PESAN MORAL IBADAH PUASA
Oleh : Mursana, M.Ag.
Sepantasnya kita bersyukur kepada Allah SWT. karena
masih dipertemukan dengan Bulan Ramadhan yang penuh dengan berkah. Ia
digambarkan oleh Rasulullah Saw. Sebagai Tamu
Agung. Kedatangan Tamu Agung ini
merupakan kebahagiaan tersendiri bagi kita umat Islam dalam menyambutnya.
Betapa agungnya Bulan Ramadhan ini, sampai-sampai Beliau bersabda: “Sekiranya
umatku mengetahui tentang keagungan Bulan Ramadhan, pasti mereka mengharapkan
agar setahun itu seluruhnya menjadi Bulan Ramadhan”.
Hadits di atas mengandung pemahaman bahwa, tidak semua
umat Nabi Muhammad Saw. mengetahui tentang keagungan Bulan Ramadhan, padahal
bulan tersebut mempunyai nilai tertinggi diantara bulan-bulan yang lain.
Sehingga masih banyak umat Islam yang masih rendah kesadarannya dalam
melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, apalagi melaksanakan sunah-sunah yang
terdapat didalamnya, atau dia melaksanakan ibadah puasa, tetapi hanya
formalitas belaka seperti yang digambarkan oleh Rasulullah Saw. “Berapa banyak
orang yang berpuasa, tetapi dia tidak mendapatkan (hasil) dari puasanya itu
kecuali hanya rasa lapar dan dahaga saja.” Artinya bahwa puasa tersebut tidak
membawa dampak perubahan sedikitpun bagi yang melaksanakannya sebelum dan
sesudah melaksanakan puasa sama saja. Dulu punya hobi korupsi, setelah puasa
korupsinya semakin gila. Dulu tidak pernah peduli kepada yang lemah, setelah
puasa sering menindasnya. Dulu tidak disiplin dalam kerja, setelah puasa masih
juga pemalas dan seterusnya. Seyogyanya ibadah puasa itu membawa dampak
perubahan positif.
Dalam tulisan sederhana ini, penulis mencoba
menyampaikan beberapa pesan moral yang dihasilkan dari ibadah puasa yang kita
jalankan selama ini, antara lain:
Pertama; senantiasa Sabar dan Syukur
Puasa yang dalam Bahasa Arabnya Shiyam artinya Imsak;
menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar
sampai terbenam matahari, begitulah menurut ahli Fiqhi. Jadi setiap umat Islam
yang berpuasa, harus berusaha keras untuk menahan diri dari makan, minum,
bersenggama di siang hari, dan menjaga larangan-larangan lainnya yang dapat
merusak essensi puasa baik sikap, ucapan dan tingkah laku yang haram. Ini
merupakan suatu Training untuk
menempa dan meningkatkan kesabaran seseorang sehingga di bulan lain selain
Ramadhan otomatis akan terbiasa melakukan hal yang sama. Orang yang sabar
memiliki jiwa teguh dan kuat, apabila menghadapi berbagai tantangan, musibah,
jiwanya tidak akan pernah goyah, tidak pula gelisah, panik dan tidak hilang
sikap keseimbangannya.
Dengan demikian setiap orang yang memiliki sikap
kesabaran, ia tidak akan mudah menyerah, atau putus asa dalam melakukan
usahanya, sekalipun pernah melakukan atau menjumpai kegagalan.
Setelah melaksanakan ibadah puasa
dari terbit Fajar dengan menahan segala sesuatu yang membatalkan puasa,
akhirnya matahari pun terbenam, maka dengan
Syukur kepada Allah SWT., dengan
penuh kegembiraan puasa ditutup dengan berbuka, karena perintah ibadah tersebut
telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan syariat Islam. Perintah bersyukur
setelah mendapat nikmat dalam Al-Qur’an sangat keras sekali. Sehingga orang
yang tidak mau syukur nikmat diancam oleh Allah dengan siksaan yang pedih
(Ibrahim:7). Hikmah dari orang yang selalu syukur nikmat adalah selalu tenang
dan tentram dalam hidupnya, karena ia selalu menerima segala pemberian Allah,
baik besar maupun kecil.
Sikap sabar dan syukur adalah dua sikap yang wajib
dimiliki oleh setiap orang Islam agar menjadi muslim yang paripurna. Keduanya
bisa dimiliki setelah bisa melaksanakan ibadah puasa dengan ikhlas, semata-mata
mengharapkan Ridho Allah SWT.
Kedua; menumbuhkembangkan Solidaritas
dan Kepekaan Sosial
Orang yang melaksanakan ibadah puasa dengan benar, pasti
akan terbangun dalam jiwanya sikap Solidaritas
dan Kepekaan Sosial. Bagaimana tidak?
Setiap hari selama satu bulan dilatih untuk tidak makan dan minum. Ia merasakan
betapa lapar, haus, dan dahaga serta lemah lunglainya orang yang seharian tidak
makan dan tidak minum. Padahal di sore hari ketika terbenam matahari ia berbuka
puasa dengan makan dan minum. Bagaimana dengan nasib Fuqoro dan Musakin yang
setiap harinya jarang menjumpai makanan, kadang sehari makan sehari tidak,
tentu akan mengalami hal yang sama, bahkan lebih parah dari itu. Maka seseorang
yang menjalankan ibadah puasa dengan benar sesuai dengan syariat Islam akan
terbangun hati nuraninya suatu sikap solidaritas dan kepekaan sosial. Ia akan
selalu membantu orang yang lemah, menyayangi orang yang status sosial, ekonomi,
dan budayanya yang lebih rendah darinya. Kalau orang tidak makan atau minum
pasti lapar, berarti jangan membiarkan orang lain dalam keadaan lapar. Kalau
orang dibenci atau disakiti, pasti tidak enak hatinya, berarti kita harus
menyayangi orang lain. Kalau orang tidak bisa belajar (alasan biaya), pasti
hatinya akan kecewa dan menyesal, berarti kita tidak boleh membiarkan orang
lain tidak bisa sekolah. Itulah sikap solidaritas dan kepekaan sosial yang
dihasilkan dari ibadah puasa. Maka pantas kalau Rasulullah SAW. pernah
bersabda: “tidak sempurna iman seseorang diantara kamu, sehingga mencintai
saudaranya, seperti mencintai diri sendiri” (HR. Bukhori dan Muslim).
Ketiga: menjunjung tinggi Kebersamaan
Ibadah puasa
Ramadhan selalu dilaksanakan umat Islam serempak di seluruh dunia. Mulai dari
berakhirnya puasa, sama-sama. Buka puasanya, sama-sama. Sholat sunnah Tarawih
dan Witirnya sama-sama. Bahkan laparnya dan kenyangnya juga sama. Begitu pula
dengan rasa gembira dan senangnya ketika berbuka puasa juga sama. Jadi ibadah
puasa mengajarkan kepada umat Islam agar menjunjung tinggi nilai-nilai
kebersamaan/berjama’ah karena hanya dengan kebersamaan; negara ini merdeka,
Madrasah, Masjid bisa terbangun, jalan raya bisa terbangun dan lain-lain.
Adapun lawan dari kebersamaan adalah egois. Egoisme adalah hawa nafsu yang
harus dilawan dan disingkirkan. Melawan dan menyingkirkan hawa nafsu adalah
dengan melaksanakan ibadah puasa.
Keempat; menumbuhkan kejujuran
Orang yang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dengan
penuh keimanan, Imanan Wahtisaban,
akan melahirkan dan menumbuhkan nilai-nilai kejujuran. Ketika disiang hari
orang yang berpuasa, walaupun tidak ada siapapun, ia tidak berani; makan dan
minum sedikitpun, bersenggama (suami – istri); dan melakukan hal-hal yang
diharamkan dalam berpuasa. Karena dirinya yakin bahwa walaupun perbuatannya
tidak diketahui orang lain, tapi ia yakin bahwasannya Allah SWT. Maha
Mengetahui segala perbuatan manusia. Keyakinan seperti inilah yang melahirkan
kejujuran.
Kelima; Disiplin yang tinggi
Coba lihat dan perhatikan orang yang berpuasa di Bulan
Ramadhan! Betapa tingginya disiplin mereka. Disiplin tersebut meliputi; Disiplin waktu seperti waktu sahur, buka
puasa, istirahat dan shalat tarawih. Itu semua dilakukan tepat waktu. Disiplin belajar dan beramal sholeh seperti mempelajari ayat
suci Al-Qur’an dengan Tadarus Al-Qur’an, bersedekah, mengucapkan kata-kata yang
baik, berdzikir dan ibadah sunah lainnya.
Demikian beberapa pesan moral yang dapat digali dari
pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan dengan harapan pesan moral tersebut bisa
membawa dampak positif bagi perubahan sikap, watak, kepribadian seseorang,
sehingga tujuan akhir dari pelaksanaan ibadah puasa itu terwujud dengan baik
sebagaimana tercantum dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Baqaroh ayat 183
yaitu La’allakum tattaquun; agar
kalian menjadi orang yang taqwa dalam arti orang yang berpuasa Ramadhan karena
Allah SWT., ia akan mampu menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya. Semoga.
Mursana, M.Ag., Penyuluh
Agama Islam Kecamatan Plumbon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar