Cari Blog Ini

Rabu, 04 Januari 2017

MASIH PERLUKAH MTQ?

  MASIH PERLUKAH MTQ?
(Catatan Kecil Jelang MTQ Kab. Cirebon ke-38 tahun 2009)
Oleh: Mursana, M.Ag*

Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tingkat Kab. Cirebon kembali akan dilaksanakan. Menurut rencana acara tahunan kegiatan keagamaan yang paling akbar ini akan diselenggarakan pada tanggal 10-15 Agustus 2009 di Desa Weru Kidul Kecamatan Weru.. MTQ merupakan agenda Nasional sehingga kegiatan ini wajib dilaksanakan oleh Pemerintah mulai tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi, sampai Nasional. Sebagai pelaksana kegiatan ini Pemerintah menunjuk Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ).
Tujuan dari Pelaksanaan MTQ ini adalah untuk mencari Qari-qari’ah, Hafizh-hafizhah, Mufassir-mufassirah, Fahimul Qur’an, Syarihul Qur’an, Khathath dan Khathathath, serta para penulis Al-Qur’an terbaik tingkat Kab.Cirebon, selanjutnya diikutsertakan MTQ tingkat Propinsi Jawa Barat.
Menurut informasi, pelaksanaan kegiatan MTQ tahun 2009 akan bebeda dan lebih istimewa dibanding tahun-tahun sebelumnya. Salah satu hal yang berbeda dan istimewa dari MTQ ini adalah  pada tahun ini setiap Kafilah dari 40 Kecamatan yang ada tidak boleh mengambil peserta dari luar Kabupaten Cirebon. Jika terbukti ada yang melanggar ketentuan tersebut, maka peserta akan didiskualifikasi atau didrop out walaupun dia sebagai peserta terbaik satu. Ketentuan ini sengaja diterapkan, dalam rangka untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta dibidang ke-MTQ-an di Wilayah Cirebon khususnya. Karena masyarakat Kota wali ini akan lebih bangga apabila yang menjadi peserta terbaik itu dari Wilayahnya sendiri dibanding mengambil dari daerah lain (ngebon). Kita bedo’a semoga niat dan rencana pelaksana kegiatan ini berjalan dengan baik, konsisten, dan tidak terpengaruh oleh berbagai tekanan yang ada. Pasalnya peraturan seperti itu sudah diterapkan oleh Kabupaten lain, tetapi tidak berjalan dengan baik sesuai rencana, sehingga masih ada peserta terbaik, tetapi berasal dari daerah lain, Subhanallah.
AlQur’an adalah Kitab Suci, Sucikanlah!
Sudah tidak diragukan lagi oleh umat Islam bahkan di luar Islam bahwa kitab suci Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang abadi. Kitab suci ini menempati posisi sentral, bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga merupakan sumber inspirasi, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang lima belas abad sejarah pergerakan yang dialami umat Islam ini. Jika demikian halnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an, melalui penafsirannya, mempunyai peranan yang cukup besar bagi maju mundurnya umat Islam. Inilah barangkali salah satu kehebatan mu’jizat al-Qur’an. Ia selalu membuat tantangan kepada umat manusia agar selalu menggalinya, sehingga al-Qur’an ini senantiasa mushlahat sepanjang masa, tak terbatas ruang dan waktu. Innal Qur’ana shalihun likulliz zaman wal makan
Begitulah cara Allah menjamin keshahihan (keotentikan) al-Qur’an. Jaminan tersebut diberikan atas dasar kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya terutama manusia, sebagaimana firmaNya; ”sesungguhnya kami telah menurunkan Adz-dzikr (alQur’an), dan sesungguhnya kami tetap memeliharaNya.” QS. Alhijr:9.
Kesucian kitab alQur’an mencakup paling tidak dua aspek,yakni: aspek susunan bahasa/ sastra, dan aspek content/isi kandungannya. Pertama, kesucian aspek susunan bahasa/sastra artinya susunan kalimat dari kitab tersebut tidak ada satupun kitab suci di dunia ini yang bisa menandingi kehebatannya. Dijamin tidak akan ada campur tangan dari bangsa manapun atau dari makhluk apapun terhadap kesucian susunan bahasanya. Karena hal itu sangat mustahil. Kedua, kesucian aspek isi kandungannya maksudnya seluruh isi kandungan kitab alQur’an yang mencakup: aqidah, syari’ah, akhlak, sejarah, kabar gembira janji dan ancaman, semuanya adalah dijamin kebenarannya berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Berkaitan dengan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) di negeri yang mayoritas penduduknya umat Islam seperti di Indonesia, kegiatan ini harus didukung oleh semua masyarakat Islam. Karena MTQ bukan hanya acara seremonial yang banyak membuang biaya, selesai acara maka selesai juga gemah dan syi’arnya tanpa ada upaya untuk merefleksikan makna-makna yang terdapat di dalam kitab suci tersebut. Tetapi yang lebih urgen lagi adalah kegiatan MTQ merupakan usaha umat Islam bangsa Indonesia untuk menjaga dan memelihara agar alQur’an senantiasa berada dalam kesucian.
Oleh karena itu, tidak dibenarkan bahkan diharamkan dalam praktek pelaksanaan kegiatan MTQ menggunakan cara-cara yang tidak suci. Beberapa cara yang tidak suci menurut pengamatan penulis yang setiap tahunnya menjadi official diantaranya adalah: 1) MTQ penuh kepalsuan. Setiap kafilah boleh saja merasa bangga dan bahagia karena mendapat prestasi dalam MTQ, tapi sayang kebahagiaan itu hanya sesaat, karena kebahagiaan yang diraih sesungguhnya dari jalan yang salah. Berbagai upaya dilakukan oleh pimpinan kafilah untuk mendapatkan kemenangan, walaupun dengan menggunakan cara-cara yang tidak qur’ani demi mencapai tujuan tersebut. Salah satu caranya dengan mengambil peserta dari daerah lain, kendatipun harus merogoh kocek yang paling dalam, 2) MTQ penuh kecurangan. Sudah bukan rahasia lagi pada masa lampau bahwa MTQ sangat sarat dengan kecurangan. Kecurangan tersebut biasanya diawali oleh Dewan hakimnya, karena ada pesanan dari para penguasa yang menjadi panitia penyelenggara (tuan rumah). Diantaranya ialah ada semacam tradisi setiap tuan rumah penyelenggaraan MTQ besar kemungkinan selalu menjadi juara umum. Tetapi ketika tidak menjadi tuan rumah lagi prestasi kembali seperti semula,  3) MTQ penuh praktek KKN. Ada kebiasaan lama yang sekarang mudah-mudahan tidak ada. Setiap mendekati pelaksanaan MTQ hampir  setiap peserta dari masing-masing cabang dan golongan mendapatkan pembinaan dari Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ). Bagi LPTQ yang tidak punya stok  Pembina / Pembimbing yang ahli dibidangnya biasanya pengurus LPTQ menitipkan pembinaannya kepada Pembina yang mumpuni dalam hal ini kepada Dewan Hakim cabang tertentu, sehingga ketika pelaksanaan MTQ hampir dipastikan setiap Dewan Hakim selalu memenangkan anak binaannya sendiri. Sedangkan yang bukan anak binaannya walaupun bagus, biasanya paling banter dinomor duakan juaranya, sehingga tidak bisa mengikuti MTQ ke tingkat yang lebih tinggi levelnya. 4) MTQ sarat dengan praktek bisnis tidak qur’ani. Tawar menawar peserta MTQ yang dilakukan oleh kafilah dengan satu kelompok tertentu yang biasa mencetak/mengorbitkan peserta dalam cabang/golongan tertentu sudah biasa dilakukan. Sehingga bagi kafilah tertentu yang bernafsu ingin menjadi juara umum sanggup membayar berapa saja kepada kelompok tersebut. Itulah barangkali beberapa hal yang mengotori kesucian alQur’an yang terjadi pada masa lalu. Semoga hal-hal di atas tidak terjadi di Kabupaten Cirebon. Amiin.
Kado untuk LPTQ
LPTQ adalah satu-satunya Lembaga Tilawatil Qur’an yang pengurusnya lengkap dari tingkat Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, sampai Desa. Keberadaan lembaga ini selalu ramai kalau mau ada MTQ saja. Kalau tidak ada MTQ, di Kantor/Sekretariatnya sunyi senyap, hampir tak terdengar suaranya.
Melalui tulisan sederhana ini penulis bermaksud memberi kado untuk para pengurusnya, demi berkembangnya Tilawatil Qur’an khususnya di Wilayah Cirebon sebagai Kota Wali. Kepada para pengurus hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) usia LPTQ sudah puluhan tahun tapi pelaksanaan programnya seperti baru sepuluh hari, belum bisa berkembang alias mandul. Ketahuilah bahwa Tilawatil Qur’an hanya berkembang seputar orang-orang itu saja. Setiap tahun pelaksanaan MTQ pesertanya itu-itu saja. Bahkan yang menjadi juara juga sama, itu-itu saja. Lebih menyakitkan lagi kalau yang juara itu-itu saja ternyata bukan penduduk asli daerah. Bagaimana mungkin Tilawatil Qur’an akan berkembang di daerah tersebut kalau yang dibina LPTQ kenyataannya bukan asli daerah itu. 2) tegakkan peraturan/tata tertib MTQ. Peraturan harus berlaku kepada semua peserta, panitia dan dewan hakim. Semua warga Cirebon sangat mendukung pelaksanaan MTQ tahun 2009 yang katanya, peraturannya akan diperketat. Untuk apa membina peserta dari daerah lain kalau di Cirebon juga ada. Lebih baik kalah dari pada menang tapi pesertanya bukan masyarakat Cirebon. Kalau masih ada yang mengambil peserta dari daerah lain, jangan ragu-ragu, keluarkan saja tidak boleh menjadi peserta. Jika tidak demikian, akan sama seperti dulu lagi. Menurut penulis bagaimana kalau MTQ diganti menjadi Super Liga Tilawatil Qur’an. Nanti tidak ada bedanya dengan liga-liga yang lain, seperti Liga Itali Seri A, Liga Spanyol, atau Liga Djarum Indonesia. Mungkin  ini akan lebih jujur dan transparan. Bahkan sponsornya juga  akan sama semaraknya seperti kegiatan lainnya. Sehingga syi’ar dan gema alQur’an akan lebih membahana di Bumi Kota wali.
 Demikian beberapa catatan kecil menjelang pelaksanaan MTQ Kabupaten Cirebon ke-38, mudah-mudahan menjadi bahan renungan untuk pengurus LPTQ, panitia penyelenggara, dewan hakim, official, pembimbing dan para peserta, demi terwujudnya MTQ yang berkualitas dan bermartabat, sehingga Tilawatil Qur’an benar-benar berkembang di Kota Wali. Amiin.
*Mursana, M.Ag.: Pemerhati masalah MTQ,

Alumni Pesantren Darussalam ciamis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar