KARTINI
PENDOBRAK SISTEM HAREEM
Oleh
: Mursana, M.Ag
Baru-baru ini masyarakat Indonesia disajikan Sinetron
berjudul Hareem yang sangat menggemaskan sekaligus menghinakan bagi Kaum
Wanita dan sejumlah Tokoh Islam. Sinetron ini ditayangkan setiap hari pukul
19.30 wib. di salah satu Televisi Swasta Nasional. Dalam sinetron ini
digambarkan seorang kaya raya bernama Kanjeng Doso yang beristri empat orang,
yakni ummi Desy, Ita, Najwa, dan Inayah. Mereka hidup dalam Singgasana Istana
Kanjeng doso yang sangat megah. Akan tetapi suasana dalam Istana tersebut tidak
semegah namanya. Setiap hari rumah tangga Kanjeng Doso selalu diwarnai
pertengkaran akibat fitnah yang dilontarkan ke Arena rumah tangga itu oleh ummi
Desy. Hal ini terjadi karena motivasi menikahi kanjeng Doso adalah karena ingin
menguasai semua harta Kanjeng Doso. Juga diceritakan, bahwa yang namanya kaum
wanita atau istri itu adalah makhluk yang sangat hina drajatnya, karena ia
hanya sebagai pelengkap hidup di dunia yaitu sebagai pengumbar dan pelayan nafsu
perut dan bawah perut kaum lelaki di tempat tidur dengan sistem hareemnya.
Setiap hari istri-istrinya dijadikan sebagai babu untuk mengurusi makanan dan
melayani nafsu biologis suaminya.
Sejumlah Tokoh Islam memprotes keberadaan Sinetron ini,
karena di dalamnya banyak memakai simbol-simbol keislaman seperti jilbab, peci
haji, sebutan ummi untuk seorang ibu, dan lain-lain, padahal isinya sangat
bertentangan dengan nilai-nilai
keislaman. Islam seolah-olah agama yang melegalkan seorang perempuan itu hanya
berperan sebagai batur sesumur, batur sedapur dan batur sekasur
saja. Sementara hak-haknya sebagai hamba Allah dan sebagai warga Negara
diabaikan. Oleh karenanya banyak kalangan Santri dan Cendekiawan Muslim yang
tidak setuju dengan penayangan Sinetron ini, sebab dianggap melecehkan Islam.
Cerita sinetron di atas mengilustrasikan tentang
gambaran kaum wanita masa lampau, walaupun jaman sekarang juga masih ada di
daerah-daerah tertentu. Masih ingat dalam sejarah Islam, suatu hari sahabat
Umar bin Khathab sedang sendirian di suatu tempat, ia terkadang menangis
terkadang tertawa. Lalu ia ditanya oleh sahabat lainnya, kenapa engkau
terkadang menangis dan terkadang tertawa? Ia menjawab: aku menangis bila
teringat perbuatanku pada zaman jahiliyah (sebelum masuk Islam), dimana aku sering melakukan
kebodohan: aku membunuh anak perempuanku sendiri dengan cara mengubur
hidup-hidup, karena aku takut malu punya anak perempuan. Lalu kenapa engkau
tertawa? Tanya sahabat itu. Ia menjawab: pada jaman jahiliyah aku sering menyembah
berhala yang kubuat sendiri dari roti. Berhala itu terkadang kusembah, tetapi
di saat aku lapar berhala itu aku makan. Inilah yang membuat aku ini tertawa.
Itulah sepenggal kisah kaum perempuan pada zaman jahiliyah, betapa rendahnya
drajat seorang perempuan dibanding kaum lelaki, sehingga setiap orang tua yang
melahirkan anak perempuan dianggap aib, karena anak perempuan tidak bisa perang
dan tidak bisa berperan aktif di dunia
politik, sosial, dan hukum secara lebih leluasa dibanding kaum laki-laki. Namun
setelah nabi Muhammad Saw. lahir ke dunia dengan membawa misi Islam Rahmatal
lil’alamiin keadaan jauh berubah. Islam adalah agama yang mengajarkan agar
umatnya menghargai kaum perempuan.
Sebagaimana tertulis dalam kitab hadits Riyadhus Shalihin, nabi Muhammad Saw.
bersabda,
“Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang
paling indah akhlaknya. Sedangkan yang paling baik diantara mereka adalah yang
paling baik memperlakukan wanita”.( HR. Abu Daud )
Mengenal Perjuangan Kartini
Limabelas abad setelah nabi Muhammad Saw. lahir dengan
membawa misi Islam Rahmatan lil’alamiin, di Indonesia muncullah seorang
sosok Srikandi yang mendobrak sistem hareem yaitu Raden Ajeng Kartini. Kebetulan Ia
lahir pada tanggal yang sama dengan lahirnya
nabi Muhammad Saw. yakni tanggal 21 April 1879 M. di Desa Mayong
Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Peranannya di negeri ini sebagai pahlawan pembebas kaum wanita dari kegelapan
menuju terang benderang (habis gelap terbitlah terang). Sedangkan nabi
Muhammad Saw. lahir pada tanggal 21 April 571 di Makkah. KehadiranNya ke dunia
ini disebutkan dalam alQur’an sebagai pembawa penerang dari kegelapan (minaz
zhulumati ilan nuur).
Raden Ajeng Kartini lahir dari pasangan Raden Mas
Adipati Ario Sosroningrat seorang Bupati Jepara dengan seorang Ibu bernama
Ngasirah dari Jepara. Sedangkan kakeknya bernama Pangeran Ario Tjondronegoro IV
juga seorang Bupati (Demak). Sejak kecil Ia hidup di lingkungan keluarganya
yang sangat disiplin. Disamping belajar di Sekolah Formal saat itu, Ia juga
belajar di Rumahnya dengan mendatangkan guru dari luar. Tidak ketinggalan
Pendidikan Agama Islam dan Akhlak juga ditanamkan oleh kedua orang tuanya, maka
jangan heran apabila Ia itu tergolong anak yang cerdas. Walaupun telah belajar
banyak hal, tetapi Ia tidak boleh menghilangkan budaya Jawa. Demikian yang
diterapkan oleh keluarganya sejak Ia masih kecil.
Setelah selesai menjalani masa pingitan, Ia memberanikan
diri untuk keluar dari Rumahnya sekedar melihat keadaan lingkungan di dunia
luar keluarganya. Dari sinilah Ia melihat dan mengamati kaumnya secara real,
bahwa kaum wanita saat itu sangat memprihatinkan karena terpasung oleh budaya
Jawa yang sangat kental. Dalam budaya Jawa seorang perempuan tidak usah sekolah
terlalu tinggi, tidak usah terlalu ngotot ingin berperan aktif di dunia
sosial, politik, maupun hukum. Karena, akhirnya seorang perempuan pasti akan
berujung di Dapur, Sumur, dan Kasur.
Melihat fenomena kaum perempuan Jawa pada waktu itu,
Kartini banyak bertafakkur. Apa benar peran seorang perempuan hanya sebatas di
Dapur, Sumur, dan Kasur saja? Kegelisahan seperti inilah yang membuat Kartini
lebih semangat lagi belajar sehingga akhirnya menemukan bahwa tugas laki-laki
dan perempuan itu sama, baik sebagai hamba Allah maupun perannya di Masyarakat.
Berangkat dari pemikiran inilah Kartini bertekad untuk
memperjuangkan nasib kaum perempuan Indonesia agar sejajar dengan kaum
perempuan lainnya di dunia. Paling tidak ada tiga hal yang diperjuangkan
Kartini untuk mengangkat derajat kaum perempuan Indonesia . Diantaranya adalah
sebagai berikut:
Pertama, Emansipasi
wanita. RA.Kartini berpendapat bahwa antara kaum pria dan wanita mempunyai
persamaan hak dan kewajiban sebagai warga Negara Indonesia . Artinya adalah apa yang
bisa dilakukan oleh seorang pria di negeri ini berarti juga bisa dilakukan oleh
seorang wanita. Kalau seorang pria bisa menduduki jabatan apa saja, kenapa
seorang wanita tidak? Asal dia mempunyai kompetensi dan kredibelitas yang
tinggi. Saat ini jerih payah dan perjuangan RA.Kartini sudah bisa dinikmati
oleh Kartini-Kartini lain pada abad reformasi ini. Terbukti dengan menjadi
presidennya seorang Megawati Soekarno Putri, dan banyaknya Kepala Daerah,
Mentri, dan lain sebagainya yang berasal dari kaum hawa. Kini peranan kaum perempuan lebih luas lagi tidak
hanya di kalangan sipil, tetapi juga di kalangan militer dan kepolisian, tidak
sebatas di Dapur, Sumur, dan Kasur saja.
Kedua, Pendidikan
untuk Kaum Perempuan. RA.Kartini berpandangan bahwa pendidikan adalah modal
utama untuk kemajuan suatu bangsa. Islam mengajarkan bahwa wanita adalah tiang
suatu Negara. Apabila wanita itu baik, maka baiklah Negara itu. Tetapi apabila
wanita itu jelek, maka hancurlah Negara itu. Dari argumentasi inilah, Ia
bertekad bahwa kaum perempuan Indonesia
harus mengenyam pendidikan supaya pandai dan sejajar dengan perempuan lain di
dunia. Pendidikan bukan hanya milik kaum lelaki dan kaum yang berduit saja,
tetapi pendidikan adalah milik semua kaum termasuk kaum perempuan. Demikian
cita-cita RA.Kartini yang begitu agung, sehingga sekarang atas jasanya,
perempuan-perempuan Indonesia
sudah sejajar dengan kaum laki-laki dalam menikmati pendidikan. Bahkan sudah
banyak srikandi Indonesia
yang menimba ilmu sampai ke luar negeri untuk memajukan bangsa ini. Terima
kasih Kartini, semoga jasa-jasanya dibalas oleh Allah dengan sorgaNya yang
agung. Amiin.
Ketiga, Kebangsaan.
RA.Kartini berprinsip bahwa perempuan Indonesia harus bisa berperan aktif
untuk bangsa, apapun statusnya dan di manapun keberadaannya. Karena siapa lagi yang
akan memajukan bangsa ini kalau bukan perempuan Indonesia . Yang professional di
bidang olah raga, silahkan berjuang di
bidang olah raga untuk mengharumkan bangsa, sehingga sampai tingkat dunia,
seperti piala uber cup. Bagi yang ahli di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK), berjuanglah di bidang IPTEK untuk kemajuan bangsa. Dan siapa yang
cakap di bidang politik, hukum, sosial, dan seni budaya, berjuanglah dibidang
ini, demi kemajuan untuk mengangkat drajat dan martabat sebuah bangsa.
Untuk mengenang jasa-jasanya, setiap tanggal 21 April
kaum perempuan bangsa Indonesia
memperingati tanggal tersebut sebagai hari Kartini. Kini Kartini telah tiada,
semoga semangat dan tekad perjuangan Kartini masih tetap menyala dan melekat di
hati kaum perempuan Indonesia ,
bukan sebaliknya. Misalnya dulu Kartini anak pingitan, pada masa
reformasi berubah menjadi anak pungutan, lihat kasus traffiking. Dulu
masa Kartini kawin paksa, sekarang malah berubah menjadi maksa kawin (kumpul
kebo),dengan mengesampingkan nilai-nilai agama. Andaikan Kartini masih
hidup, pasti Ia akan marah melihat keadaan perempuan Indonesia sekarang yang sudah
banyak menyimpang dari nilai-nilai agama dan budaya bangsa yang luhur. Semoga.
* Mursana, M.Ag. : Ketua
Pokjaluh Kandepag Kab. Cirebon, alumni Pesantren Darussalam Ciamis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar