OPTIMALISASI PENYULUHAN AGAMA ISLAM
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KHUSUS NARKOTIKA
Oleh : Mursana, M.Ag*
Pembangunan manusia seutuhnya adalah pembangunan
manusia yang bermutu tinggi baik lahiriyah maupun bathiniyah. Berkenaan dengan
itu maka salah satu asas pembangunan nasional adalah asas keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk mewujudkan manusia yang
bermutu tinggi tersebut diperlukan berbagai upaya, antara lain melalui
Penyuluhan Agama Islam dan Dakwah Islamiyah. Namun seiring dengan berputarnya
zaman dan kemajuan di berbagai bidang nampak kemaksiatan yang dilakukan oleh
manusia semakin meningkat. Bahkan terkadang pelaku perbuatan maksiat itu
melakukannya seperti tanpa ada rasa malu dan berdosa. Mereka seakan tidak
peduli lagi dengan apa itu etika, moral, dan norma agama. Mereka hanya
memperturutkan hawa nafsu. Maka, maraklah perbuatan maksiat di mana-mana. Dari
mulai perzinaan, perampokan, penjualan dan penggunaan obat-obatan terlarang
(Narkoba) dan sejumlah kemaksiatan lainnya.
Fenomena merebaknya
kemaksiatan itu, tentu saja tidak bisa dibiarkan. Perlu adanya upaya untuk
membendungnya. Islam sebagai agama dakwah, ta’muruna bil ma’ruf wa tanhauna
‘anil munkar, (menyeru kepada perbuatan yang baik dan mencegah dari
perbuatan munkar; maksiat) mempunyai peran penting dalam rangka menerapkan
dakwah ke masyarakat.
Persoalannya adalah kerap kali
penyuluhan Agama Islam atau Dakwah Islamiyah tidak memperoleh hasil yang
maksimal. Dakwah atau Penyuluhan Agama Islam selalu diserukan oleh setiap muslim
atau Penyuluh Agama Islam, tetapi kemaksiatan dan kemunkaran tetap tumbuh
subur. Mengapa itu terjadi? Adakah yang salah dalam metode Dakwah/Penyuluhan
Agama Islam? Oleh karena itu tugas para Da’i dan Penyuluh Agama Islam akan
semakin berat, sehingga memerlukan cara atau metodologi dakwah/penyuluhan yang
tepat agar memperoleh hasil yang diharapkan oleh Sang Penyuluh Agama Islam.
Berkenaan dengan hal tersebut
penulis mencoba menguraikan sebuah pengalaman Penyuluhan Agama Islam kepada
warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotik (LAPASSUSTIK) berdasarkan pengalaman
langsung di LP Narkotika Cirebon.
Adapun maksud dan tujuan
penyuluhan Agama Islam di LAPASSUSTIK ini adalah memberikan
pemantapan-pemantapan kepada seluruh warga binaan pemasyarakatan, serta
sekaligus sebagai pendorong terciptanya keimanan dan ketaqwaan yang lebih
meningkat sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Di samping itu juga bertujuan
untuk meningkatkan ketahanan sosial warga binaan pemasyarakatan terhadap
pengaruh buruk lingkungan dan mampu berinteraksi sosial secara baik dan wajar.
Metode Penyuluhan
Sebelum membicarakan Metode
Penyuluhan, alangkah baiknya penulis uraikan sedikit kondisi sosial Warga
Binaan LAPASSUSTIK Gintung Ciwaringin saat ini.
LAPASSUSTIK Gintung Ciwaringin yang dibangun pada tahun
1998 kemudian baru dioperasionalkan pada tahun 2002. Pada tahun 2012 ini
berpenghuni lebih dari 1200 orang/warga. Tentu saja penghuni lapas ini bukan
hanya berasal dari wilayah Cirebon saja, akan
tetapi berasal dari berbagai propinsi dan daerah wilayah Republik Indonesia .
Sudah dipastikan keanekaragaman kondisi sosial mereka pasti berbeda-beda baik
bahasa, suku, warna kulit, agama, budaya, politik, latar belakang pendidikan
yang otomatis akam mempengaruhi psikologi satiap warga binaan.
Setelah mengetahui dan memahami kondisi sosial warga
binaan, baru kita memahami kondisi psikologi mereka. Dengan demikian penulis
juga seorang Penyuluh Agama Islam segera menyusun methoda yang paling tepat dan
serasi sehingga pesan-pesan penyuluhan/dakwah mengenai sasaran sesuai dengan
yang dikehendaki sang penyuluh/da’i.
Methoda penyuluhan agama Islam
kepada warga binaan LAPASSUSTIK tidak terlepas dari firman Allah :“Ajaklah
manusia kepada jalan Allah (Tuhanmu) dengan cara yang bijaksana, dan nasehat
yang baik, dan bertukar fikirlah dengan cara yang lebih baik”.
Berdasarkan firman Allah SWT.
tersebut maka methodologi Penyuluhan Agama Islam yang diberlakukan di
LAPASSUSTIK itu ada tiga secara garis besar yaitu :1) Hikmah (kebijaksanaan),
2) Mau’izhoh Hasanah (nasehat yang baik), 3) Mujadalah billati hiya ahsan
(bertukar fikiran)
Dari ketiga methoda penyuluhan
tersebut akan diuraikan secara terperinci :
1.
Hikmah
(kebijaksanaan)
Dakwah atau Penyuluhan Agama Islam dengan methoda hikmah
ini jangkauannya lebih luas daripada Mau’idzhoh hasanah dan Mujadalah. Sebab
methoda hikmah ini ditempa dengan berbagai cara di luar Mau’izhoh hasanah dan
Mujadalah sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran itu sendiri, umpamanya
penyuluhan sering dilakukan dengan: a) Uswatun Hasanah atau ketauladanan yang baik. Penyuluhan melalui uswatun
hasanah ini termasuk afektif walaupun tanpa banyak bicara, sebab sikap dan
perbuatan itu sendiri sudah lebih dari bicara. Contoh Penyuluh Agama ketika
bertemu dengan setiap warga binaan membaca salam, waktu bersin atau
mendengarkan setiap warga binaan yang bersin lalu baca do’a, masuk masjid
dahulukan kaki kanan dan baca salam di depan warga binaan lalu sholat sunnah
tahiyatul masjid, waktu dapat musibah lalu mengucapkan innalillahi, setiap ada
kejadian selalu dzikir kepada Allah, bahkan setiap memberikan penyuluhan selalu
pakai lagu-lagu daerah dan lain-lain. Tepat kiranya kalau ada satu kaidah yang
menyatakan: “Bukti sikap dan perbuatan lebih baik dari ucapan” Oleh
karena itu, satu-satunya riwayat hidup yang paling lengkap adalah Rosulullah
SAW, terbuka untuk dipelajari dan selanjutnya diikuti.
2. Mau’izhoh Hasanah
(Nasehat Yang Baik)
Yang dimaksud dengan Mau’izhoh
Hasanah ialah tutur kata, pendidikan dan nasehat yang baik-baik. Adapun
yang biasa digunakan dalam methoda ini antara lain: obrolan santai dengan tanya
jawab antara pihak warga binaan dengan Penyuluh Agama dengan tema tertentu, ceramah
umum setiap satu minggu satu kali, dan Penyuluh Agama yang intensif kepada
kelompok-kelompok warga binaan dengan cara pembinaan dan pemantauan setiap
saat-saat tertentu.
3.
Mujadalah
(Bertukar Fikiran)
Mujadalah billati hiya ahsan adalah berdebat dengan cara
yang baik tetapi kalau dihaluskan bahasanya menjadi bertukar fikiran yang baik
untuk mencari mutiara kebenaran, ini berarti bahwa bertukar fikiran harus
menggunakan kode etik atau kesopanan. Umpamanya bertukar fikiran tentang masalah umat Islam dewasa ini. Maka
siapapun yang berbicara, berpendapat harus dihargai pendapatnya. Karena
bertukar fikiran ini untuk mencari titik temu sebuah kebenaran. Bukan seperti
debat kusir yang ingin menang sendiri pendapatnya. Oleh karena itu darimanapun
pendapat kebenaran apakah dari penyuluh itu sendiri atau dari peserta tukar
fikiran, itu harus selalu dihargai. Terkadang dilakukan dengan cara konsultasi
agama apabila ada masalah-masalah tertentu. Semoga. *Ketua Pokjaluh
Kab.Cirebon
Lampiran photo pembinaan
di LP
Penyuluh Agama sedang memperhatikan Napi
yang praktek wudhu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar