KAWIN
KONTRAK DIBENCI TAPI DICARI
Oleh
: Mursana, M.Ag
Sudah menjadi tradisi selama bertahun-tahun bahwa setiap
bulan Mei di Kawasan Puncak Bogor selalu kedatangan para turis dari negeri
Timur Tengah seperti Arab Saudi, Irak, dan Iran . Mereka sengaja datang ke
Kawasan tersebut untuk berlibur selama tiga bulan. Kehadiran mereka tentu saja
sangat dinanti oleh sebagian warga masyarakat.setempat. Menurut sebagian warga
kedatangan mereka diyakini membawa berkah. Karena dengan adanya mereka, warga banyak yang diuntungkan
secara financial. Dari mulai pemilik villa, tukang ojek, pemilik rental mobil,
guide, sampai kepada penjual makanan kebanjiran pesanan. Di samping kehadiran mereka memberikan dampak positif, ternyata
mereka juga membawa dampak negatif bagi warga sekitar. Beberapa dampak negative
tersebut antara lain mereka sering memesan perempuan (jajan), melakukan
tindakan kriminal, dan melakukan kawin kontrak.
Khusus yang terakhir ini memdapat reaksi dari kalangan
masyarakat Islam khususnya para ulama. Kawin kontrak sebenarnya sudah ada
semenjak sejarah awal Islam ketika nabi Muhammad Saw. masih ada walaupun
akhirnya dilarang. Di
Indonesia sendiri kawin kontrak mulai popular pada tahun 80-an. Pada waktu itu
mahasiswa yang kuliah dibeberapa kota besar seperti; Bandung, Jakarta, Semarang
, Surabaya, dan lainnya melakukan kawin kontrak dengan teman mahasiswinya.
Kawin kontrak dilakukan dengan perjanjian tertentu. Diantaranya adalah apabila
telah selesai masa kontraknya yakni selesai masa kuliahnya, secara otomatis
selesai sudah kontraknya. Dan tidak perlu ada perceraian. Mereka melakukan
kawin kontrak ini dengan tujuan untuk menghindari perbuatan zina.
Kalau diperhatikan dengan
seksama, ternyata perkawinan/pernikahan tersebut terkesan main-main, tidak ada
ikatan antara hak dan kewajiban
suami-istri, dan sangat melecehkan derajat kaum perempuan. Pertanyaannya adalah
apakah Islam melegalkan perkawinan seperti ini?
Menurut ajaran Islam dan Undang-undang Perkawinan
nomor 1 tahun 1974, secara
bahasa kata Nikah berarti Kumpul/kawin (addhamu waljam’u), campur (alwath),
dan ’akad (al’aqd), lihat KifayatulAkhyar II: 23. Menurut Ulama ahli
hukum Islam (fuqaha) Nikah adalah suatu aqad untuk menghalalkan hubungan
seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan memenuhi
beberapa syarat dan rukun. Menurut Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974
pasal 1, bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan kawin kontrak (nikah mut'ah) ialah
perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk
jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami
tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta
tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Tujuan Pernikahan
Tujuan pernikahan secara
tersurat ada dalam alQur’an yakni ” dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya,
Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir”. QS.Ar Ruum:21.
Dari ayat di atas sangat jelas
dan gamblang bahwa tujuan disyari’atkan pernikahan oleh Allah Swt. adalah
supaya merasa tentram (sakinah) dan ada rasa kasih dan sayang (mawaddah
wa rahmah) di antara suami dan istri. Bagi siapa yang sudah berumah tangga
pasti akan bisa membedakan kehidupan sebelum berumah tangga dan sesudahnya.
Kalau sebelum berumah tangga kehidupannya merasa tidak tenang, sedangkan
setelahnya merasakan ketenangan, ketentraman, dan dipenuhi kasih sayang.
Islam mensyari’atkan pernikahan
kepada umatnya agar keturunan (nasab) yang baik bisa tetap terjaga,
terhindar dari perzinahan. Karena zina merupakan akhlak yang jelek bahkan
sejelek-jeleknya akhlak, seperti kata firman Allah, ” dan janganlah kalian
mendekati zina; sesungguhnya zina itu merupakan suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang sangat buruk”. QS.Al-Isra:32. Jadi, betapa agung dan
mulianya Islam sehinga demi melindungi umatnya agar derajatnya lebih terhormat
dari pada binatang, memerintahkan
umatnya untuk menikah. Bahkan Rasulullah Saw. mengancam, ”barangsiapa
yang tidak mengikuti sunnahKu (nikah),bukan termasuk golonganKu,”.
alHadits.
Apabila mempelajari sejarah
Islam pada abad pertama, di mana ketika itu masyarakat jahiliyah tidak mau
memberikan hak-haknya kepada wanita sebagaimana mestinya, karena wanita pada
masa itu lebih dianggap sebagai barang yang bisa ditukar seenaknya, maka Islam
datang dan mengajarkan kepada umatnya agar kaum wanita dapat mendapatkan
hak-haknya sebagaimana mestinya. Para wanita selain harus menjalankan
kewajibannya sebagai seorang istri, juga punya hak untuk diperlakukan dengan
baik (mu’asyarah bil ma’ruf), dan ketika suaminya meninggal dunia, ia juga
dapat bagian dari harta warisan suaminya. Inilah hakikat dan tujuan perkawinan
dalam Islam.
Sedangkan dalam kawin kontrak
(nikah mut’ah), seorang wanita yang menjadi istri tidak mendapatkan hak bagian
dari harta warisan, jika suaminya meninggal dunia. Begitulah keberadaan kawin
kontrak yang jika diamati sangat jauh sekali tujuannya dengan perkawinan yang
dilakukan oleh umat Islam pada umumnya. Dalam perkawinan ini kaum pria sangat
diuntungkan, sedangkan kaum wanita sebagai istri sangat dirugikan.
Dari uraian di
atas, paling tidak ada 6 perbedaan yang sangat prinsip antara nikah mut'ah dan
nikah sunni(syar'i) yang dilakukan oleh umat Islam pada umumnya. Perbedaan
tersebut adalah: (1.nikah mut'ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak
dibatasi oleh waktu. (2.nikah mut'ah berakhir dengan habisnya waktu yang
ditentukan dalam akad atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq
atau meninggal dunia (3.nikah mut'ah tidak berakibat saling mewarisi antara
suami istri, nikah sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya. (4.nikah mut'ah
tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah istri hingga
maksimal 4 orang. (5.nikah mut'ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi,
nikah sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi. (6.nikah mut'ah tidak
mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah sunni mewajibkan suami
memberikan nafkah kepada istri.
Haramnya nikah
mut'ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi Saw. juga pendapat para ulama dari
4 madzhab. Dalil dari hadits Nabi Saw. yang diwayatkan oleh Imam Muslim dalam
kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma'bad Al-Juhaini, ia
berkata: "Kami bersama Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan
bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami
mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang
dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: "Ada selimut
seperti selimut". Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu
malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat
Rasulullah Saw. sedang berpidato diantara pintu Ka'bah dan Hijr Ismail. Beliau
bersabda, "Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian
untuk melakukan nikah mut'ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan
cara nikah mut'ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah
kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah azza wa
jalla telah mengharamkan nikah mut'ah sampai Hari Kiamat (Shahih Muslim)
Dalil hadits lainnya: Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas
ra. bahwa Nabi Muhammad Saw. melarang nikah mut'ah dan memakan daging keledai
jinak pada waktu perang Khaibar (Muttafaq ‘alaih)
Berdasarkan
hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut: a) dari
Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya
Al-Mabsuth mengatakan: "Nikah mut'ah ini bathil menurut madzhab kami. b) dari
Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid
wa Nihayah Al-Muqtashid mengatakan, "hadits-hadits yang mengharamkan nikah
mut'ah mencapai peringkat mutawatir" c) dari Madzhab Syafi', Imam Syafi'i
(wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm mengatakan, "Nikah mut'ah yang
dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang
perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari atau satu
bulan." Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu' mengatakan,
"Nikah mut'ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu pada dasarnya
adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan
waktu." d) dari Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam
kitabnya Al-Mughni mengatakan, "Nikah Mut'ah ini adalah nikah yang
bathil." Ibnu Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat
242 H) yang menegaskan bahwa nikah mut'ah adalah haram.
Dari uraian di
atas sangat jelas sekali, bahwa Islam sangat membenci model perkawinan kontrak,
tetapi anehnya masih banyak yang mencari perkawinan model ini. Melalui tulisan
sederhana ini, dihimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak melakukan
perkawinan model kontrak, mengingat bahayanya lebih besar daripada manfaatnya.
semoga
* Mursana, M.Ag. : Ketua Pokjaluh Kandepag Kab. Cirebon,
alumni Pesantren Darussalam Ciamis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar