BENARKAH HAJI MARDUD PANGGILAN TUHAN?
Oleh : Mursana, M.Ag.
(Ketua Pokjaluh Kandepag Kab.Cirebon,Alumni Pesantren Darussalam Ciamis)
”Panggilan
haji telah tiba lagi, menunaikan ibadah panggilan baitullah, tanah suci Makkah
ia Makkatul mukarramah”. Penggalan syair ini sempat dipopulerkan oleh Group
Qasidah Modern Nasyida Ria asal Kota Semarang pada tahun 80-an. Pada bulan ini,
bait-bait syair di atas terasa terngiang-ngiang kembali di telinga dan sangat
menggetarkan setiap kalbu orang yang beriman, di mana umat muslim yang mendapat
panggilan Allah untuk menunaikan ibadah Haji Tahun ini, semarak mengadakan walimatus
safar.
Menurut
rencana kelompok terbang (kloter) pertama jama’ah haji asal Propinsi Jawa Barat
diberangkatkan pada tanggal 22 Oktober 2009. Berbagai persiapan telah dilakukan
baik oleh pihak panitia penyelenggara maupun oleh peserta jama’ah haji. Maklum
saja karena ibadah yang satu ini merupakan ibadah yang sangat istimewa dalam
ajaran Islam. Sebab yang melakukannya bukan hanya dituntut kemampuan dalam
bidang jasmani tetapi juga rohaninya harus kuat.
Menurut Sayid Sabiq (1983)
Ibadah Haji ialah menyengaja pergi ke Makkah untuk menunaikan Ibadah Thawaf,
Sa’i, Wuquf di Arafah, dan seluruh rangkaian manasik karena memenuhi perintah
dan mencari ridho Allah. Ibadah haji diwajibkan pada tahun ke enam setelah hijrah,
demikian menurut Jumhur Ulama. Haji merupakan satu-satunya ibadah ritual yang
mempunyai perbedaan khusus dibanding dengan ibadah ritual lainnya, seperti
Shalat, Zakat dan Puasa. Karena ibadah haji merupakan ibadah ritual yang
mempunyai dua dimensi yaitu ibadah material (maaliyah) dan non material
(badaniyah). Oleh karena itu dalam menunaikan ibadah haji ini dibutuhkan adanya
kesiapan secara meteri dan non materi. Imam Sayid Sabiq (1983) mensyaratkan
“Sanggup” (isthitha’ah) dengan: 1) Sehat badan, 2) Aman dalam perjalanan bagi
dirinya dan hartanya, 3) Mempunyai bekal yang cukup. Sedangkan menurut ulama
lain, kata ini ditafsirkan mampu secara perbekalan, transportasi, akomodasi,
juga mampu mencukupi nafkah keluarga yang ditinggal selama menunaikan Ibadah
Haji.
Haji Mabrur Panggilan Tuhan
Ibadah haji merupakan ibadah
yang sangat berat. Betapa beratnya Ibadah ini, sehingga Rasulullah Saw.
menggolongkan ibadah ini mempunyai nilai jihad. Dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhori dan Muslim dari ‘Aisyah sewaktu dia mengadu kepada Nabi Saw.,
“apakah ada jihad bagi kaum perempuan?”
Beliau menjawab: “Ya ada jihad tapi bukan
perang”. “Lalu apa?”. “Haji dan Umrah” jawab Beliau. Di dalam
riwayat lain Nabi Saw. bersabda: “Jihad
yang paling utama ialah haji yang mabrur” (lihat Asshon’any dalam
Subulussalam, II:178). Dalam hadits lain diceritakan bahwa “tidak ada balasan yang pantas bagi haji
mabrur kecuali sorga”. HR. Bukhori dan Muslim. Imam Nawawi berpendapat
bahwa haji mabrur ialah haji yang tidak dicampuri dengan dosa-dosa. Menurut
Asshon’any, haji mabrur ialah haji yang menjadikan pelakunya melahirkan dan
meningkatkan kebaikan dan kebajikan yang berkesinambungan setelah menunaikan
ibadah haji. Namun tidak sedikit orang yang baru pulang menunaikan ibadah haji,
bahkan ia berkali-kali menunaikan ibadah haji, tetapi ternyata ibadah tersebut tidak ada pengaruhnya sama
sekali bagi dirinya. Artinya ibadah yang ia lakukan tidak membawa
perubahan/dampak positif sedikitpun, bahkan ia semakin gila prilakunya. Na’udzu
billah min dzalik. Mugkinkah ada yang salah, baik dalam niat maupun dari
cara-cara yang ia tempuh dalam rangka menunaikan ibadah akbar ini.
Setiap kali Allah mengundang
umat Islam untuk menunaikan ibadah haji, pasti ada tujuan tertentu. Adapun
tujuan Allah Swt. mengundang umat Islam tersebut adalah Allah sebagai Tuhan
pemelihara alam semesta mempunyai keinginan ( iradat ) untuk membina umatNya
agar bisa menjadi khalifah di muka bumi ini dengan baik sesuai dengan
kehendakNya. Sebagai khalifah ( wakil Allah ), manusia diberi keistimewaan yang
tidak dimiliki oleh makhluk lain. Keistimewaan itu bernama akal budi. Tentu
saja anugerah ini tidak mungkin bisa berjalan dan berfungsi secara maksimal
tanpa dibimbing dan dibina. Pelaksanaan ibadah Haji merupakan wahana pembinaan,
pendidikan, dan pelatihan bagi umat Islam, di mana Allah swt. sebagai Rabb, membina
dan membimbing secara langsung kepada para hujaj dengan harapan hasil dari
pembinaan itu bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari setelah kembali ke
Tanah air. Aplikasi dari hasil didikan Allah itu bukan hanya untuk dirinya
tetapi juga untuk lingkungan masyarakat sekitar.
Haji Mardud Panggilan Hantu?
Ibarat sebuah majelis ta’lim
Pak haji dan Bu haji Mabrur adalah peserta didik yang mendapat
panggilan/undangan khusus dari Tuhan (alQudus) Yang Maha Suci untuk mengikuti
pendidikan dan pembinaan, sehingga mereka bisa mengikutinya dengan serius dan
khusyu’. Maka pantas ilmu yang diperolehnya
dari diklat itu utuh dan barokah serta bisa diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Sedangakan Pak haji dan Bu
haji Mardud adalah peserta didik yang tidak diundang alias tamu yang
tidak diundang dalam diklat tersebut, karena memang mereka tidak pantas untuk
diundang. Bagaimana mungkin Tuhan (alQudus) Yang Maha Suci mengundang orang
yang tidak suci niatnya, hartanya, dan perbuatannya? Ketika alQudus mendidik
dan membina peserta yang diundang secara serius, maka mereka yang tidak
diundang ikut aktif juga dalam diklat itu, tetapi mereka tidak serius
mengikutinya atau main-main. Pada waktu alQudus menyuruh ihram, wukuf, thowaf,
sa’i, tahallul, dan jamarat, mereka yang tidak diundang juga mengikuti
rangkaian kegiatan manasik tersebut, tetapi main-main. Maka pantas ketika
mereka pulang dari diklat atau kembali ke Tanah air, hasil dari diklat itu
tidak membawa perubahan sama sekali bagi dirinya apalagi untuk orang lain.
Artinya adalah mereka sebelum dan sesudah haji sama saja, begitu-begitu aja.
Maka Penulis berkesimpulan bahwa tidak semua orang yang menunaikan ibadah haji
itu merupakan panggilan Tuhan, bisa jadi panggilan Hantu atau
lainnya. Haji mardud adalah salah satu contoh haji panggilan hantu.
Karena dari persyaratan dan niat untuk berhaji tidak sesuai dengan tuntunan
syari’at Islam, misalnya hartanya tidak halal atau niatnya tidak ikhhlas. Dan
setiap orang yang dipanggil Tuhan untuk menunaikan ibadah haji merupakan orang-orang
pilihanNya yang sudah memenuhi syarat dan rukun, baik jasmani (materi) maupun
ruhaninya (mental).
Demikian beberapa renungan ini
sengaja Penulis paparkan semoga menjadi bahan pertimbangan bagi orang-orang
yang bermaksud menunaikan ibadah haji, agar haji yang dilaksanakan tidak
sia-sia. Amiin. LIHAT LAMPIRAN FOTO DI BAWAH INI........
Mursana, M.Ag. sedang pimpin diskusi
masalah haji
Di Hotel Parahyangan Bandung
AWAS , JAGA KEMABRURAN HAJI ANDA !
IBADAH HAJI BUKAN UNTUK MEMBELI GELAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar