oknum pegawai Depag yang mau bekerja / beramal dengan ikhlas kalau
dibayar banyak. Tetapi kalau tidak, terpaksa beramal seikhlasnya.
Ketiga, menyadari tugas PNS sebagai Abdi Negara. Tugas PNS adalah sebagai
Abdi Negara. Abdi Negara berarti pelayan umat. Setiap karyawan Depag, baik staff
atau pelaksana maupun pimpinannya berkewajiban melayani umat dengan
sebaik-baiknya. Bukan sebaliknya, yakni hanya mau dilayani saja.
Keempat, mencetak kader pemimpin professional dari karyawan berprestasi sesuai
bidangnya. Pemimpin yang baik tentunya selalu memberikan perhatian khusus
kepada kader yang berprestasi dan mengangkatnya sebagai calon pemimpin masa
depan, bukan karena melihat kedekatannya, familinya, atau karena ketebalan isi
kantongnya. Sebab apabila sembrono mengangkat seseorang yang tidak ahli
dibidangnya, maka Departemen ini akan hilang wibawahnya di mata publik.
Kelima, memiliki jiwa qana’ah dan menghindari tamak terhadap harta. Inilah
ajaran Islam yang disosialisasikan oleh para Kyai Pondok Pesantren sebagai
pendiri Departemen ini. Nampaknya kedua sifat ini sudah tidak diminati lagi
oleh sebagian karyawan Depag. Sehingga pungutan liar di Departemen ini masih
kerap terjadi. Misalnya pungutan dana taktik dari setiap acara pernikahan yang
tidak jelas penggunaannya, pemotongan gaji dan uang lauk pauk karyawan tanpa
meminta ridho (istirdho) dari pemiliknya. Bentuk-bentuk ketamakan inilah yang
akan membawa citra buruk Departemen yang didirikan oleh para Kyai Pondok
Pesantren ini. Oleh karena itu waspadalah, jangan sampai seorang pemimpin salah
menempatkan orang dalam bekerja. Para Kyai tidak akan rela kalau Departemen
yang didirikan dengan susah payah ini hancur oleh oknum sebagian karyawan yang
tidak mengerti pesan-pesan ajaran agama.
Keenam, besarkan Departemen Agama. Setiap karyawan Depag berkewajiban
membesarkan Departemennya. Misalnya, dengan menyekolahkan anak-anaknya di MI,
MTs, MA, STAIN, IAIN atau UIN. Yang
terjadi sekarang adalah sebaliknya, mereka lebih senang dan bangga
menyekolahkan putra-putrinya di lembaga yang berada di naungan Diknas daripada
Depag itu sendiri. Juga petugas Assesor angka kredit, kenapa lebih bangga
mengambil dari Departemen lain? Apakah di Depag kekurangan para pakar? Sungguh
sangat ironis.
Demikian beberapa prinsip yang
harus diperhatikan oleh keluarga besar Departemen Agama dalam rangka membangun
Citra Departemen Agama RI, khususnya di Wilayah Propinsi Jawa barat. Semoga
diusianya yang ke 64 Depag semakin eksis dan kokoh di mata umat. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar