KESAN
NEGATIF BULAN KAPIT
Oleh
: Mursana,M.Ag*
Bulan kapit merupakan bulan spesial yang tidak pernah
digunakan untuk melakukan acara syukuran
hajatan oleh sebagian masyarakat Jawa pada umumnya dan masyarakat Cirebon khususnya. Anggota
masyarakat yang akan melaksanakan syukuran pernikahan (walimatul ’arusy), atau
syukuran sunatan (walimatul khitan), semacam ada pantangan untuk tidak
menggunakan bulan kapit sebagai bulan hajatannya. Sehingga mereka lebih memilih
bulan lainnya daripada bulan kapit. Alasannya sangat sederhana dan beragam. Ada yang mempunyai
keyakinan bahwa bulan kapit adalah bulan sial seperti kata Subhan (Sesepuh Kecamatan Gegesik), oleh karena itu harus
dihindari. Ada
juga yang berkeyakinan bahwa bulan kapit adalah bulan kejepit (rawan kecelakaan
dan sempit rejeki) seperti menurut Muhaimin (Tokoh Agama Kecamatan Kelangenan),
dan yang lebih ngeri lagi bahwa bulan kapit adalah bulan bala’ (penuh musibah) demikian menurut Hasani
(Tokoh Agama Kecamatan Gempol), dan lain sebagainya. Tradisi seperti ini telah diyakini
oleh sebagian masyarakat Cirebon
dan sekitarnya yang sudah berjalan selama berabad-abad lamanya. Padahal tidak
diketahui siapa penggagasnya, kapan dan di mana asal-usul sejarahnya. Jelasnya
tradisi ini masih eksis sampai sekarang.
Menurut tradisi orang Jawa,
tanggal dan bulan setiap tahun mempunyai makna sangat penting. Karenanya dengan
melihat tanggal dan bulan masyarakat Jawa akan segera mengetahui saat-saat yang
baik untuk merencanakan dan melakukan segala sesuatu. Dengan mengetahui hal
tersebut, maka dalam melaksanakan suatu pekerjaan diharapkan akan menemui
keselamatan dan kesejahteraan..
Indonesia
adalah negeri yang kaya akan suku, budaya, agama, dan kepercayaan.. Sebelum
Islam datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat pada abad ke 13,
agama dan kepercayaan lain sudah bermunculan di negeri ini. Sebut saja misalnya: animisme, dinamisme,
hindu, budha, konghucu dan kristen. Belum lagi kepercayaan dan aliran kebatinan
yang merupakan paham sempalan dari agama tertentu yang akhir-akhir ini tumbuh
berkembang bagaikan jamur di musim hujan. Oleh karena itu tidak dipungkiri lagi
bahwa segala budaya dan tradisi yang berlaku saat ini berasal dari orang tua
zaman dulu/nenek moyang penganut agama dan kepercayaan tertentu yang kemudian
diwariskan secara turun temurun.
Perspektif Islam
Secara bahasa kapit berasal
dari kata hafidz yang dalam bahasa arab berarti menjaga atau memelihara.
Yang dimaksud di sini adalah menjaga atau memelihara kesucian bulan ini dari
peperangan atau larangan lainnya. Karena di dalam alQur’an Kapit /dzulqa’dah
termasuk as Syahrul Haram, bulan suci dan mulya, selain dari
rajab, dzulhijah, dan muharram (Qs.alMaidah:2). Namun orang Jawa biasa menyebut
kata hafidz dengan sebutan kapit, demikian menurut Ustadz Masykur,
seorang Tokoh Masyarakat dari Kecamatan Astanajapura.
Dalam ajaran Islam tidak mengenal hari, minggu, bulan, atau
tahun pembawa sial, akan tetapi sebaliknya. Semua waktu adalah baik apabila
dipergunakan untuk melakukan amal saleh. Sebagaimana Allah berfirman dalam
alQur’an: ”Demi masa.
Sesungguhnya manusia
itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menta'ati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”(Qs.al’Ashr:1-3)
Tiga ayat alQur’an di atas menjelaskan bahwa Allah Swt. bersumpah atas
nama waktu. Betapa ruginya orang - orang yang tidak bisa menggunakan waktu
dengan baik. Artinya adalah seseorang akan terkena sial bila ada waktu atau
kesempatan yang baik untuk beramal saleh, tetapi ia tidak bisa mempergunakan
kesempatan itu dengan baik. Akibat dari perbuatannya itu, ia akan merugi.
Menurut ’Afif Abdul Fattah (1996) bahwa Allah telah bersumpah dengan
memakai nama masa (waktu) karena ia sangat penting kedudukannya bagi kehidupan
manusia. Di dalam waktu terkandung kehidupan yang saling berganti. Di dalamnya
juga terdapat kemudahan dan kesengsaraan, kekayaan dan kemiskinan, serta
bahagia dan celaka, semuanya datang dan pergi silih berganti. Karena mengingat
kebanyakan manusia selalu mengaitkan musibah dengan waktu serta mereka mengeluh
dan merasa sakit karena waktu, maka Allah bermaksud menjelaskan kepada
mereka melalui sumpah dalam ayat di
atas, bahwa suatu kerugian dalam pekerjaan manusia bukanlah karena waktu
tertentu, dan manusia itu akan selalu dalam kerugian selagi dia tidak mau
menegakkan dan menyandang empat perkara, yaitu: iman kepada Allah Swt.,
mengerjakan amal shalih, saling berpesan untuk mengerjakan perkara yang baik
(hak), dan saling berpesan untuk berpegang teguh pada kesabaran.
Pertama, Iman dan amal shalih. Beriman kepada Allah Swt.
merupakan kewajiban pertama bagi manusia di muka bumi ini, karena sesungguhnya
iman merupakan tanda bahwa manusia telah mendapat petunjuk dan mempunyai
pandangan yang benar. Beriman kepada Allah juga
mempunyai pengaruh yang baik dalam kehidupan manusia. Iman dapat melenyapkan
dan menyingkirkan kegelapan dalam kehidupan ini, dan dapat memasukan perasaan
penuh harap di dalam kalbu. Pada saat sedang frustasi, manusia yang mu’min akan
selalu ingat bahwa di sana ada pelindung tempat ia mengadu dan meminta
perlindungan (Qs.alIkhlas:2). Dia adalah Allah Yang Mahakuasa untuk
membantunya. Dan apa yang menimpah dirinya berupa kemadharatan akan
mendatangkan pahala baginya, karena itu dia tenang dan menjadi kecillah semua
kemadharatan yang dihadapinya, serta semua musibah akan terasa mudah
ditanggungnya. Oleh sebab itu, ketika melihat orang mu’min yang ikhlas, selalu
berlapang dada, tenang jiwanya, dan tidak pernah merasa khawatir. Dengan
demikian orang-orang yang benar beriman tidak pernah mengenal apa yang namanya
sial, rejeki sempit, lebih-lebih di bulan kapit. Karena ia yakin dan percaya
bahwa Allah sudah mengatur kehidupannya. Itulah yang menjadi ketenangan orang
yang beriman.
Kedua, Saling berpesan untuk perkara yang hak. Dalam Qs. al’Ashr
di atas, Allah Swt. mengecualikan orang yang merugi itu orang-orang yang saling
berpesan demi perkara yang hak. Saling
berpesan demi perkara yang hak merupakan
kebutuhan pokok masyarakat.. mengerjakan perkara yang hak memang sulit, karena
perkara yang hak selalu bertentangan dengan kemauan hawa nafsu, lawan dari
kemashlahatan khusus dan lawan angkara murka pada penguasa dan kezaliman
orang. Berdasarkan pengertian ini, Islam
tidak hanya memerintahkan para pelakunya untuk mengerjakan yang hak saja tetapi
juga memerintahkan mereka agar saling
berpesan untuk mengerjakannya. Termasuk juga diantaranya uintuk berpesan kepada
masyarakat bahwa mengadakan acara hajat penikahan atau khitanan pada bulan
kapit itu sama baiknya pada bulan lain.
Ketiga, Saling berpesan untuk bersabar. Mengingat perkara yang
hak itu mempunyai beban yang berat atas
jiwa manusia, dan bahwa saling berpesan untuk mengerjakannya pasti dibarengi
dengan cobaan dan kesulitan-kesulitan, maka hal itu memerlukan kesabaran. Oleh
karena itu, Allah Swt. menggandengkan saling berpesan untuk bersabar dengan
saling berpesan untuk saling mengerjakan perkara yang hak. Dalam Kitab Daqaiqul
Akhbar, paling tidak sabar itu ada tiga perkara, yaitu: 1) sabar ketika
menunaikan ketaatan yang diwajibkan dan diperintahkan oleh Islam, 2) sabar
dalam menjauhi perbuatan maksiat yang dilarang oleh Islam, dan 3) sabar ketika
musibah menimpah dan menanggung deritanya.
Kesabaran yang paling tinggi derajatnya ialah tatkala musibah datang
untuk pertama kalinya. Bila seseorang pada saat itu bersikap sabar, maka hal
itu menunjukkan ketabahan dan kerteguhan jiwanya serta kekuatan akidahnya. Oleh
karena itu nabi Saw. bersabda, ”sesungguhnya sabar itu hanyalah ketika
pertama kali musibah datang ” HR.Bukhari. Sikap sabar merupakan dasar utama
bagi kebanyakan sikap yang utama. Tidak ada suatu keutamaanpun yang tidak
memerlukan sikap sabar. Termasuk diantaranya apabila ketika menyelenggarakan
acara hajat walimah di bulan kapit, kebetulan terjadi sesuatu yang ganjil, maka
bersabarlah. Yakinkan bahwa jodoh, pati, rejeki, bala’, seneng, sengsara,
itu garisan takdir yang pasti dilewati setiap insan.
Mudah-mudahan dengan memahami Qs. al’Ashr, tidak ada lagi yang
berkeyakinan dengan menunjukkan bulan tertentu atau waktu tertentu yang diklaim
sebagai waktu pembawa sial, bencana, atau pembawa kemadharatan lainnya. Hanya
kepada Allah-lah tempat kita kembali. Semoga.
* Mursana, M.Ag. : Ketua Pokjaluh Kandepag Kab.
Cirebon, alumni Pesantren Darussalam Ciamis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar