MASIH PERLUKAH
MTQ?
(Catatan
Kecil Jelang MTQ Kab. Cirebon
ke-38 tahun 2009)
Oleh:
Mursana, M.Ag*
Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tingkat Kab. Cirebon kembali akan
dilaksanakan. Menurut rencana acara tahunan kegiatan keagamaan yang paling
akbar ini akan diselenggarakan pada tanggal 10-15 Agustus 2009 di Desa Weru
Kidul Kecamatan Weru.. MTQ merupakan agenda Nasional sehingga kegiatan ini
wajib dilaksanakan oleh Pemerintah mulai tingkat Desa, Kecamatan,
Kabupaten/Kota, Propinsi, sampai Nasional. Sebagai pelaksana kegiatan ini Pemerintah menunjuk
Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ).
Tujuan dari Pelaksanaan MTQ
ini adalah untuk mencari Qari-qari’ah, Hafizh-hafizhah, Mufassir-mufassirah,
Fahimul Qur’an, Syarihul Qur’an, Khathath dan Khathathath, serta para penulis
Al-Qur’an terbaik tingkat Kab.Cirebon, selanjutnya diikutsertakan MTQ tingkat
Propinsi Jawa Barat.
Menurut informasi, pelaksanaan
kegiatan MTQ tahun 2009 akan bebeda dan lebih istimewa dibanding tahun-tahun
sebelumnya. Salah satu hal yang berbeda dan istimewa dari MTQ ini adalah pada tahun ini setiap Kafilah dari 40
Kecamatan yang ada tidak boleh mengambil peserta dari luar Kabupaten Cirebon.
Jika terbukti ada yang melanggar ketentuan tersebut, maka peserta akan
didiskualifikasi atau didrop out walaupun dia sebagai peserta
terbaik satu. Ketentuan ini sengaja diterapkan, dalam rangka untuk meningkatkan
dan mengembangkan kemampuan peserta dibidang ke-MTQ-an di Wilayah Cirebon
khususnya. Karena masyarakat Kota wali ini akan lebih bangga apabila yang
menjadi peserta terbaik itu dari Wilayahnya sendiri dibanding mengambil dari
daerah lain (ngebon). Kita bedo’a semoga niat dan rencana pelaksana
kegiatan ini berjalan dengan baik, konsisten, dan tidak terpengaruh oleh
berbagai tekanan yang ada. Pasalnya peraturan seperti itu sudah diterapkan oleh
Kabupaten lain, tetapi tidak berjalan dengan baik sesuai rencana, sehingga
masih ada peserta terbaik, tetapi berasal dari daerah lain, Subhanallah.
AlQur’an adalah Kitab Suci, Sucikanlah!
Sudah tidak diragukan lagi oleh
umat Islam bahkan di luar Islam bahwa kitab suci Al-Qur’an adalah sumber ajaran
Islam yang abadi. Kitab suci ini menempati posisi
sentral, bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman,
tetapi juga merupakan sumber inspirasi, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan umat
Islam sepanjang lima
belas abad sejarah pergerakan yang dialami umat Islam ini. Jika demikian
halnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an, melalui penafsirannya,
mempunyai peranan yang cukup besar bagi maju mundurnya umat Islam. Inilah
barangkali salah satu kehebatan mu’jizat al-Qur’an. Ia selalu membuat tantangan
kepada umat manusia agar selalu menggalinya, sehingga al-Qur’an ini senantiasa
mushlahat sepanjang masa, tak terbatas ruang dan waktu. Innal Qur’ana
shalihun likulliz zaman wal makan
Begitulah cara Allah menjamin keshahihan (keotentikan) al-Qur’an. Jaminan tersebut
diberikan atas dasar kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta berkat
upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya terutama manusia,
sebagaimana firmaNya; ”sesungguhnya kami telah menurunkan Adz-dzikr
(alQur’an), dan sesungguhnya kami tetap memeliharaNya.” QS. Alhijr:9.
Kesucian kitab alQur’an mencakup paling tidak dua
aspek,yakni: aspek susunan bahasa/ sastra, dan aspek content/isi kandungannya. Pertama,
kesucian aspek susunan bahasa/sastra artinya susunan kalimat dari kitab
tersebut tidak ada satupun kitab suci di dunia ini yang bisa menandingi
kehebatannya. Dijamin tidak akan ada campur tangan dari bangsa manapun atau
dari makhluk apapun terhadap kesucian susunan bahasanya. Karena hal itu sangat
mustahil. Kedua, kesucian aspek isi kandungannya maksudnya seluruh isi
kandungan kitab alQur’an yang mencakup: aqidah, syari’ah, akhlak, sejarah,
kabar gembira janji dan ancaman, semuanya adalah dijamin kebenarannya
berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Berkaitan dengan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) di
negeri yang mayoritas penduduknya umat Islam seperti di Indonesia , kegiatan ini harus
didukung oleh semua masyarakat Islam. Karena MTQ bukan hanya acara seremonial
yang banyak membuang biaya, selesai acara maka selesai juga gemah dan syi’arnya
tanpa ada upaya untuk merefleksikan makna-makna yang terdapat di dalam kitab
suci tersebut. Tetapi yang lebih urgen lagi adalah kegiatan MTQ merupakan usaha
umat Islam bangsa Indonesia
untuk menjaga dan memelihara agar alQur’an senantiasa berada dalam kesucian.
Oleh karena itu, tidak
dibenarkan bahkan diharamkan dalam praktek pelaksanaan kegiatan MTQ menggunakan
cara-cara yang tidak suci. Beberapa cara yang tidak suci menurut pengamatan
penulis yang setiap tahunnya menjadi official diantaranya adalah: 1) MTQ
penuh kepalsuan. Setiap kafilah boleh saja merasa bangga dan bahagia karena
mendapat prestasi dalam MTQ, tapi sayang kebahagiaan itu hanya sesaat, karena
kebahagiaan yang diraih sesungguhnya dari jalan yang salah. Berbagai upaya
dilakukan oleh pimpinan kafilah untuk mendapatkan kemenangan, walaupun dengan
menggunakan cara-cara yang tidak qur’ani demi mencapai tujuan tersebut. Salah
satu caranya dengan mengambil peserta dari daerah lain, kendatipun harus
merogoh kocek yang paling dalam, 2) MTQ penuh kecurangan. Sudah bukan rahasia
lagi pada masa lampau bahwa MTQ sangat sarat dengan kecurangan. Kecurangan
tersebut biasanya diawali oleh Dewan hakimnya, karena ada pesanan dari para
penguasa yang menjadi panitia penyelenggara (tuan rumah). Diantaranya ialah ada
semacam tradisi setiap tuan rumah penyelenggaraan MTQ besar kemungkinan selalu
menjadi juara umum. Tetapi ketika tidak menjadi tuan rumah lagi prestasi kembali
seperti semula, 3) MTQ penuh praktek KKN.
Ada kebiasaan lama yang sekarang mudah-mudahan tidak ada. Setiap mendekati
pelaksanaan MTQ hampir setiap peserta
dari masing-masing cabang dan golongan mendapatkan pembinaan dari Lembaga
Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ). Bagi LPTQ yang tidak punya stok Pembina / Pembimbing yang ahli dibidangnya
biasanya pengurus LPTQ menitipkan pembinaannya kepada Pembina yang mumpuni
dalam hal ini kepada Dewan Hakim cabang tertentu, sehingga ketika pelaksanaan
MTQ hampir dipastikan setiap Dewan Hakim selalu memenangkan anak binaannya
sendiri. Sedangkan yang bukan anak binaannya walaupun bagus, biasanya paling
banter dinomor duakan juaranya, sehingga tidak bisa mengikuti MTQ ke tingkat
yang lebih tinggi levelnya. 4) MTQ sarat dengan praktek bisnis tidak qur’ani. Tawar
menawar peserta MTQ yang dilakukan oleh kafilah dengan satu kelompok tertentu
yang biasa mencetak/mengorbitkan peserta dalam cabang/golongan tertentu sudah
biasa dilakukan. Sehingga bagi kafilah tertentu yang bernafsu ingin menjadi
juara umum sanggup membayar berapa saja kepada kelompok tersebut. Itulah
barangkali beberapa hal yang mengotori kesucian alQur’an yang terjadi pada masa
lalu. Semoga hal-hal di atas tidak terjadi di Kabupaten Cirebon. Amiin.
Kado untuk LPTQ
LPTQ adalah satu-satunya
Lembaga Tilawatil Qur’an yang pengurusnya lengkap dari tingkat Nasional,
Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, sampai Desa. Keberadaan lembaga ini selalu
ramai kalau mau ada MTQ saja. Kalau tidak ada MTQ, di Kantor/Sekretariatnya
sunyi senyap, hampir tak terdengar suaranya.
Melalui tulisan sederhana ini
penulis bermaksud memberi kado untuk para pengurusnya, demi berkembangnya
Tilawatil Qur’an khususnya di Wilayah Cirebon sebagai Kota Wali. Kepada para
pengurus hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) usia LPTQ sudah
puluhan tahun tapi pelaksanaan programnya seperti baru sepuluh hari, belum bisa
berkembang alias mandul. Ketahuilah bahwa Tilawatil Qur’an hanya
berkembang seputar orang-orang itu saja. Setiap tahun pelaksanaan MTQ
pesertanya itu-itu saja. Bahkan yang menjadi juara juga sama, itu-itu
saja. Lebih menyakitkan lagi kalau yang juara itu-itu saja ternyata
bukan penduduk asli daerah. Bagaimana mungkin Tilawatil Qur’an akan berkembang
di daerah tersebut kalau yang dibina LPTQ kenyataannya bukan asli daerah itu.
2) tegakkan peraturan/tata tertib MTQ. Peraturan harus berlaku kepada semua
peserta, panitia dan dewan hakim. Semua warga Cirebon sangat mendukung
pelaksanaan MTQ tahun 2009 yang katanya, peraturannya akan diperketat. Untuk
apa membina peserta dari daerah lain kalau di Cirebon juga ada. Lebih baik kalah
dari pada menang tapi pesertanya bukan masyarakat Cirebon. Kalau masih
ada yang mengambil peserta dari daerah lain, jangan ragu-ragu, keluarkan saja
tidak boleh menjadi peserta. Jika tidak demikian, akan sama seperti dulu lagi.
Menurut penulis bagaimana kalau MTQ diganti menjadi Super Liga Tilawatil
Qur’an. Nanti tidak ada bedanya dengan liga-liga yang lain, seperti Liga
Itali Seri A, Liga Spanyol, atau Liga Djarum Indonesia. Mungkin ini akan lebih jujur dan transparan. Bahkan
sponsornya juga akan sama semaraknya
seperti kegiatan lainnya. Sehingga syi’ar dan gema alQur’an akan lebih
membahana di Bumi Kota wali.
Demikian beberapa catatan kecil menjelang pelaksanaan
MTQ Kabupaten Cirebon ke-38, mudah-mudahan menjadi bahan renungan untuk
pengurus LPTQ, panitia penyelenggara, dewan hakim, official, pembimbing dan
para peserta, demi terwujudnya MTQ yang berkualitas dan bermartabat, sehingga
Tilawatil Qur’an benar-benar berkembang di Kota Wali. Amiin.
*Mursana, M.Ag.: Pemerhati masalah MTQ,
Alumni Pesantren Darussalam ciamis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar