MEMBUMIKAN PESAN
MORAL SUNAN GUNUNGJATI
(
Renungan Menyambut Hari Jadi Kab. Cirebon
ke-527 Tahun 2009 )
Oleh : Mursana, M.Ag
Peringatan hari jadi Kabupaten Cirebon tahun 2009
nampaknya bebeda dengan dengan peringatan tahun-tahun sebelumnya, karena pada
tahun ini acara akan dilaksanakan persis seminggu menjelang pesta demokrasi
nasional yakni Pemilihan Umum. Hari jadi Kabupaten Cirebon jatuh pada tanggal 2
April 2009, sedangkan Pemilihan Umum diselenggarakan pada tanggal 9 April 2009.
Berbagai atribut partai, calon Legislatif (caleg), dan tema hari jadi
terpampang di mana-mana.
Dalam usianya yang ke-527, masyarakat berharap banyak
kepada Kepala Daerah dan para calon wakil rakyat agar selalu memperjuangkan
daerah yang dijuluki Kota Wali ini subur, makmur, dan semakin sejahtera. Berbagai
obrolan kecil pun di warung-warung kopi, Pos Kamling, Kantor, Majelis Taklim
dan tempat kumpulan lainnya, nampaknya sudah mulai heboh membicarakan tentang
siapa kira-kira calon wakil rakyat yang pantas untuk mewakili Kabupaten Cirebon,
baik di tingkat pusat maupun daerah? Mayoritas ibu-ibu pengajian di majelis
taklim berpendapat, “Siapapun yang akan menjadi wakil rakyat, yang penting
adalah harus bisa mensejahterakan warga Cirebon .”
Menurut mereka kondisi masyarakat saat ini betul-betul memprihatinkan di mana
harga sembako naik terus, lapangan kerja semakin sulit, serta biaya kesehatan
yang tidak terjangkau oleh masyarakat kecil.
Melihat kondisi masyarakat seperti ini, beberapa orang
tokoh (caleg) yang akan berkompetisi merebutkan suara dalam pemilihan umum
mendatang sudah mulai berkampanye dengan berbagai cara. Ada yang melakukan Road Show dari kampung ke kampung dengan dalih pembagian sumbangan
kepada para yatim piatu dan janda, ada pula yang melakukannya dengan cara cukup
memasang tanda gambarnya dengan motto perubahan melalui pamflet dan
spanduk yang dipasang pada tihang listrik, tembok, pepohonan dan jalan-jalan
keramaian. Bahkan ada juga yang melakukannya dengan cara memasang iklan melalui
media massa . Pastinya, pesta pemilihan umum tahun
2009 mendatang bakal ramai.
Melalui tulisan ini, penulis menghimbau kepada seluruh
warga masyarakat Kabupaten Cirebon agar tidak terjebak dan terhipnotis dengan
janji-janji dan program yang muluk-muluk
dari masing-masing caleg tersebut. Sudah menjadi tradisi dalam kampanye itu,
seorang caleg biasanya menawarkan barang
dagangannya dengan bujukan, propaganda dan rayuan kepada para pembeli agar
mau membeli produk yang ia dagangkan.
Dengan demikian, apabila warga Kabupaten Cirebon
mengingnkan daerah ini aman, sejahtera masyarakatnya (ekonomi, pendidikan,
kesehatan terpenuhi), subur tanahnya dan makmur kehidupan rakyatnya, maka
pilihlah calon wakil rakyat yang sudah terbukti melaksanakan wasiat sang
Waliyullah tersebut.
Makna Wasiat Sunan Gunung
Jati
Dalam menyambut hari jadi Kabupaten Cirebon ke 527 tahun
2009 diharapkan agar seluruh warga masyarakat memahami dan membumikan
(mengaktualisasikan) apa makna sesungguhnya di balik wasiat “Ingsun titip Tajug lan Fakir Miskin”
sehingga Beliau berhasil memimpin Cirebon. Dalam tulisan sederhana ini akan
diuraikan secara jelas pemahaman makna dari wasiat kanjeng sinuhun, sebagai
berikut:
Pertama, Ingsun titip Tajug. Beliau berpesan agar wong Cerbon selalu memelihara Tajug. Tajug adalah masjid tempat
umat Islam melakukan ibadah ritual (Mahdhoh) seperti sholat lima waktu : Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’
dan Subuh. Di manapun dan dalam keadaan apapun wong Cerbon, jangan pernah meremehkan, apalagi melupakan tajug.
Tajug harus dimakmurkan dengan kegiatan ibadah ritual seperti sholat dan dzikir
dan ibadah sosial seperti pemberdayaan umat melalui pendidikan Madrasah
Diniyah, Majelis Ta’lim, TKQ dan TPQ, juga melalui pengembangan ekonomi
ke-umatan. Tentu saja harus diawali oleh para Wakil Rakyat, Bupati dan
jajarannya termasuk para Kepala Dinas yang ada di bawahnya. Bagaimanapun juga
mereka itu adalah seorang Imam yang harus diikuti
dan diamini segala program dan
aksinya oleh makmum/rakyat.
Pada masa Khulafaur Rosyidin, Abu Bakar As-Shidiq kenapa
terpilih oleh para shahabat lainnya sebagai khalifah/pengganti Rasulullah Saw.?
Karena didasarkan kepada suatu peristiwa ketika Rasulullah Saw. tidak berangkat
ke masjid beberapa hari (sebab sakit), lalu Beliau menyuruh Abu Bakar As-Shidiq
untuk menjadi Imam Masjid sebagai pengganti-Nya. Berdasarkan dari kepemimpinan
sholat dan manajement masjid inilah Abu Bakar terpilih sebagai seorang pemimpin
pengganti Rasulullah Saw.. Dan ternyata Dia sukses mengemban tugas ini,
sehingga Islam berkembang sangat cepat sampai ke luar negeri Arab.
Hikmah apa yang bisa dipetik dari kepemimpinan sholat
dan manajemen masjid? 1) Kedisiplinan
(almatiin) waktu dalam menjalankan tugas. Bisa dilihat, bagaimana giatnya umat
Islam menjalankan ibadah sholat, bila waktu telah tiba, baik di waktu siang
maupun malam. Karena sholat harus didirikan pada waktunya, begitu kata firman
Allah Swt. dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Juga disiplin dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsi antara Imam dan Makmum. Kewajiban makmum adalah mengikuti
program dan kebijakan seorang Imam. Maka jika Imam berdiri, makmum juga harus
berdiri. Imam sujud, makmum juga harus sujud.
Begitu juga jika Imam duduk, makmum juga harus duduk dan
seterusnya. Belajar dari sholat inilah seorang pemimpin dan yang dipimpin harus
disiplin waktu dalam menjalankan tugas sesuai dengan tugas dan fungsinya
masing-masing. Kedisiplinan saja tidak cukup, maka harus dibarengi dengan yang ke 2) Tanggung
jawab (Al-Wakiil) dalam menjalankan tugas. Orang yang sholat sangat
bertanggung jawab, karena kelak sholatnya itu akan dimintai pertanggungjawaban
pada hari akhir nanti. Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW, bahwa amal yang
paling pertama ditanya pada hari kiamat adalah sholat, bila sholatnya baik maka
baiklah amalan yang lain. Bila sholatnya jelek maka jeleklah amalan yang lain.
Seorang pemimpin harus bertanggung jawab kepada rakyat, dengan melaksanakan
tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Ini
terlihat dalam sholat, ketika Imam harus bertanggungjawab kepada para
jama’ahnya sesuai dengan tuntunan syari’at Islam. 3) Menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran (Al-Mu’min). Di
dalam sholat diajarkan agar setiap orang Islam menjunjung tinggi nilai-nilai
kejujuran, hal ini bisa dirasakan ketika seseorang melaksanakan sholat, ia
tidak berani sedikitpun untuk mengurangi atau menambahi roka’at sholat. Inilah
perwujudan dari nilai-nilai kejujuran. Kejujuran seorang pemimpin sangat
dibutuhkan untuk mensejahterakan rakyat. Krisis multidimensi yang melanda
negeri ini disebabkan karena hilangnya nilai-nilai kejujuran di kalangan para
pemimpin. 4) Bekerjasama (al jami’).
Ibarat mendirikan sebuah bangunan, diperlukan kerjasama yang baik dengan
berbagai pihak agar bangunan itu bisa selesai dengan sempurna. Begitu halnya
dengan mendirikan sholat berjama’ah, diperlukan juga kerja sama antara Muadzin,
Imam dan Ma’mum. Seorang pemimpin tidak ada apa-apanya tanpa adanya kerjasama
dengan bawahannya. 5) Menegakkan keadailan
(al’adlu). Bagi jama’ah shalat yang datang lebih dulu maka barisannya (shaf)
menempati jajaran paling depan. Sedangkan bagi jama’ah yang datangnya terlambat
harus menempati jajaran paling belakang. Ketika Imam sujud, semua jama’ah
(ma’mum) wajib sujud apapun status sosialnya di masyarakat. Demikian juga
ketika Imam berdiri, ruku, atau gerakan shalat lainnya, dalam keadaan apapun,
ma’mum wajib mengikuti Imam. Termasuk keadilan dalam sholat lainnya adalah
adanya dispensasi (rukhshah). Seperti ketika seorang mau melakukan perjalanan
jauh, maka ia boleh melaksanakannya dengan dijama’ (digabungkan 2 sholat :
Zhuhur dengan Asar dan Magrib dengan Isya’) atau bisa saja dengan menggunakan Qashar
(menyingkat bangsa empat roka’at menjadi rua roka’at). Seorang pemimpin tidak
boleh tebang pilih dalam mengambil kebijakan. Walaupun ketika Pemilihan Umum
atau Kepala Daerah ada beberapa wilayah yang tidak memilihnya, maka ketika
menjadi seorang Wakil Rakyat atau Bupati dan wakilnya tidak boleh memarjinalkan
wilayah tersebut. Jadi harus bersikap adil dan tidak ada diskriminatif. 6)
Mempunyai visi ke depan (al-akhir).
Visi di dalam sholat adalah Assalam (kesejahteraan dan kedamaian). Seorang Wakil
Rakyat atau Bupati harus bisa dan mampu mensejahterakan rakyat dan menjadikan
daerahnya aman dan damai sehingga masyarakat kondusif. 7) Mempunyai kepedulian yang tinggi (Assami’ dan al
bashiir).
Imam harus
melihat dan mendengar keadaan jamaahnya. Lafadz “Amiin” diucapkan ma’mum adalah
symbol suara rakyat harus didengar. Sedangkan lafadz “salam” dengan menengokkan
kepala ke kanan dan ke kiri adalah symbol seorang Wakil Rakyat atau Bupati
harus bisa melihat keadaan rakyatnya (peduli). Setelah melihat dan mendengar
lalu bagaimana solusinya memecahkan problematika sosial ini. 8) Demokrasi harus dipelihara. Ketika Imam
itu salah atau lupa dalam gerakan sholat, lalu ma’mum mengingatkannya dengan
bacaan “Subhanallah” maka Imam harus memperhatikan aspirasi ma’mum. Begitu pula
kalau Imam itu lalai dalam salah satu bacaan shalat dan makmum mengingatkannya,
maka Imam harus introspeksi diri dengan cara sujud sahwi. Seorang Wakil Rakyat
dan Bupati tidak boleh menutup mata dan telinga, harus bisa menerima apabila
dikritik atau diingatkan oleh rakyatnya. Jangan lupa Bupati juga manusia: bisa
benar, bisa juga salah.
Tajug adalah simbol kesinergian antara hamba dengan
Tuhannya dengan istilah al-Qur’annya hablum
minallah. Karena walaupun bagaimanapun hidup di dunia ini tanpa Allah tidak
ada apa-apanya.
Kedua, ingsun titip fakir miskin. Fakir miskin adalah simbol kesinergian
hubungan antara sesama manusia (hablum
minannas). Prioritas program utama Wakil Rakyat dan Bupati saat ini adalah
mengentaskan kemiskinan dengan cara memperbanyak lapangan pekerjaan: bangkitkan
kembali industri rotan, batik, sandal dan pertanian agar tidak banyak yang
menganggur. Prioritas kedua adalah menstabilkan Ekonomi Kerakyatan: turunkan
harga minyak dan sembilan bahan pokok makanan. Prioritas ketiga adalah
pendidikan dan kesehatan gratis untuk wong
cilik. Apabila wasiat Kanjeng Sinuhun ini benar-benar dilaksanakan oleh para
Wakil Rakyat dan Bupati saat ini, Insya Allah kabupaten Cirebon menjadi
kabupaten yang Baldatun Thayibatun wa
rabbun ghofuur (Daerah yang subur, makmur, aman, sejahtera, dan dalam
ampunan Allah). Sebaliknya bila pesan tersebut diabaikan, maka bersiap-siaplah
terkena musibah dan kehinaan. Seperti diungkapkan dalam al Qur’an : “Mereka
ditimpa kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang teguh
kepada tali agama Allah dan tali perjanjian dengan manusia” (Q.S Ali Imron :
112).
Demikianlah sebuah renungan, suara hati dan jeritan
rakyat kecil ini disampaikan dalam menyambut hari jadi Kabupaten Cirebon,
mudah-mudahan menjadi pencerahan kepada masyarakat agar tidak terpedaya dengan
janji-janji palsu para calon wakil rakyat. Jangan melihat bagaimana penampilan
para calon, tapi lihatlah visi dan misi mereka dengan dibuktikan aksi yang
nyata di lapangan. Apakah sejalan dengan wasiat Kanjeng Sinuhun atau tidak ?
Semoga.
* Mursana, M.Ag. : Ketua
Pokjaluh Kandepag Kab. Cirebon, alumni Pesantren Darussalam Ciamis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar