SHOLAT BAROMETER LEADERSHIP
(
KADO PERINGATAN ISRA’ DAN MI’RAJ
)
Oleh: Mursana, M.Ag*
Peristiwa Isra’ dan mi’raj adalah salah satu cara Allah Swt. untuk
menghibur hati nabi Muhammad Saw. yang sedang dalam keadaan sedih karena
ditinggalkan orang-orang yang dicintai yaitu pamanNya Abu Thalib dan istriNya
Siti Khadijah. Dalam peristiwa ini berbagai pengalaman hidup dan kehidupan
telah beliau dapatkan sebagai ‘ibrah untuk bekal dakwah. Kado yang
paling istimewa dari petualangan ini adalah perintah Shalat lima waktu.
Shalat merupakan inti dari ajaran Islam. Betapa pokoknya
shalat dalam ajaran Islam sehingga nabi Saw. mentamsilkan shalat sebagai tiang
agama: “Barangsiapa yang mendirikan shalat berarti menegakkan agama dan
barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti merobohkan agama”. Dalam
hadits nabi Saw. yang lain beliau
bersabda: “Apabila shalat itu baik maka baiklah amalan yang lain, tetapi
apabila shalat itu jelek maka jeleklah amalan yang lain “. Dari hadits
tersebut jelas sekali bahwa shalat merupakan barometer kepemimpinan (
leadership ) seseorang.
Berkenaan dengan itu, Kabupaten Cirebon pada bulan
Oktober 2008 besok akan mengadakan Pesta Pemilihan Kepala Daerah Langsung (
Pilkadasung ).
Berbagai obrolan kecil pun di warung-warung kopi, Pos
Kamling, Kantor, Majelis Taklim dan tempat kumpulan lainnya, nampaknya sudah
mulai heboh membicarakan tentang siapa kira-kira calon yang pantas untuk
memimpin Kabupaten Cirebon? Mayoritas ibu-ibu pengajian di majelis taklim
berpendapat, “Siapapun yang akan menjadi Bupati dan wakilnya, yang penting
adalah harus bisa menyejahterakan warga Cirebon .”
Menurut mereka kondisi masyarakat saat ini betul-betul memprihatinkan di mana
harga sembako naik terus, lapangan kerja semakin sulit, serta biaya kesehatan
yang tidak terjangkau oleh masyarakat kecil.
Melihat kondisi masyarakat seperti ini, beberapa orang
tokoh yang akan berkompetisi dalam pemilihan kepala daerah mendatang sudah
mulai berkampanye dengan berbagai cara. Ada
yang melakukan Road Show dari kampung
ke kampung dengan dalih pembagian sumbangan kepada para yatim piatu dan janda,
ada pula yang melakukannya dengan cara cukup memasang tanda gambarnya dengan
mottonya melalui pamflet dan spanduk yang dipasang pada tihang listrik dan
jalan-jalan keramaian. Bahkan ada juga yang melakukannya dengan cara memasang
iklan melalui media massa .
Pastinya, Pesta Pemilihan Kepala
Daerah Kabupaten Cirebon diprediksi bakal ramai melebihi Kotamadya kemarin.
Melalui tulisan ini, penulis menghimbau kepada seluruh
warga masyarakat Kabupaten Cirebon agar tidak terjebak dan terhipnotis dengan
janji-janji dan program yang muluk-muluk
dari masing-masing kandidat tersebut. Sudah menjadi tradisi dalam kampanye itu,
seorang calon pemimpin biasanya menawarkan barang
dagangannya dengan bujukan, propaganda dan rayuan kepada para pembeli agar
mau membeli produk yang ia dagangkan.
Dengan demikian, apabila warga Kabupaten Cirebon
mengingnkan daerah ini aman, sejahtera masyarakatnya (ekonomi, pendidikan,
kesehatan terpenuhi), subur tanahnya dan makmur kehidupan rakyatnya, maka
pilihlah calon pemimpin yang sudah terbukti melaksanakan wasiat sang Waliyullah
tersebut.
Makna Wasiat Sunan Gunung
Jati
Apa makna sesungguhnya di balik wasiat “Ingsun titip Tajug lan Fakir Miskin”
sehingga Beliau berhasil memimpin Cirebon .
Dalam tulisan ini akan diuraikan secara jelas pemahaman makna dari wasiat kanjeng sinuhun, sebagai berikut:
Pertama, Ingsun titip Tajug. Beliau berpesan agar wong Cirebon
selalu memelihara Tajug. Tajug adalah masjid tempat umat Islam melakukan ibadah
ritual (Mahdhoh) seperti sholat lima
waktu : Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Subuh. Di manapun dan dalam keadaan
apapun wong Cirebon , jangan pernah meremehkan,
apalagi melupakan tajug. Tajug harus dimakmurkan dengan kegiatan ibadah ritual
seperti sholat dan dzikir dan ibadah sosial seperti pemberdayaan umat melalui
pendidikan Madrasah Diniyah, TKQ dan TPQ, juga melalui pengembangan ekonomi
ke-umatan. Tentu saja harus diawali oleh Bupati dan jajarannya termasuk para
Kepala Dinas yang ada di bawahnya. Bagaimanapun juga mereka itu adalah seorang
Imam yang harus diikuti dan diamini segala program dan aksinya oleh
makmum/rakyat.
Pada masa Khulafaur Rosyidin, Abu Bakar As-Shidiq kenapa
terpilih oleh para shahabat lainnya sebagai khalifah/pengganti Rasulullah SAW? Karena
didasarkan kepada suatu peristiwa ketika Rasulullah SAW tidak ke masjid
beberapa hari (sebab sakit), lalu Beliau menyuruh Abu Bakar As-Shidiq untuk
menjadi Imam Masjid sebagai pengganti-Nya. Berdasarkan dari kepemimpinan sholat
dan manajement masjid inilah Abu Bakar terpilih sebagai seorang pemimpin
pengganti Rasulullah SAW. Dan ternyata Dia sukses mengemban tugas ini, sehingga
Islam semakin berkembang di luar negeri Arab.
Hikmah apa yang bisa dipetik dari kepemimpinan sholat
dan manajemen masjid? 1) Kedisiplinan
(almatiin) waktu dalam menjalankan tugas. Bisa dilihat, bagaimana giatnya umat
Islam menjalankan ibadah sholat, bila waktu telah tiba, baik di waktu siang
maupun malam. Karena sholat harus didirikan pada waktunya, begitu kata firman
Allah SWT dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Juga disiplin dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsi antara Imam dan Makmum. Kewajiban makmum adalah mengikuti
program dan kebijakan seorang Imam. Maka jika Imam berdiri, makmum juga harus
berdiri. Imam sujud, makmum juga harus sujud. Begitu juga jika Imam duduk,
makmum juga harus duduk dan seterusnya. Belajar dari sholat inilah seorang
pemimpin dan yang dipimpin harus disiplin waktu dan menjalankan tugas sesuai
dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Kedisiplinan saja tidak cukup, maka
harus dibarengi dengan yang ke 2) Tanggung jawab (Al-Wakiil) dalam
menjalankan tugas. Orang yang sholat sangat bertanggung jawab, karena kelak
sholatnya itu akan dimintai pertanggungjawaban pada hari akhir nanti. Sesuai
dengan hadits Rasulullah SAW, bahwa amal yang paling pertama ditanya pada hari
kiamat adalah sholat, bila sholatnya baik maka baiklah amalan yang lain. Bila
sholatnya jelek maka jeleklah amalan yang lain. Seorang pemimpin harus
bertanggung jawab kepada rakyat, dengan melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik
sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Ini terlihat dalam sholat, ketika
Imam harus bertanggungjawab kepada para jama’ahnya sesuai dengan tuntunan
syari’at Islam. 3) Menjunjung tinggi nilai-nilai
kejujuran (Al-Mu’min). Di dalam sholat diajarkan agar setiap orang Islam
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, hal ini bisa dirasakan ketika
seseorang melaksanakan sholat, ia tidak berani sedikitpun untuk mengurangi atau
menambagi rokaat sholat. Inilah perwujudan dari nilai-nilai kejujuran.
Kejujuran seorang pemimpin sangat dibutuhkan untuk menyejahterakan rakyat.
Krisis multidimensi yang melanda negeri ini disebabkan karena hilangnya
nilai-nilai kejujuran di kalangan para pemimpin. 4) Bekerjasama (al jami’). Ibarat mendirikan sebuah bangunan,
diperlukan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak agar bangunanitu bisa
selesai dengan sempurna. Begitu pula dengan mendirikan sholat berjama’ah,
diperlukan juga kerja sama antara Muadzin, Imam dan Ma’mum. Seorang pemimpin
tidak ada apa-apanya tanpa adanya kerjasama dengan bawahannya. 5) Menegakkan keadailan (al’adlu). Bagi jama’ah shalat
yang datang lebih dulu maka barisannya menempati jajaran paling depan.
Sedangkan bagi jama’ah yang datangnya terlambat harus menempati jajaran paling
belakang. Ketika Imam sujud, semua jama’ah (ma’mum) wajib sujud apapun status
sosialnya di masyarakat. Demikian juga ketika Imam berdiri, ruku, atau gerakan
shalat lainnya, dalam keadaan apapun, ma’mum wajib mengikuti Imam. Termasuk
keadilan dalam sholat lainnya adalah adanya dispensasi (rukhsah). Seperti
ketika seorang mau melakukan perjalanan jauh, maka ia boleh melaksanakannya
dengan dijama’ (digabungkan 2 sholat : Zhuhur dengan Asar dan Magrib dengan
Isya’) atau bisa saja dengan menggunakan Qhasar (menyingkat bangsa empat rokaat
menjadi rua rokaat). Seorang pemimpin tidak boleh tebang pilih dalam mengambil
kebijakan. Walaupun ketika Pemilihan Kepala Daerah ada beberapa wilayah yang
tidak memilihnya, maka ketika menjadi seorang Bupati dan wakilnya tidak boleh memarjinalkan
wilayah tersebut. Jadi harus bersikap adil dan tidak ada diskriminatif. 6)
Mempunyai visi ke depan (al-akhir).
Visi di dalam sholat adalah Assalam (kesejahteraan dan kedamaian). Seorang
Bupati ke depan harus bisa dan mampu menyejahterakan rakyat dan menjadikan
daerahnya aman dan damai sehingga masyarakat kondusif. 7) Mempunyai kepedulian yang tinggi (Assami’ dan al
bashiir). Imam harus melihat dan mendengar keadaan jamaahnya. Lafadz “Amiin”
diucapkan ma’mum adalah symbol suara rakyat harus didengar. Sedangkan lafadz
“salam” dengan menengokkan kepala ke kanan dan ke kiri adalah symbol seorang
Bupati harus bisa melihat keadaan rakyatnya (peduli). Setelah melihat dan
mendengar lalu bagaimana solusinya memecahkan problematika sosial ini. 8) Demokrasi harus dipelihara. Ketika Imam
itu salah atau lupa dalam gerakan sholat, lalu ma’mum mengingatkannya dengan
bacaan “Subhanallah” maka Imam harus memperhatikan aspirasi ma’mum. Begitu pula
kalau Imam itu lalai dalam salah satu bacaan shalat dan makmum mengingatkannya,
maka Imam harus introspeksi diri dengan cara sujud sahwi. Seorang Bupati tidak
boleh menutup mata dan telinga, harus bisa menerima apabila dikritik atau
diingatkan oleh rakyatnya. Jangan lupa Bupati juga manusia: bisa benar, bisa
juga salah.
Tajug adalah simbol kesinergian antara hamba dengan
Tuhannya dengan istilah al-Qur’annya hablum
minallah. Karena walaupun bagaimanapun hidup di dunia ini tanpa Allah tidak
ada apa-apanya.
Kedua, ingsun titip fakir miskin. Fakir miskin adalah simbol kesinergian
hubungan antara sesama manusia (hablum
minannas). Prioritas utama Bupati mendatang adalah mengentaskan kemiskinan
dengan cara memperbanyak lapangan pekerjaan: bangkitkan kembali industri rotan,
batik, pertanian agar tidak banyak yang menganggur. Prioritas kedua adalah
menstabilkan Ekonomi Kerakyatan: turunkan harga minyak dan sembilan bahan pokok
makanan. Prioritas ketiga adalah pendidikan dan kesehatan gratis untuk wong cilik. Apabila wasiat Kanjeng
Sinuhun ini benar-benar dilaksanakan oleh Bupati mendatang, Insya Allah
kabupaten Cirebon
menjadi kabupaten yang Baldatun
Thayibatun wa rabbun ghofuur (Daerah yang subur, makmur, aman, sejahtera,
dan dalam ampunan Allah). Sebaliknya bila pesan tersebut diabaikan oleh Bupati
mendatang, maka bersiap-siaplah terkena musibah dan kehinaan. Seperti
diungkapkan dalam Al-qur’an : “Mereka ditimpa kehinaan dimana saja mereka
berada, kecuali jika mereka berpegang teguh kepada tali agama Allah dan tali
perjanjian dengan manusia” (Q.S Ali Imron : 112).
Demikianlah tulisan sederhana ini, mudah-mudahan menjadi
pencerahan kepada masyarakat agar tidak terpedaya dengan janji-janji palsu
calon Bupati dan Wakilnya. Jangan melihat bagaimana penampilan para calon, tapi
lihatlah visi dan misi mereka dengan dibuktikan aksi yang nyata di lapangan. Lebih
penting lagi pertanyakan kepada calon-calon tersebut, bagaiamana shalat mereka,baik
secara ritual maupun aktul ? Semoga.
* Mursana, M.Ag. : Penyuluh
Agama Islam
Kec. Plumbon Kandepag Kab. Cirebon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar