EROSI
MAKNA MAULID NABI SAW
( Sebuah kritik terhadap acara mauludan di Cirebon )
Oleh : Mursana, M.Ag.*
Menurut sejarah Islam, ketika perang salib banyak sekali
tokoh sejarah Islam yang gugur dalam pertempuran melawan kaum Nasrani. Maka
pada zaman Salahudin Al-Ayubi diadakan sayembara membuat karya tulis khususnya
sejarah perjuangan Rasulullah Saw.(Sirah Nabawy). Sayembara itu dimaksudkan
agar umat Islam di masa yang akan datang mengetahui sejarah kehidupan dan
perjuangan Nabi Muhammad Saw. melalui karya tulis terbaik dari para pemenang
lomba tersebut. Setelah mengetahui sejarah-Nya diharapkan agar umat Islam
menjadikan Beliau sebagai contoh tauladan yang baik, Uswatun hasanah, dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
perkembangannya, hasil sayembara karya tulis sejarah Nabi Muhammad Saw., selalu
dibaca oleh umat Islam setiap saat, terlebih lagi pada bulan Rabi’ul awal.
Bacaan sholawat dan sanjungan terhadap-Nya selalu dikumandangkan dengan irama
yang harmony, senantiasa terdengar di Masjid, Musholla dan Majelis Ta’lim. Di
beberapa daerah pembacaan sejarah kehidupan dan perjuangan Nabi Saw. yang
termuat dalam Majmu’ah Mawalid dibaca
dalam upacara peringatan Maulid Nabi Saw. Tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal,
sehingga acara tersebut terkenal dengan sebutan Mauludan.
Secara bahasa Mauludan berarti hari dilahirkan Nabi
Muhammad Saw. Sedangkan menurut istilah yang berkembang di masyarakat, Mauludan
ialah suatu acara yang dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu dalam rangka
memperingati hari lahirnya Nabi akhir zaman. Setiap wilayah di tanah air ini
mempunyai tradisi dan istilah yang berbeda dalam acara Mauludan. Begitu halnya
di wilayah Cirebon ;
di Trusmi Plered terkenal terkenal dengan Selawenane
dan di Keraton Kanoman terkenal dengan Panjang
Jimat.
Panjang Jimat bermakna sesuatu
yang dihormati secara terus menerus. Sebagian orang percaya ketika mengikuti
ritual panjang jimat akan mendapat berkah dari Allah Swt. Setiap tahun, pada
bulan Rabi’ul awal menjelang Mauludan (12 Rabiul awal), ratusan pedagang yang
datang dari berbagai daerah memadati kawasan Keraton Kanoman. Tidak ketinggalan
para pengemis, tukang falak/ramal, copet, bahkan (mohon ma’af) para pekerja
seks komersial (PSK) pun ikut mengais rizki dalam rangka mencari keberkahan
Mauludan.
Situasi Menjelang Ritual
Panjang Jimat
Menceritakan tentang situasi menjelang ritual Panjang
Jimat memang sesuatu yang sangat berat untuk ditulis. Tetapi dengan Bismillah demi tegaknya Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, berdasarkan yang pernah penulis saksikan hampir setiap
tahun, mencoba untuk diceritakan walau hanya lewat tulisan kecil ini.
Gambaran situasi menjelang ritual Panjang Jimat persis
seperti pada zaman Jahiliyah sebelum Rasulullah Saw. dilahirkan (12 Rabi’ul
awal). Beberapa tradisi yang mirip dengan situasi Jahiliyah antara lain sebagai
berikut: 1) Tradisi menganggap ada Tuhan lain selain Allah Swt.(syirik). Hal
ini bisa disaksikan di seputar lingkungan Keraton, seperti mengadu nasib, mengalaf berkah, dan penghormatan yang berlebihan
terhadap benda-benda pusaka, serta dibukanya praktek-praktek perdukunan. Termasuk juga diantaranya banyak
pedagang menjual jimat, isim, wifiq, dan benda-benda lain yang dianggap
mempunyai kekuatan atau keramat. 2) Tradisi yang menggambarkan kebejatan akhlak
pada masa Jahiliyah. Hal ini bisa dibuktikan dengan maraknya kejahatan dan
penyakit masyarakat, misalnya maraknya praktek pencopetan, perjudian, pekerja
seks komersil, bahkan pernah juga ada perkelahian antar pemuda gara-gara
rebutan areal parkir dan pengaruh minuman beralkohol.
Di samping itu, ada juga
situasi yang sangat positif. Selama rangkaian acara Panjang Jimat, para
pedagang dan pelaku bisnis mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dibanding
hari-hari biasa. Begitu pula dengan para pengemis, tukang semir, abang becak,
tukang ojek, dan para sopir mobil angkutan, semuanya ikut kebanjiran rizki.
Acara itu juga dijadikan wahana pembelajaran bagi para pelajar dengan melihat
berbagai benda pusaka yang mengandung nilai sejarah keemasan kerajaan Cirebon
masa lampau. Ada juga yang memanfaatkan kesempatan tersebut sebagai wahana silaturrahim
antar keluarga dan teman sejawat.
Risalah Kenabian
Ada beberapa alasan kenapa
Nabi Muhammad Saw. diutus ke dunia ini. Alasan-alasan tersebut antara lain: Pertama,
Memurnihkan aqidah yang menyimpang. Dalam Sirah Nabawy dijelaskan bahwa
masyarakat Jahiliyah sebenarnya berman kepada Allah Swt., tetapi keimanan
mereka kepada Allah Swt. tidak sepenuhnya. Mereka di samping mentauhidkan Allah
juga menjadikan Tuhan-Tuhan lain selain-Nya. Ketika mereka berdo’a kepada Allah
Swt. selalu menyertakan patung Latta dan ‘Uzza. Bahkan terkadang mereka
mempunyai tradisi yang sangat lucu. Mereka membuat berhala dan patung dari batu
atau makanan, lalu mereka menyembahnya. Padahal mereka lebih pandai dari
Tuhan-Tuhan itu. Mereka bisa menciptakan Tuhan-Tuhan baru. Sedangkan
Tuhan-Tuhan itu tidak bisa menciptakan mereka, apalagi menentukan nasib atau
jalan hidup mereka.
Adapun risalah kenabian Nabi
Muhammad Saw. sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an: “Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): Sembahlah Allah saja dan jauhilah Thaghut.” (Q.S 16:36). Ayat ini menjadi Dalil bahwa semua Rasul pada hakekatnya
mempunyai tugas yang sama yakni menyuruh umatnya agar beribadah dan bertauhid
hanya kepada Allah Swt., dan menjauhi Thaghut. Menurut Umar bin Khathab,
Thaghut adalah syaitan. Menurut Jabir Ra, Thaghut berarti para dukun yang
bersekongkol dengan syaitan, sedangkan menurut pendapat Imam Malik, Thaghut
ialah segala sesuatu yang disembah selain Allah Swt. (Fathul Majid, 1979:19). Setelah
para Nabi dan Rasul itu wafat, maka tugasnya diwariskan kepada para ulama,
sebagaimana Rasulullah saw bersabda : “Ulama
adalah pewaris para Nabi.” (Alhadist). Syaikh
Syarif Hidayatullah adalah diyakini oleh masyarakat Cirebon sebagai seorang ulama Kharismatik dan
menjadi pewaris tugas para Nabi. Melalui Petatah
Petitihnya “Ingsun titip tajug lan
fakir miskin”, menggambarkan bahwasanya Kanjeng Sunan sangat serius
mengajak masyarakat Cirebon agar meyakini Tidak ada Tuhan selain Allah, Tidak
ada yang disembah kecuali Allah, dan Tidak ada tempat berlindung dan mengadu
kecuali Allah Swt. Sebaliknya beliau sangat membenci dan marah kepada
masyarakat Cirebon
yang bersekutu dengan Thaghut, seperti tergambar dalam “Ingsun titip tajug”. Oleh karena itu, andai saja Kanjeng Sunan
Gunung Jati masih hidup, tentu saja beliau akan marah kepada masyarakat Cirebon karena mereka
menjadikan kuburannya sebagai tempat mencari berkah dan menjadikan benda-benda
pusakanya sebagai Ilah. Padahal semua
itu merupakan Thaghut yang harus dijauhi. Kedua,
Menyempurnakan Akhlak sebagaimana terurai dalam Sabda-Nya: “Sesungguhnya aku diutus Allah Swt. untuk
menyempurnakan akhlak” (Alhadist). Sekali lagi, andaikan Kanjeng Sunan
masih hidup, Beliau pasti marah kepada masyarakat Cirebon, karena mereka
menjadikan acara Mauludan sebagai ajang untuk bermaksiat ria, hal ini terlihat
dalam semaraknya perjudian, pencopetan, mabuk-mabukan, dan pelacuran yang
tersebar di sekitar komplek acara tersebut.
Dari paparan di atas nampaknya
pemahaman masyarakat tentang makna dan hakekat Mauludan, mengalami Erosi. Melalui tulisan ini diharapkan
masyarakat mengetahui dan memahami makna dan hakekat Mauludan yakni memperingati
hari lahir Nabi Muhammad Saw., agar umat Islam mengerti bagaimana sejarah
hidup, perjuangan dan ajaran-ajaran-Nya, kemudian diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari. Semoga. *( Ketua Pokjaluh Kab.Cirebon, Alumni Pesantren
Darussalam Ciamis
Lampiran illustrasi Foto di
bawah ini......................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar