Cari Blog Ini

Rabu, 04 Januari 2017

MEMBANGUN KESALEHAN SOSIAL DENGAN AL-ASMAUL HUSNA

MEMBANGUN KESALEHAN SOSIAL DENGAN AL-ASMAUL HUSNA
(Kado Buat para Pemimpin)**
Oleh : Mursana, M.Ag.*


Berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah. Barang siapa yang berakhlak dengan salah satu dari akhlak-Nya, ia akan masuk sorga.” (Al-Hadits)

Sudah sepuluh tahun berjalan krisis moneter melanda Bangsa Indonesia, namun sampai dengan saat ini nampaknya kehidupan Bangsa Indonesia tidak bertambah baik, bahkan masalah yang dihadapi masyarakat semakin bertambah kompleks. Berawal dari krisis moneter lalu berkembang menjadi krisis multidimensi yang tidak bisa dielakan lagi. Berkenaan dengan itu kehidupan masyarakat Indonesia pun turut berubah, baik dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, akhlak maupun sosial budaya. Perubahan yang paling dominan dalam masyarakat Indonesia adalah perubahan dibidang akhlak dan sosial budaya. Sering kita saksikan di Televisi berita-berita yang dulu jarang kita saksikan di negeri ini, seperti penyebaran Narkoba, maraknya VCD porno, Trafiking, Pelecehan Sexual yang dilakukan paman kepada keponakannya, pembunuhan seorang bawahan kepada atasannya, pemerkosaan dan lain-lain berita yang sering kita saksikan setiap hari di Televisi. Begitupun yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita, gotong royong, bahasa kromo inggil, budaya ketimuran nampaknya sudah terjadi pergeseran. Kenapa semua itu bisa terjadi pada saat reformasi digulirkan? Inilah pertanyaan yang selalu muncul pada masyarakat kita. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari bertanya kepada hati nurani kita masing-masing. Sebab yang paling tahu jawabannya adalah hati nurani. Setiap kali kasih dan sayang dinodai, kejujuran dilecehkan, tanggung jawab diabaikan, disiplin dipermainkan, kerjasama diacuhkan, keadilan tidak ditegakkan, kepedulian tidak dihiraukan, kedamaian tidak dijunjung tinggi dan kesucian dikotori, maka pasti setiap hati nurani manusia tidak akan menerima atas perlakuan tersebut. Karena sifat-sifat tersebut merupakan suara hati manusia yang paling dalam (fitrah), yang dalam  istilah Ary Ginanjar Agustian disebut Gos Spot. Ternyata sifat-sifat kebaikan yang merupakan fitrah atau dorongan hati nurani manusia, kalau kita tela’ah dengan seksama merupakan penjabaran dari Al-Asmaul Husna. Ia bukan hanya sumber ketauhidan tetapi juga sumber untuk membangun karakter kesalehan individual dan sosial kemasyarakatan.
Aplikasi Al-Asmaul Husna
Secara bahasa Al-Asmaul Husna artinya nama-nama yang baik bagi Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
Dan kepunyaan Allahlah Al-Asmaul Husna (nama-nama yang agung/baik yang sesuai dengan sifat-sifat Allah), maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut Al-Asmaul Husna itu. Dan tinggalkanlah orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka telah kerjakan” (Q.S. 7 : 180).
Ayat tersebut di atas merupakan perintah Allah, agar kita selalu berdo’a dan mengumandangkan nama-nama Allah yang agung dimanapun berada, apapun status sosial kita. Apakah sebagai pejabat pemerintah, pejabat di lingkungan TNI & POLRI, pemimpin perusahaan atau bahkan rakyat biasa. Dengungkan Al-Asmaul Husna di kantor, perusahaan, tempat bisnis, sawah, dan seterusnya. Selanjutnya Allah menyuruh agar kita meninggalkan orang-orang (baik sebagai pejabat atau rakyat) yang coba-coba mengotori, mencemarkan atau bahkan kata Ibnu Katsir yang menukil pendapat Ibnu ‘Abbas, “mendustakan” nama-nama yang agung tersebut. Kalau perlu kita lawan oran-orang yang mengotori kasih sayang dan kejujuran, yang menodai keadilan dan mengotori nama-nama Allah yang lainnya. Jangan lupa siapa pun orangnya, apapun status sosialnya yang dengan sengaja mengotori nama-nama Allah yang Agung akan mendapat balasan kelak di akherat. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang bisa menjaga (mengaplikasikan nilai-nilai) Asmaul Husna, maka ia masuk sorga” (H.R. Bukhori dan Muslim).
Di bawah ini akan penulis utarakan beberapa Asmaul Husna yang harus dijadikan sebagai values atau nilai dalam membangun kesalehan sosial.
Pertama :   Ar Rahmaan dan Ar Rahiim (Allah Maha Pengasih dan Penyayang). Kita sebagai Abdur Rahmaan dan Abdur Rahiim dituntut agar senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kasih sayang kepada siapapun. Pada era reformasi, bangsa ini sudah seperti Kanibal, dimana nyawa manusia sudah tidak dihargai lagi. Rasanya panas telinga kita, setiap hari mendengar berita kasus pembunuhan, orang makan orang, pemerkosaan yang dilakukan orang tua kepada anaknya; paman kepada keponakannya; bahkan lebih ngeri lagi kakek kepada cucunya dan lain-lain. Itulah akibat nilai-nilai kasih sayang sudah tidak diterapkan lagi oleh segelintir oknum bangsa ini. Rasulullah SAW sudah memberikan sinyal kepada kita 15 abad yang lalu. “Kasihinilah orang-orang yang ada di bumi, niscaya yang ada di langit mengasihimu”. Barang siapa yang menghilangkan nilai-nilai kasih sayang, maka ia tidak akan dikasih sayangi”. (H.R. Bukhori). Apabila nilai-nilai kasih sayang ini diamalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, tanpa melihat latar belakang agama, suku dan sosial budaya, maka negeri ini akan menjadi negeri yang bermartabat dan berperadaban tinggi sesuai dengan yang dicita-citakan oleh para pendiri Republik ini.
Kedua : Al Mukmin (Maha Mengamankan), seorang Abdul Mukmin senantiasa mengkampanyekan nilai-nilai kejujuran. Kejujuran adalah suatu sikap apa adanya yang keluar dari hati nurani setiap manusia. Di Republik Indonesia tercinta ini sangat membutuhkan para pemimpin yang jujur. Yakni pemimpin yang dipercaya oleh rakyatnya, bukan hanya menghormatinya. Salah satu krisis bangsa ini disebabkan para pemimpinnya tidak jujur. Lihat saja penyelewengan-penyelewengan terjadi di semua lini kehidupan. Dari mulai penyelewengan APBN, APBD yang dilakukan oleh pejabat Eksekutif dan Legislatif yang jumlahnya triliunan rupiah setiap tahunnya, belum lagi aksi para koruptor yang semakin gila. Bahkan di perusahaan-perusahaan baik milik negara maupun swasta tidak ketinggalan ikut andil dalam penyimpangan tersebut. Inilah dampak dari kekhianatan para pemimpin tersebut. Kemiskinan semakin merajalela, sementara lapangan kerja semakin langka, yang akibatnya pengangguran semakin menganga, aksi kejahatan dimana-mana.
Melalui Al Mukmin, kibarkan sifat-sifat kejujuran di seluruh persada nusantara. Pemimpin jujur, rakyat pasti makmur.
Ketiga : Al Wakiil (Maha Pemanggul Amanat), setiap rakyat Indonesia adalah Abdul Wakil yang seyogyanya mendengungkan tanggung jawab. Tanamkan tanggung jawab, kapan dan dimanapun berada. Seorang suami bertanggung jawab kepada istri dan anak-anaknnya. Seorang guru bertanggung jawab kepada anak didiknya. Seorang Direktur bertanggung jawab atas karyawannya. Begitu juga seorang Presiden, Gubernur, Bupati sampai Ketua RT bertanggung jawab kepada rakyatnya. Sementara ini banyak pemimpin yang tidak bertanggung jawab atas profesinya, mereka hanya memikirkan hak sedangkan tanggung jawabnya diabaikan.
Penulis yakin bahwa setiap individu sangat menentang keras karakter tidak bertanggung jawab dan sangat setuju dengan sifat-sifat tanggung jawab. Karena sifat tersebut merupakan dorongan suara hati Sang Maha Pemanggul Amanat. Dialah Al Wakiil.
Keempat : Al Matiin (Maha Penggengam Kekuatan/Disiplin), menerapkan disiplin pada semua lini kehidupan merupakan wujud pengabdian masyarakat kepada sifat Allah Al Matiin. “Disiplin”  kata yang mudah diucapkan tetapi sangat sulit untuk dilaksanakan. Menerapkan disiplin memang sulit luar biasa. Disiplin bisa dijalankan oleh setiap individu apabila ia ikhlas dan ridho menjalankannya. Dan menyadari betul, bahwa kunci meraih kesuksesan adalah harus dengan disiplin. Tanpa disiplin yang tinggi mustahil sebuah kesuksesan bisa diraih.
Kelima : Al Jaami’ (Maha Penghimpun), wujud pengabdian masyarakat pada sifat  Al Jaami’ ini adalah kerjasama/berjama’ah. Tidak ada satu masalah pun yang tidak bisa diselesaikan dengan kerjasama. Sesulit apapun masalah pasti bisa diselesaikan dengan kerjasama/musyawarah. Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan oleh Allah untuk bekerjasama. Seorang Kepala Dinas tidak ada apa-apanya tanpa kerjasama dengan anak buahnya. Begitu pula sebaliknya anak buah tidak akan sukses tanpa ada bimbingan dari atasannya. Bahkan disadari atau tidak, adanya kitapun di dunia adalah berkat adanya kerjasama antara Bapak dan Ibu kita.
Keenam : Al ‘Adlu (Maha Adil), keadilan di negeri ini sangat hancur sekali, sehingga keadilan bisa dipermainkan oleh siapapun yang mempunyai kekuasaan. Barangkali ini yang menjadi penyebab utama musibah tidak henti-henti di negeri ini, dimana si dhu’afa selalu ditindas oleh sang penguasa, hukum dipermainkan oleh sang penegak hukum, ketentraman diganggu oleh penegak keamanan, seorang guru tidak menjadi suritauladan bagi anak didiknya dan lain-lain. Jangan merasa malu kita mencontoh nilai-nilai keadilan seperti yang diajarkan Rasulullah SAW. Ketika Beliau menjadi Kepala Negara pernah mengatakan, “Andaikan putriku Fatimah mencuri, pasti akan aku potong tangannya. Sungguh rusaknya bangsa-bangsa terdahulu bila yang berbuat salah orang lemah pasti hukum ditegakkan, tetapi bila yang berbuat salah itu orang yang berkedudukan hukum tidak ditegakkan.
Lawan dari keadilan adalah kedzoliman. Keadilan harus ditegakkan sedangkan kedzoliman harus dimusnahkan. Mari kita bertanya kepada nurani kita! Bagaimana perasaan kita apabila didzolimi orang lain? Tentu jawabannya pasti sakit hatinya. Oleh karenanya jangan coba-coba mendzolimi orang lain.
Menegakkan keadilan adalah wujud pengabdian masyarakat kepada Sang Maha Adil, Dialah Al-Adlu.
Ketujuh : As-Saami’ (Maha Mendengar) dan Al Bashiir (Maha Melihat). Seorang pemimpin yang baik adalah yang selalu mendengar dan melihat keluhan yang dipimpinnya. Apapun status kepemimpinannya, apakai ia seorang Suami, Istri, Guru, Presiden Direktur, Top Manajer, Sopir, Kepala Sekolah dan lain sebagainya. Setelah mendengar dan melihat, baru langkah selanjutnya adalah Aksi untuk penyelesaian masalah tersebut. Inilah yang disebut dengan kepedulian sosial. Kalau kita tidak makan, pasti lapar, berarti kita tidak boleh membiarkan orang lain lapar. Kalau kita diinjak-injak pasti sakit, berarti jangan coba-coba menginjak-injak orang lain. Kalau kita tidak belajar, pasti bodoh, berarti tidak boleh membiarkan orang lain tidak bisa sekolah dan seterusnya.
Kepedulian sosial bisa terwujud setelah ngaji rasa. Artinya bisa merasakan apa-apa yang dirasakan orang lain. Mengembangkan budaya kepedulian sosial berarti ikut menjunjung tinggi nilai-nilai Ilahiyah yaitu As Saami’ dan Al Bashiir.
Sebagai penutup dari paparan ini adalah bila ketujuh nilai yang terkandung dalam Asmaul Husna di atas bisa diamalkan dengan ikhlas, pasti kesalehan sosial akan terwujud demi tegaknya negeri yang Baldatun Thoyibatun wa Rabuun Ghoffur. Sesungguhnya Asmaul Husna berjumlah 99 nama. Namun yang penulis paparkan di sini hanya beberapa saja. Semoga.



*      Penyuluh Agama Islam Kecamatan Plumbon.
**    Disampaikan dalam Acara Syukuran HUT RI Ke 62 TK. Kec.Plumbon. Jum’at, 17 Agustus 2007


Tidak ada komentar:

Posting Komentar