Cari Blog Ini

Rabu, 18 Januari 2017

Pembinaan PAI Non PNS di Aula IAI BBC














Pengukuhan PAI Non PNS Oleh Bupati













Pengajian di Lapas Khususa Narkotika

Pengajian Rutin Selasa Pagi, 17 Januari 2017

Kamis, 12 Januari 2017

Khutbah Jumat ke-2 Januari 2017

HIDUP QONA’AH
DITENGAH HARGA KEBUTUHAN POKOK MELONJAK
Oleh : Mursana, M.Ag.*
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ .قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْن
Naik-naik harga BBM tinggi-tinggi sekali
Naik-naik harga listrik tinggi-tinggi sekali
Kiri-kanan kulihat saja banyak rakyat sengsara
Kiri-kanan kulihat saja banyak rakyat sengsara
Naik-naik harga pajak tinggi-tinggi sekali
Naik-naik harga cabai tinggi-tinggi sekali
Kiri-kanan kulihat saja banyak rakyat sengsara
Kiri-kanan kulihat saja banyak rakyat sengsara

ليس الغنى عن كثرة العرض ولكن الغنى غنى النفس
“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Hadhirin jama’ah shalat jum’at rahimakumullah
Bisa dibayangkan apabila ribuan masyarakat Kabupaten Cirebon terkena dampak naiknya bahan dasar pokok kehidupan tersebut, maka akan berdampak kerawanan sosial seperti maraknya pencurian, perampokan, perjudian, pelacuran, dan kejahatan lainnya. Apapun bisa terjadi pada masyarakat kita di saat perut sedang kosong, kebutuhan hidup semakin meningkat, harga kebutuhan pokok melonjak tinggi, sedangkan uang tidak ada. Kecuali apabila masyarakat kita mau menerapkan konsep hidup kona’ah, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Qona’ah merupakan akhlak mahmudah; merasa diri kecukupan terhadap rizki yang Allah berikan, berapapun (besar-kecil)nya selalu cukup karena disyukuri. Orang yang memiliki sifat Qona’ah adalah orang yang kaya sesungguhnya, walaupun dia kelihatan miskin. Sebaliknya orang yang tidak memiliki sifat qona’ah adalah orang yang miskin sesungguhnya, walaupun dia kelihatan kaya.
Banyak sekali hadits Nabi Saw yang memerintahkan agar kita memiliki sifat Qona’ah, diantaranya adalah:
القناعة كنز لايفنى
“Qona’ah itu perbendaharaan yang tidak akan lenyap”
ليس الغنى عن كثرة العرض ولكن الغنى غنى النفس
“Kekayaan itu bukanlah karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati (Qona’ah).” HR. Bukhori dan Muslim.

“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, rizkinya cukup, dan merasa cukup dengan apa-apa yang diberikan Allah SWT.” (HR. Muslim)
Hadhirin jama’ah shalat jum’at rahimakumullah
Untuk menanamkan sifat qona’ah kepada masyarakat memang tidak mudah, tidak seperti membalikkan telapak tangan. Paling tidak harus dimulai dari para tokoh masyarakat dan para pemimpinnya. Apabila para tokoh dan pemimpin masyarakat mampu memberi contoh hidup Qona’ah kepada masyarakat, bukan hidup yang serba poya-poya, maka otomatis masyarakat juga akan mengikutinya. Apalagi masyarakat Cirebon termasuk kategori masyarakat manut. Dari zaman dulu sampai sekarang masyarakat Cirebon selalu manut apa kata pemimpinnya atau orang yang ditokohkannya, selama pemimpin itu selalu mengantarkan kepada segala sesuatu yang maslahat untuk masyarakat. Tetapi apabila mereka coba-coba menghianatinya, jangan harap masyarakat akan manut.
Hidup secara Qona’ah inilah alternatif yang paling tepat bagi masyarakat Kabupaten Cirebon pada saat harga kebutuhan pokok itu naik. Jika kehidupan seperti ini tidak dimiliki, mereka akan terjebak ke dalam kehidupan Hedonisme dan materialisme. Kehidupan Hedonisme dan materialisme akan menyeret masyarakat ke dalam kehidupan yang rakus dan tamak, akibat tidak memiliki kepuasan dan jarang mensyukuri nikmat-Nya. Bagi orang-orang dhu’afa ingin menjadi kaya mendadak dan apabila sudah kaya ingin menjadi kaya lagi sampai menjadi konglomerat. Bagi seorang staff ingin menjadi pejabat, bila sudah  menjadi pejabat ingin lebih tinggi lagi jabatannya. Begitulah nafsu dan ambisi manusia dalam berupaya memperoleh nikmat dunia, sehingga Allah memperingatkan dalam Q.S. Attakatsur ayat 1-8 yaitu :
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8)
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu). Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahi dengan pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat Neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megahkan di dunia itu)”
Hadhirin jama’ah shalat jum’at rahimakumullah
Hawa nafsu adalah anugerah yang terbesar dari Allah dan potensi bagi setiap manusia. Namun banyak manusia yang terjebak oleh nafsu itu sendiri, karena ia tidak bisa mengendalikannya. Al-Ghozali mengatakan; Bahwa potensi nafsu yang dimiliki manusia itu ibarat orang yang minum air laut/asin di saat kehausan, makin banyak diminum semakin haus. Sementara al-Busyairy mengatakan bahwa potensi nafsu pada diri manusia itu ibarat seorang bayi yang sedang menyusu kepada Ibunya. Ia tidak akan melepaskan penyusuan, selama Ibunya tidak mau melepaskan. Itulah potensi nafsu pada diri manusia yang akan terus menggerogoti manusia, selama ia tidak menghentikannya dengan Iman. Dengan kata lain orang yang tidak mempunyai keinginan untuk menghentikan hawa nafsunya, hidupnya akan selalu diliputi kegelisahan dan ketidaktenangan. Maka Islam datang sebagai agama rahmatal lil’alamin memberikan konsep hidup secara qona’ah untuk mencapai tujuan hidup bahagia di dunia dan akherat. Kehidupan secara qona’ah akan selalu siap menghadapi kehidupan seperti apapun. Jangankan situasi dan kondisi yang lapang, kehidupan yang sempitpun siap menghadapinya.
Hadhirin jama’ah shalat jum’at rahimakumullah
Manusia sebagai makhluk sempurna, barangkali tidak ada salahnya apabila mau melihat dan berguru kepada kehidupan seekor burung dan cacing (baca Permadi Alibasya) yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Coba lihat dan perhatikan dengan mata hati nurani kita!. Seekor burung setiap pagi keluar dari sarangnya untuk mencari makan tanpa mengetahui di mana ia harus mendapatkannya. Karena itu, terkadang sore hari ia pulang dalam keadaan perut kenyang, terkadang ia pulang dengan membawa oleh-oleh makanan untuk keluarganya, tetapi sering juga ia pulang dalam keadaan perut masih keroncongan. Meskipun nampaknya burung lebih sering kekurangan makanan karena tidak mempunyai tempat kerja yang tetap, apalagi setelah lahannya diobrak-abrik oleh manusia untuk membangun Pabrik Rotan, Perumahan, dan Jalan Tol Palimanan – Plumbon  - Kanci, namun yang jelas dan pasti, kita tidak pernah mendengar dan melihat ada burung yang berusaha untuk bunuh diri dengan cara membenturkan kepalanya ke batu cadas, atau gantung diri, apalagi sampai membakar diri karena takut tidak bisa memberi makanan kepada keluarganya seperti yang pernah dilakukan oleh manusia beberapa bulan yang lalu. Padahal burung tempat mencari makanannya tidak pasti. Nampaknya seekor burung sangat menyadari betul bahwa demikianlah hidup, terkadang ada di atas, terkadang juga ada di bawah, terkadang ada kemudahan, terkadang juga ada kesulitan. Sewaktu-waktu perut kenyang, sewaktu-waktu juga perut lapar dan seterusnya. Lain halnya dengan seekor cacing yang kehidupannya jauh lebih tidak menguntungkan dari pada burung. Seekor cacing seolah-olah ia tidak punya sarana untuk mencari makanannya. Coba lihat dan perhatikan dengan seksama!. Seekor cacing tidak mempunyai tangan dan kaki atau bahkan ia tidak mempunya mata, kaki, dan telinga. Seekor cacing serupa tentunya dengan makhluk yang lainnya. Ia mempunya perut yang apabila tidak diisi dengan makanan, ia kelaparan dan akan mati. Walaupun dalam keadaan seperti seekor burung dan cacing, tetapi ia selalu usaha, tawakkal dan qona’ah. Bagaimana dengan manusia yang dianugrahi akal pikiran? Betapa malu dan bodohnya manusia apabila dikalahkan oleh seekor burung, apalagi oleh cacing. Bergurulah kepada seekor burung dan cacing. Jangan mudah putus asa. Perlu diingat bahwa dunia ini luas, tidak sesempit kuburan. Bila Pabrik Rotan, di mana tempat kita berusaha untuk mencari nafkah sedang dalam keadaan sepi, kenapa tidak mencari tempat usaha lain yang lebih menjanjikan dari pada rotan. Misalnya saja bertani, bercocok tanam, berjualan, atau bisnis barang-barang bekas seperti yang dilakukan oleh masyarakat panguragan. Pokoknya usaha apapun wajib dilakukan. Adapun hasil dari usaha tersebut, serahkan sepenuhnya kepada Allah swt. Allah Swt. pasti akan memberi rizki bagi para hambanya yang mau berusaha.
Hadhirin jama’ah shalat jum’at rahimakumullah
Banyak sekali hikmah dan keutamaan apabila kita mau menjalankan konsep hidup qona’ah, apalagi di masa krisis ini, diantaranya adalah:
Pertama: kita akan selalu Dzikrullah, ingat kepada Allah setiap saat. Karena sadar bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini semata-mata rencana dan kehendak-Nya. Dia Maha Mengetahui tentang segala sesuatu yang terjadi dan akan terjadi di masa yang akan datang.
Kedua: kita akan selalu merasa cukup dan puas terhadap rizki yang Allah berikan. Karena kita selalu menerima dengan ikhlas dan Ridho segala pemberian Allah. Hidup adalah cobaan. Ketika mendapat nikmat rizki dari Allah, hakekatnya kita sedang diuji apakah mau bersyukur atau tidak? Ketika mendapat musibah, hakekatnya kita sedang diuji oleh Allah, apakah bisa sabar atau tidak? Orang yang qona’ah, ia akan selalu sabar dan syukur.
Ketiga: kita akan selalu merasakan ketenangan dan kebahagiaan hidup, karena orang yang qona’ah selalu terhindar dari sifat-sifat tamak/rakus. Falsafah sunda mengatakan saeutik mahi, loba nyesa bahkan tiasa mereh. Sedikit cukup, banyak tersisa bahkan bisa memberikan kepada orang yang membutuhkan.
Akhirnya khatib menghimbau kepada masyarakat Cirebon, terutama yang sedang dilanda krisis agar selalu berusaha hidup secara qona’ah, bersabar dan bersyukurlah, Insya Allah kemenangan Allah akan segera didapat. Hanya kepada Allah kami mengabdi dan hanya kepada Allahlah kami memohon pertolongan. Semoga Allah senantiasa memudahkan segala hidup kita, dijauhkan dari berbagai musibah dan malapetaka. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.


*Disampaikan di Masjid Baitul Muttaqin Desa Karangmulya pada Jumat ke 2 bulan Januari 2017

Rabu, 11 Januari 2017

Khutbah Jumat 1 tahun 2017

Draft Khutbah awal Tahun 2017


ANGKA KRIMINALITAS 2016 CUKUP TINGGI DI CIREBON
ADA APA DENGAN IBADAH RITUAL KITA?
KENAPA IBADAH SHALAT KITA-PUASA KITA-ZAKAT KITA-HAJI KITA-TIDAK BISA MENCEGAH PERBUATAN KEJI DAN MUNKAR?

INILAH DATA ANGKA KRIMINALITAS DI KABUPATEN CIREBO TAHUN 2016


CIREBON – Pencurian menjadi kasus yang paling mendominasi di Kabupaten Cirebon sepanjang tahun 2016. Kasus pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan dan pencurian kendaraan bermotor pun menjadi perhatian Polres Cirebon.
Kapolres Cirebon, AKBP Risto Samodra menyebutkan ada sembilan kasus yang paling menonjol sepanjang tahun 2016 seperti curat, curas, pembunuhan, curanmor, penganiayaan dan lainnya. “Dari 378 kasus tindak kejahatan yang terjadi di Cirebon sepanjang tahun 2016, kami berhasil menangkap 32 pelaku,” ungkap Risto, Sabtu (31/12).
Selain itu, kata dia, mengungkap 97 kasus narkotika dan menangkap sebanyak 147 pelaku. Dari 97 kasus itu, pihaknya berhasil menyita 328.34 gram ganja dari 34 kasus dan 58 pelaku, 316.56 gram sabu dari 50 kasus dan 72 pelaku serta 1.855 butir obat-obatan dari 13 kasus dan 17 pelaku.
“Untuk kasus narkotika ada peningkatan sebesar 17 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 83 kasus,” terang dia. (sanuri)

Disampaikan dalam khutbah jumat I bulan Januari tahun 2017 di Masjid PT. Belladona Rattan Cirebon



Khutbah Jum,at terakhir 2016

Khutbah Jelang Tahun  Baru


Merenungi Hakikat Umur

Oleh : Mursana, M.Ag
   

الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Ada pemandangan yang hampir selalu kita temui tiap momen pergantian tahun, yakni banyak orang-orang larut dalam suka cita hingga kadang merasa perlu untuk merayakannya dengan kegiatan-kegiatan khusus. Tahun baru seolah menjadi saat-saat yang paling dinanti. Di detik-detik pergantiannya pun nyaris tiap orang rela berjaga, lalu meluapkan rasa bahagia dengan aneka petasan, kembang api, atau sejenisnya, ketika saat-saat yang ditunggu itu tiba.
Bahagia terhadap momen-momen tertentu merupakan sesuatu yang sangat manusiawi. Begitu pula dalam momen pergantian tahun ini. Yang menjadi pertanyaan, sudah pada tempatnyakah kebahagiaan itu diekspresikan?

Jamaah shalat jum’at rahimakumullah
Waktu adalah sebuah anugerah. Manusia menerima kesempatan di dunia untuk mencapai tujuan-tujuan akhirat. Sebagaimana Islam ajarkan bahwa kehidupan dunia adalah ladang yang mesti digarap serius untuk masa panen di akhirat kelak. Karena itu sifat waktu dunia adalah sementara, sedangkan sifat waktu di akhirat adalah kekal abadi. 
Islam mengutamakan kehidupan akhirat di atas kehidupan dunia. Dua kehidupan tersebut dikontraskan sebagai dua jenis waktu yang sejati dan tidak sejati. Al-Qur’an melukiskan kehidupan dunia dengan istilah “tempat permainan” belaka.

وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ  وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS al-Ankabut: 64)
Kalimat “kehidupan dunia ini merupakan senda gurau dan main-main” bukan berarti kita dianjurkan untuk berbuat seenaknya di dunia ini layaknya sebuah permainan. Redaksi tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa kehidupan dunia ini tidak sejati, tidak kekal, dan penuh dengan tipuan. Karena itu, maknanya justru seseorang harus lebih banyak mencurahkan perhatian kepada kehidupan akhirat.
Lantas apa yang harus dilakukan agar kesempatan hidup di dunia berkualitas? Al-Qur’an telah memberikan garis bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi secara total kepada Allah.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56)
Allah tidak menciptakan jin dan manusia untuk suatu manfaat yang kembali kepada Allah. Mereka diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Dan ibadah itu sangat bermanfaat untuk diri mereka sendiri. Pengertian ibadah itu pun sangat luas, tak sekadar ritual kepada Allah (seperti shalat, puasa, haji, atau sejenisnya) melainkan meliputi pula kebaikan-kebaikan yang membawa kemaslahatan bagi orang lain.
Memanfaatkan umur di dunia ini menjadi sangat penting karena waktu terus berjalan, dan tak akan bisa terulang kembali. Manusia dituntut untuk memaksimalkan waktu atau kesempatan yang diberikan untuk perbuatan-perbuatan bermutu, sehingga tak menyesal di kehidupan kelak. Orang-orang yang menyesal di akhirat digambarkan oleh Al-Qur’an merengek-rengek minta kembali agar bisa memperbaiki perilakunya.
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ ، لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ

 “(Demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.” (QS Al-Mu’minun: 99-100)

Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Imam Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan—dengan mengutip hadits—dalam kitab Ayyuhal Walad:
عَلاَمَةُ اِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ اَنﱠ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، في غَيرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَةِ، لَجَدِيرٌ اَنْ تَطُولَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ

"Pertanda bahwa Allah ta'ala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan.”
Dari penjelasan ini, kita patut memikirkan ulang tentang hakikat perayaan tahun baru. Momen tahunan ini seyogianya disikapi secara wajar dan tepat. Kebahagiaan terhadap tahun baru semestinya diarahkan kepada rasa syukur terhadap masih tersisanya usia, bukan uforia kebanggaan atas tahun baru itu sendiri. Sisa usia itu merupakan kesempatan untuk menambal kekurangan, memperbaiki yang belum sempurna, dari perilaku hidup kita di dunia. Tahun baru lebih tepat menjadi momen muhasabah (introspeksi) dan ishlah (perbaikan).
Sebuah kata-kata Syekh Ahmad ibn Atha'illah as-Sakandari dalam al-Hikam ini patut menjadi renungan:
رُبَّ عُمُرٍ اتَّسَعَتْ آمادُهُ وَقَلَّتْ أمْدادُهُ، وَرُبَّ عُمُرٍ قَليلَةٌ آمادُهُ كَثيرَةٌ أمْدادُهُ.

"Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah."
Semoga kita menjadi pribadi yang orang-orang yang mampu menunaikan sisa usia kita dengan sebijak-bijaknya, dan terhindar dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia. Amiin. Wallahu a’lam bisshawâb.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ.  إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْم

Pesan Khutbah ke 2
عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ . وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ .[رواه البخاري]


 disampaikan dalam khutbah jumat akhir tahun 2016 di Masjid UNSWAGATI Kampus I Jln. Pemuda Cirebon


Minggu, 08 Januari 2017

KHUTBAH JUM'AT DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA CIREBON

SILATURRAHIM KE BALAI REHABILITASI SOSIAL WANITA SILIH ASIH





Jumat, 06 Januari 2017

POLRES SUMBER SELENGGARAKAN PENGAJIAN KAMISAN 

Mengenalkan Nilai-nilai Ketuhanan kepada anggota Polres Sumber

Anggota Polres Sumber menyimak ceramah agama dengan serius

Santai tapi serius. Gelatak-gelutuk numpak jaran=bagen ngantuk olih ganjaran

Rabu, 04 Januari 2017

SPIRITUALISME HALAL BI HALAL

        SPIRITUALISME HALAL BI HALAL
         Oleh : Mursana, M.Ag
                    (Ketua Pokjaluh Kandepag Kab.Cirebon,alumni Pon-Pes Darussalam Ciamis)

Konon tradisi halal bi halal yang dilakukan umat Islam Indonesia sudah berjalan sejak jaman dulu kala, namun tidak diketahui sejarahnya dari mana asal usul-usul kata ini populer ? Siapa yang paling pertama kali mempopulerkan istilah ini ? dan di mana istilah ini peretama kali diproklamirkan ? yang jelas, apabila selesai melaksanakan ibadah puasa Ramadhan disempurnakan dengan zakat fitrah dan ditutup tanggal1 Syawal dengan sholat‘Idul Fitri dilanjutkan dengan acara halal bi halal. Acara ini dilaksanakan oleh sebagian besar umat Islam di Indonesia. Mulai dari kalangan pejabat, birokrat tingkat atas sampai tingkat bawah, masyarakat umum. Biasaya acara ini berlangsung sampai dengan akhir bulan Syawal. Modelnya bermacam-macam; ada yang mengundang muballigh, ada yang mengundang artis, bahkan ada yang cuma kumpul-kumpul biasa sambil ngobrol ngalor ngidul dan makan bersama antar keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar, lalu ditutup dengan salam-salaman; saling maaf memaafkan antar peserta halal bi halal. Yang pasti dalam acara tersebut terlihat suasana kekeluargaan, persaudaraan dan keakraban. Seolah-olah antar peserta tidak punya beban masalah apapun.
Menurut Quraish Shihab (1992:317), Halal bi halal adalah kata majemuk yang terdiri atas pengulangan kata halal, diapit oleh satu huruf (kata penghubung) ba’ yang dibaca bi. Kalau kata majemuk tersebut diartikan seperti yang ditemukan dalam kamus besar bahasa Indonesia, yakni “acara ma’af memaafkan pada hari lebaran,” maka dalam halal bi halal terdapat unsur silaturrahim.
Halal bi halal sesungguhnya adalah hasil kreasi umat Islam Indonesia sendiri dan telah menjadi perbendaharaan kata keagamaan serta telah melembaga di kalangan umat Islam Indonesia, walaupun istilah itu tidak ada yang tahu, sejak kapan, dari mana asal usulnya, dan apa latar belakang istilah tersebut.
Nilai Spiritual Halal bi Halal
Manusia adalah makhluk yang sering salah dan lupa, seperti dikatakan dalam pepatah Arab, “Al-Insaanu Mahalul Khatha’ wan Nisyaan”. Karena manusia tempatnya salah dan lupa, maka kadang-kadang ia menyakiti perasaan orang lain. Orang yang disakiti boleh jadi ia akan marah, dan bila marah telah menyelinap dalam hati seseorang, maka dengan demikian orang yang telah menyebabkan orang lain itu menjadi marah, laksana telah memutuskan hubungan persaudaraan dan hubungan kasih sayang sesama manusia atau dengan perkataan lain telah memutuskan silaturrahim yang tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Sebagaimana Rasulullah SAW. pernah mengancam orang-orang yang memutuskan silaturrahim, “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan kekeluargaan (memutuskan silaturrahim)”. (HR. Bukhori dan Muslim).
Jika dikaji secara mendalam, tradisi halal bi halal akan menumbuhkembangkan nilai spiritual setiap individu. Adapun spiritualisme tersebut antara lain sebagai berikut :
Pertama : Halal bi halal merupakan wadah silaturrahim. Menurut Quraish Shihab, silaturrahim adalah kata majemuk yang diambil dari kata bahasa Arab; Shilat dan rahim. Kata shilat berakar dari kata washl yang berarti “menyambung” dan “menghimpun”. Ini berarti hanya yang terputus dan yang terserak yang dituju oleh shilat itu. Sedangkan kata Rahim pada mulanya berarti “kasih sayang”, kemudian berkembang sehingga berarti pula “peranakan” (kandungan), karena anak yang dikandung selalu mendapatkan curahan kasih sayang. Jadi silaturrahim adalah suatu aktifitas untuk saling menghubungkan atau menyambungkan tali persaudaraan/ kekeluargaan, sehingga menimbulkan kasih sayang seperti menyayangi anak kandung.
Banyak sekali hadits Rasulullah SAW. yang menganjurkan umat Islam agar gemar bersilaturrahim seperti tertulis dalam Kitab Subulus Salam:IV:160-162), diantaranya adalah Rasulullah SAW. bersabda : “Barang siapa yang menginginkan dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka bersilaturrahimlah”.(HR.Bukhori). Hadits ini mengisyaratkan bahwa : a). Sesulit apapun rizki kita, asal mau bersilaturrahim, Allah pasti akan membukaan jalan keluarnya. Allah Swt. akan memberi rizki orang tersebut dengan tidak disangka-sangka. Rizki itu bisa melalui orang yang disilaturrahimi atau mungkin dari tetangga masyarakat sekitar dan dari tetangga jauh. Yang namanya rizki bukan hanya uang, bisa juga berbentuk materi yang lain seperti pakaian, kendaraan, perhiasan atau mungkin makanan. Atau bisa juga rizki itu berbentuk kesehatan jiwa dan raga. Semua anugrah Tuhan untuk manusia itu disebut rizki. b). Orang yang bersilaturrahim akan dipanjangkan umurnya. Maksudnya orang yang sedang dililit masalah kehidupan, setelah bersilaturrahim lalu ada yang memberi spirit/nasehat, sehingga dia kembali semangat dalam hidup, seolah-olah dia hidup kembali. Di dalam hadits lain Rasulullah Saw. mengancam orang yang sengaja memutuskan silaturrahim, seperti dalam sabdanya, “Sesungguhnya rahmat Allah Saw. tidak akan diturunkan kepada suatu kaum yang di dalamnya ada yang memutuskan silaturrahim” ini berarti rahmat Allah Swt. sangat bergantung pada silaturrahim.
Kedua : Halal bi halal sebagai wadah untuk saling memaafkan antar sesama. Saling memaafkan antar sesama merupakan sikap yang dianjurkan oleh Allah SWT. sebab dengan sikap tersebut, sikap dendam dan rasa marah dapat dihilangkan. Sifat dendam dan marah itulah sesungguhnya yang sering menyebabkan terjadinya berbagai tindak kekerasan dan kekejaman. Oleh karena itu dengan mengedepankan sikap saling memaafkan (meminta dan memberi maaf), perbuatan tidak terpuji itu bisa dihindari. Memang diakui bahwa tidak semua dendam dan marah itu timbul akibat seseorang enggan meminta dan memberi maaf, tetapi yang jelas sikap enggan meminta dan memberi maaf dapat menimbulkan dendam dan marah seseorang. Selain itu, sikap saling memaafkan merupakan ciri orang yang taqwa. Oleh karenanya, orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain, nilai kepribadian dan ketaqwaannya sangat luhur. Itulah sebabnya sifat seperti itu senantiasa dimiliki oleh para Nabi dan Rasul Saw. Sikap pemaaf Rasulullah Saw. Juga diteladani oleh para sahabatnya dan orang-orang sholeh. Dalam hal sikap saling memaafkan, Allah Swt. berfirman : “…. dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Q.S. Ali ‘Imran:134).
Semoga halal bi halal yang dilakukan oleh umat Islam Indonesia semakin bertambah tahun semakin baik kwalitasnya. Nilai spiritual halal bi halal bukan hanya tumbuh ketika ’idul fitri tetapi juga tumbuh pada bulan-bulan lain, sehingga negeri ini menjadi negeri yang marhamah, suatu negeri yang tumbuh subur akan nilai-nilai kasih sayang dan saling memaafkan. Amiin


Para Pejabat Kandepag Kab.Cirebon setiap  tahun bersilaturrahim/halal bi halal  dengan keluarga sesepuh Kab.Cirebon di Komplek Pemakaman Sunan Gunung Jati


Mursana,M.Ag. (Ketua Pokjaluh Kandepag Kab.Cirebon) sedang melakukan Halal bi halal/Silaturrahim Ilmiyah lewat udara di RRI Cirebon.

SOSOK GURU SEBAGAI WARATSATUL ANBIYA’

SOSOK GURU SEBAGAI WARATSATUL ANBIYA’
Oleh : Mursana, M.Ag *


Peranan seorang guru di dunia ini tidak dapat disangkal lagi keberadaannya. Ia adalah sosok manusia yang luar biasa jasanya dalam mencerdaskan suatu bangsa. Setiap hari tanpa mengenal lelah Ia mengajar, mendidik dan membimbing anak didiknya demi satu tujuan yaitu melepaskan bangsa dari kebodohan, menuju bangsa yang bermartabat dan berperadaban tinggi. Namun selama dekade sepuluh tahun terakhir ini, nampaknya peran guru khususnya di negeri ini telah mengalami erosi yang sangat tinggi. Lihat saja sekarang, banyak siswa atau peserta didik yang sudah kehilangan jatidirinya sebagai seorang siswa. Lagi-lagi ada berita sekelompok pelajar/mahasiswa tawuran dengan mahasiswa perguruan yang lain, seorang pelajar terlibat penyalahgunaan Narkoba, seorang pelajar menjambret, memperkosa, atau bahkan lebih ngeri lagi seorang pelajar melawan gurunya dan orang tuanya sendiri.
Beberapa kasus di atas menggambarkan tentang kegagalan seorang guru dalam mendidik para muridnya. Kenapa? Ada apa dengan guru? Itulah pertanyaan yang sering muncul dalam benak pemikiran penulis. Akhirnya penulis mencoba untuk mencari tahu beberapa jawaban alternatif terhadap pertanyaan tadi, diantaranya adalah: karena banyak guru akhir-akhir ini yang tidak mengenal jatidirinya, bahwa ia adalah seorang guru yang seharusnya digugu dan ditiru bukan sebaliknya; kesejahteraan (gaji) seorang guru tidak sebanding dengan profesinya; dan kwalitas SDM guru tidak segagah namanya.
Dalam tulisan sederhana ini penulis mencoba menguraikan sosok guru ideal sebagai pewaris para Nabi, Waratsatul Anbiya. Sebagaimana seorang Nabi dan Rosul, seorang guru juga mempunyai tugas membawa risalah dari Allah SWT. Dalam membawa risalah ini tentu saja tidak pernah lepas dari godaan, hambatan dan tantangan. Misalnya seorang guru sering diejek dan menjadi bahan tertawaan orang lain, karena gaji seorang guru satu bulan hanya cukup untuk beli sabun mandi, sehingga banyak guru setelah mengajar di sekolah menjad tukang ojek, penggembala, pedagang, bahkan ada yang lebih ngeri lagi (mohon maaf) menjadi penjudi; terlibat langsung ngadu ayam dan main kartu. Semua itu terjadi karena gaji seorang guru tidak mencukupi kebutuhan keluarga, sehingga terkadang dengan alasan keluarga seringkali melakukan usaha apa pun tanpa memperdulikan apakah usaha itu halal atau haram?
Ketulusan dan keikhlasan guru dalam menjalankan misi sosial dengan misi kemanusiaannya sangat penting. Oleh karena itu guru pun harus diberikan reward (gaji) sepantasnya. Nasib guru kita di daerah-daerah terpencil luput perhatian pemerintah yang menerima gaji sesuai keikhlasan orang tua santri, terkadang digaji dengan hasil bumi setempat. Mereka menjalankan misinya karena panggilan hati nurani. Guru adalah seorang pencerah zaman. Untuk itu, guru harus memiliki kepribadian utuh dan tangguh untuk menghadapi berbagai tantangan zaman. Di bawah ini akan diuraikan beberapa watak kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai pewaris tugas para Nabi (Waratsatul Anbiya).
Pertama; Seorang guru harus menjadi Uswatun Hasanah (teladan yang baik). Rasulullah adalah panutan terbaik bagi umatnya, pada diri beliau senantiasa dikemukakan teladan yang baik serta kepribadian mulia. Pribadi seperti yang diteladankan Rasulullah Saw. itulah seyogyanya adalah manusia pilihan yang dimuliakan Allah SWT. Menurut Hadari Nawawi (1993) bahwa dalam proses pendidikan berarti setiap pendidik harus berusaha menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Teladan dalam semua kebaikan, bukan sebaliknya. Dengan keteladanan itu dimaksudkan peserta didiknya senantiasa akan mencontoh segala sesuatu yang baik dalam perkataan maupun perbuatan. Sesuai dengan namanya Guru itu harus bisa digugu dan ditiru oleh peserta didiknya. Seorang guru harus melaksanakan shalat lebih dulu sebelum menyuruh peserta didiknya untuk shalat. Seorang guru harus sudah tidak merokok lebih dulu sebelum menyuruh peserta didiknya untuk berhenti, tidak merokok, dan lain-lain.
Kedua; Seorang guru harus mempunyai sifat Shidiq (benar dan jujur). Dalam arti ia harus sadar dan jujur terhadap profesinya bahwa ia adalah seorang pendidik, pembimbing, dan pengajar. Seorang guru professional dituntut agar mampu mengangkat nilai-nilai kejujuran, dimulai dari kejujuran disiplin dalam waktu mengajar; persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi belajar. Sampai ia berada di rumahnya yang berdampingan dengan masyarakat sekitar, sangat dituntut sekali kejujurannya bahwa ia seorang guru yang membawa misi Rahmatan lil ‘alamin. Yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akherat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa Tauhid, Kreatif, beramal sholeh, dan berakhlak mulia. Termasuk dalam sifat ini, seorang guru dalam menyampaikan ilmu kepada peserta didik harus sesuai dengan skillnya. Guru yang mengajar matematika, harus dari Sarjana Matematik dan guru yang mengajar Biologi, harus dari Sarjana Biologi, bukan dari yang lainnya.
Ketiga; Seorang guru bisa menjaga Amanah (kepercayaan). Amanah tersebut berasal dari pemerintah (melalui SK mengajar) bagi PNS, Yayasan, masyarakat, dan orang tua siswa. Amanah adalah suatu titipan kepercayaan yang harus betul-betul dijaga dan diemban sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepadanya dan tidak boleh disalahgunakan wewenang tersebut (khianat). Seorang guru yang menyia-nyiakan Amanah berarti guru itu munafik. Sebagaimana di dalam hadits Nabi Saw, “bahwa tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: apabila berbicara; bohong, apabila dipercaya; khianat, dan apabila berjanji; ingkar.”
Keempat; Seorang guru dituntut bisa Tabligh, yaitu bisa menyampaikan ilmu-ilmunya secara proporsional dan professional kepada peserta didiknya, tidak boleh ada niat sedikitpun bagi seorang guru menyembunyikan ilmunya (kitman). Misalnya yang terjadi sekarang adalah seorang guru ketika mengajarkan ilmunya di kelas (jam wajib) terlihat seperti asal-asalan. Tetapi giliran ia mengajar di luar kelas, contohnya dalam kursus-kursus, les, atau bimbingan belajar mata pelajaran tertentu, ia begitu serius dan bersungguh-sungguh. Karena bayaran mengajar di luar sekolah lebih besar dibanding di dalam sekolah ia mengajar, padahal jam wajib mengajarnya adalah di sekolah.
Kelima; Seorang guru dituntut untuk memiliki Fathonah (kecerdasan). Yakni kecerdasan dalam memahami mata pelajaran yang akan ia sampaikan dan kecerdasan membaca tanda-tanda zaman. Kecerdasan yang dimiliki oleh seorang guru bukan hanya kecerdasan intelektual saja (IQ), tetapi juga kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Untuk mencapai ketiga kecerdasan tersebut ia harus banyak berlatih belajar. Apabila ketiga kecerdasan tersebut sudah dimiliki oleh seorang guru, maka ia bukan hanya dicintai oleh peserta didiknya, tetapi juga disenangi dan dicintai oleh masyarakat sekitarnya, juga lebih tinggi lagi dicintai oleh Allah SWT, Tuhan Yang Maha Tinggi.
Keenam; Hendaknya seorang guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’, dan menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan harga dirinya di mata orang banyak.
Sementara menurut al-Ghozali, seperti yang disitir oleh Fathiyah Hasan (1986); terdapat beberapa sifat penting yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai Waratsatul Anbiya’, yaitu : (1) amanah dan tekun bekerja, (2) bersifat lemah lembut dan kasih sayang terhadap murid, (3) dapat memahami dan berlapang dada dalam ilmu serta orang-orang yang mengajarkannya, (4) tidak rakus pada materi, (5) berpengetahuan luas, serta (6) istiqomah dan memegang teguh prinsip.
Demikian beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai Waratsatul Anbiya’. Apabila sifat-sifat tersebut ada pada setiap guru, maka ia akan menjadi guru yang ideal; bisa membaca zaman, sanggup menghadapi hambatan dan tantangan, professional, berwibawa dan disegani oleh kawan dan lawan, karena ia menjadikan akhlakul karimah sebagai senjata dan perisai bagi dirinya. “Sesungguhnya iman seorang mu’min yang sempurna adalah yang terbaik akhlaknya di antara kamu.” Semoga bermanfaat.


* Penyuluh Agama Islam Kec. Plumbon;
Alumni Pesantren Darussalam Ciamis


SHOLAT BAROMETER LEADERSHIP

SHOLAT BAROMETER LEADERSHIP
(  KADO PERINGATAN ISRA’ DAN MI’RAJ  )
Oleh: Mursana, M.Ag*


Peristiwa Isra’ dan mi’raj  adalah salah satu cara Allah Swt. untuk menghibur hati nabi Muhammad Saw. yang sedang dalam keadaan sedih karena ditinggalkan orang-orang yang dicintai yaitu pamanNya Abu Thalib dan istriNya Siti Khadijah. Dalam peristiwa ini berbagai pengalaman hidup dan kehidupan telah beliau dapatkan sebagai ‘ibrah untuk bekal dakwah. Kado yang paling istimewa dari petualangan ini adalah perintah Shalat lima waktu.
Shalat merupakan inti dari ajaran Islam. Betapa pokoknya shalat dalam ajaran Islam sehingga nabi Saw. mentamsilkan shalat sebagai tiang agama: “Barangsiapa yang mendirikan shalat berarti menegakkan agama dan barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti merobohkan agama”. Dalam hadits nabi  Saw. yang lain beliau bersabda: “Apabila shalat itu baik maka baiklah amalan yang lain, tetapi apabila shalat itu jelek maka jeleklah amalan yang lain “. Dari hadits tersebut jelas sekali bahwa shalat merupakan barometer kepemimpinan ( leadership ) seseorang.
Berkenaan dengan itu, Kabupaten Cirebon pada bulan Oktober 2008 besok akan mengadakan Pesta Pemilihan Kepala Daerah Langsung ( Pilkadasung ).
Berbagai obrolan kecil pun di warung-warung kopi, Pos Kamling, Kantor, Majelis Taklim dan tempat kumpulan lainnya, nampaknya sudah mulai heboh membicarakan tentang siapa kira-kira calon yang pantas untuk memimpin Kabupaten Cirebon? Mayoritas ibu-ibu pengajian di majelis taklim berpendapat, “Siapapun yang akan menjadi Bupati dan wakilnya, yang penting adalah harus bisa menyejahterakan warga Cirebon.” Menurut mereka kondisi masyarakat saat ini betul-betul memprihatinkan di mana harga sembako naik terus, lapangan kerja semakin sulit, serta biaya kesehatan yang tidak terjangkau oleh masyarakat kecil.
Melihat kondisi masyarakat seperti ini, beberapa orang tokoh yang akan berkompetisi dalam pemilihan kepala daerah mendatang sudah mulai berkampanye dengan berbagai cara. Ada yang melakukan Road Show dari kampung ke kampung dengan dalih pembagian sumbangan kepada para yatim piatu dan janda, ada pula yang melakukannya dengan cara cukup memasang tanda gambarnya dengan mottonya melalui pamflet dan spanduk yang dipasang pada tihang listrik dan jalan-jalan keramaian. Bahkan ada juga yang melakukannya dengan cara memasang iklan melalui media massa. Pastinya, Pesta Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Cirebon diprediksi bakal ramai melebihi Kotamadya kemarin.
Melalui tulisan ini, penulis menghimbau kepada seluruh warga masyarakat Kabupaten Cirebon agar tidak terjebak dan terhipnotis dengan janji-janji dan program yang muluk-muluk dari masing-masing kandidat tersebut. Sudah menjadi tradisi dalam kampanye itu, seorang calon pemimpin biasanya menawarkan barang dagangannya dengan bujukan, propaganda dan rayuan kepada para pembeli agar mau membeli produk yang ia dagangkan.
Cirebon mempunyai sejarah masa lampau yang cemerlang sehingga terkenal di se-antero Ibu Pertiwi. Seorang tokoh yang telah berhasil mengislamkan Cirebon khususnya dan Jawa Barat pada umumnya. Beliau adalah Syekh Syarif Hidayatullah atau lebih masyhur dengan sebutan Kanjeng Sunan Gunung Jati. Ketika masih hidup dan memimpin Cirebon, Beliau berwasiat kepada masyarakat Cirebon “Ingsun titip Tajug lan Fakir Miskin.” Dengan konsep kepemimpinan inilah, sehingga rakyat Cirebon aman, sejahtera, subur dan makmur.
Dengan demikian, apabila warga Kabupaten Cirebon mengingnkan daerah ini aman, sejahtera masyarakatnya (ekonomi, pendidikan, kesehatan terpenuhi), subur tanahnya dan makmur kehidupan rakyatnya, maka pilihlah calon pemimpin yang sudah terbukti melaksanakan wasiat sang Waliyullah tersebut.

Makna Wasiat Sunan Gunung Jati
Apa makna sesungguhnya di balik wasiat “Ingsun titip Tajug lan Fakir Miskin” sehingga Beliau berhasil memimpin Cirebon. Dalam tulisan ini akan diuraikan secara jelas pemahaman makna dari wasiat kanjeng sinuhun, sebagai berikut:
Pertama, Ingsun titip Tajug. Beliau berpesan agar wong Cirebon selalu memelihara Tajug. Tajug adalah masjid tempat umat Islam melakukan ibadah ritual (Mahdhoh) seperti sholat lima waktu : Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Subuh. Di manapun dan dalam keadaan apapun wong Cirebon, jangan pernah meremehkan, apalagi melupakan tajug. Tajug harus dimakmurkan dengan kegiatan ibadah ritual seperti sholat dan dzikir dan ibadah sosial seperti pemberdayaan umat melalui pendidikan Madrasah Diniyah, TKQ dan TPQ, juga melalui pengembangan ekonomi ke-umatan. Tentu saja harus diawali oleh Bupati dan jajarannya termasuk para Kepala Dinas yang ada di bawahnya. Bagaimanapun juga mereka itu adalah seorang Imam yang harus diikuti dan diamini segala program dan aksinya oleh makmum/rakyat.
Pada masa Khulafaur Rosyidin, Abu Bakar As-Shidiq kenapa terpilih oleh para shahabat lainnya sebagai khalifah/pengganti Rasulullah SAW? Karena didasarkan kepada suatu peristiwa ketika Rasulullah SAW tidak ke masjid beberapa hari (sebab sakit), lalu Beliau menyuruh Abu Bakar As-Shidiq untuk menjadi Imam Masjid sebagai pengganti-Nya. Berdasarkan dari kepemimpinan sholat dan manajement masjid inilah Abu Bakar terpilih sebagai seorang pemimpin pengganti Rasulullah SAW. Dan ternyata Dia sukses mengemban tugas ini, sehingga Islam semakin berkembang di luar negeri Arab.
Hikmah apa yang bisa dipetik dari kepemimpinan sholat dan manajemen masjid? 1) Kedisiplinan (almatiin) waktu dalam menjalankan tugas. Bisa dilihat, bagaimana giatnya umat Islam menjalankan ibadah sholat, bila waktu telah tiba, baik di waktu siang maupun malam. Karena sholat harus didirikan pada waktunya, begitu kata firman Allah SWT dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Juga disiplin dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi antara Imam dan Makmum. Kewajiban makmum adalah mengikuti program dan kebijakan seorang Imam. Maka jika Imam berdiri, makmum juga harus berdiri. Imam sujud, makmum juga harus sujud. Begitu juga jika Imam duduk, makmum juga harus duduk dan seterusnya. Belajar dari sholat inilah seorang pemimpin dan yang dipimpin harus disiplin waktu dan menjalankan tugas sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Kedisiplinan saja tidak cukup, maka harus dibarengi dengan yang ke 2) Tanggung jawab (Al-Wakiil) dalam menjalankan tugas. Orang yang sholat sangat bertanggung jawab, karena kelak sholatnya itu akan dimintai pertanggungjawaban pada hari akhir nanti. Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW, bahwa amal yang paling pertama ditanya pada hari kiamat adalah sholat, bila sholatnya baik maka baiklah amalan yang lain. Bila sholatnya jelek maka jeleklah amalan yang lain. Seorang pemimpin harus bertanggung jawab kepada rakyat, dengan melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Ini terlihat dalam sholat, ketika Imam harus bertanggungjawab kepada para jama’ahnya sesuai dengan tuntunan syari’at Islam. 3) Menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran (Al-Mu’min). Di dalam sholat diajarkan agar setiap orang Islam menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, hal ini bisa dirasakan ketika seseorang melaksanakan sholat, ia tidak berani sedikitpun untuk mengurangi atau menambagi rokaat sholat. Inilah perwujudan dari nilai-nilai kejujuran. Kejujuran seorang pemimpin sangat dibutuhkan untuk menyejahterakan rakyat. Krisis multidimensi yang melanda negeri ini disebabkan karena hilangnya nilai-nilai kejujuran di kalangan para pemimpin. 4) Bekerjasama (al jami’). Ibarat mendirikan sebuah bangunan, diperlukan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak agar bangunanitu bisa selesai dengan sempurna. Begitu pula dengan mendirikan sholat berjama’ah, diperlukan juga kerja sama antara Muadzin, Imam dan Ma’mum. Seorang pemimpin tidak ada apa-apanya tanpa adanya kerjasama dengan bawahannya. 5) Menegakkan keadailan (al’adlu). Bagi jama’ah shalat yang datang lebih dulu maka barisannya menempati jajaran paling depan. Sedangkan bagi jama’ah yang datangnya terlambat harus menempati jajaran paling belakang. Ketika Imam sujud, semua jama’ah (ma’mum) wajib sujud apapun status sosialnya di masyarakat. Demikian juga ketika Imam berdiri, ruku, atau gerakan shalat lainnya, dalam keadaan apapun, ma’mum wajib mengikuti Imam. Termasuk keadilan dalam sholat lainnya adalah adanya dispensasi (rukhsah). Seperti ketika seorang mau melakukan perjalanan jauh, maka ia boleh melaksanakannya dengan dijama’ (digabungkan 2 sholat : Zhuhur dengan Asar dan Magrib dengan Isya’) atau bisa saja dengan menggunakan Qhasar (menyingkat bangsa empat rokaat menjadi rua rokaat). Seorang pemimpin tidak boleh tebang pilih dalam mengambil kebijakan. Walaupun ketika Pemilihan Kepala Daerah ada beberapa wilayah yang tidak memilihnya, maka ketika menjadi seorang Bupati dan wakilnya tidak boleh memarjinalkan wilayah tersebut. Jadi harus bersikap adil dan tidak ada diskriminatif. 6) Mempunyai visi ke depan (al-akhir). Visi di dalam sholat adalah Assalam (kesejahteraan dan kedamaian). Seorang Bupati ke depan harus bisa dan mampu menyejahterakan rakyat dan menjadikan daerahnya aman dan damai sehingga masyarakat kondusif. 7) Mempunyai kepedulian yang tinggi (Assami’ dan al bashiir). Imam harus melihat dan mendengar keadaan jamaahnya. Lafadz “Amiin” diucapkan ma’mum adalah symbol suara rakyat harus didengar. Sedangkan lafadz “salam” dengan menengokkan kepala ke kanan dan ke kiri adalah symbol seorang Bupati harus bisa melihat keadaan rakyatnya (peduli). Setelah melihat dan mendengar lalu bagaimana solusinya memecahkan problematika sosial ini. 8) Demokrasi harus dipelihara. Ketika Imam itu salah atau lupa dalam gerakan sholat, lalu ma’mum mengingatkannya dengan bacaan “Subhanallah” maka Imam harus memperhatikan aspirasi ma’mum. Begitu pula kalau Imam itu lalai dalam salah satu bacaan shalat dan makmum mengingatkannya, maka Imam harus introspeksi diri dengan cara sujud sahwi. Seorang Bupati tidak boleh menutup mata dan telinga, harus bisa menerima apabila dikritik atau diingatkan oleh rakyatnya. Jangan lupa Bupati juga manusia: bisa benar, bisa juga salah.
Tajug adalah simbol kesinergian antara hamba dengan Tuhannya dengan istilah al-Qur’annya hablum minallah. Karena walaupun bagaimanapun hidup di dunia ini tanpa Allah tidak ada apa-apanya.
Kedua, ingsun titip fakir miskin. Fakir miskin adalah simbol kesinergian hubungan antara sesama manusia (hablum minannas). Prioritas utama Bupati mendatang adalah mengentaskan kemiskinan dengan cara memperbanyak lapangan pekerjaan: bangkitkan kembali industri rotan, batik, pertanian agar tidak banyak yang menganggur. Prioritas kedua adalah menstabilkan Ekonomi Kerakyatan: turunkan harga minyak dan sembilan bahan pokok makanan. Prioritas ketiga adalah pendidikan dan kesehatan gratis untuk wong cilik. Apabila wasiat Kanjeng Sinuhun ini benar-benar dilaksanakan oleh Bupati mendatang, Insya Allah kabupaten Cirebon menjadi kabupaten yang Baldatun Thayibatun wa rabbun ghofuur (Daerah yang subur, makmur, aman, sejahtera, dan dalam ampunan Allah). Sebaliknya bila pesan tersebut diabaikan oleh Bupati mendatang, maka bersiap-siaplah terkena musibah dan kehinaan. Seperti diungkapkan dalam Al-qur’an : “Mereka ditimpa kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang teguh kepada tali agama Allah dan tali perjanjian dengan manusia” (Q.S Ali Imron : 112).
Demikianlah tulisan sederhana ini, mudah-mudahan menjadi pencerahan kepada masyarakat agar tidak terpedaya dengan janji-janji palsu calon Bupati dan Wakilnya. Jangan melihat bagaimana penampilan para calon, tapi lihatlah visi dan misi mereka dengan dibuktikan aksi yang nyata di lapangan. Lebih penting lagi pertanyakan kepada calon-calon tersebut, bagaiamana shalat mereka,baik secara ritual maupun aktul ? Semoga.


* Mursana, M.Ag. : Penyuluh Agama Islam

                                                              Kec. Plumbon Kandepag Kab. Cirebon