Cari Blog Ini

Senin, 17 Februari 2020

Tolak People Power

Senin, 10 Februari 2020

Kajian Aqidatul Awam di Tajug babul Istiqamah Kedungsana

Kajian Islam : Aqidatul Awam di Tajug Babul Istiqamah Kedungsana

Pointer KHUTBAH AWAL TAHUN 2020


POINTER KHUTBAH AWAL TAHUN 2020
Oleh : Mursana, M.Ag

3 PERINGATAN ALLAH KEPADA BANGSA INDONESIA
JELANG TAHUN 2020

1.  Gerhana Matahari Cincin (26 Desember 2019)

o  عن أبى موسى قال خسفت الشمس فى زمن النبى -صلى الله عليه وسلم- فقام فزعا يخشى أن تكون الساعة حتى أتى المسجد فقام يصلى بأطول قيام وركوع وسجود ما رأيته يفعله فى صلاة قط ثم قال 
إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ
o  إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
o  لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

2.  Banjir Bandang di Wilayah Jabodetabek, Banten dan beberapa wilayah di Jawa dan Luar Jawa (1 Januari 2020)

3.  Gerhana Bulan Penumbra (GBP) (11 Januari 2020)
Menurut prediksi BMKG Gerhana Bulan tahun 2020 akan terjadi 4 kali
KH. Effendi Zarkasyi berpendapat; paling tidak ada empat kesalahan yang dilakukan manusia, sehingga Allah SWT. menurunkan musibah di negeri ini yaitu:
1)      umat sekarang cenderung sombong dan angkuh (merasa kesuksesan miliknya)
2)      mereka telah berlaku zholim (melampaui batas); LGBT dsb
3)      mereka telah merendahkan martabat kaum wanita.

Selasa, 20 November 2018

PEMBINAAN ROHIS DI LP KHUSUS NARKOTIKA CIREBON

PEMBINAAN ROHIS DI LP KHUSUS NARKOTIKA CIREBON













Minggu, 18 November 2018

PENYULUHAN AGAMA ISLAM KEPADA SISWI BPS WTS

PENYULUHAN AGAMA ISLAM KEPADA SISWI BPS WTS








Kamis, 15 November 2018

ARTIKEL "HIDUP QONA’AH DI MASA KRISIS"



HIDUP QONA’AH DI MASA KRISIS
Oleh: Mursana, M.Ag*


Sebagaimana kita maklumi bersama bahwa Industri Rotan adalah termasuk komoditas export andalan di Kabupaten Cirebon. Namun sudah menjadi kebiasaan setiap menjelang akhir tahun, Industri Rotan yang ada di Kabupaten Cirebon mengalami kesepian. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya adalah; Negara yang menjadi tujuan Export sedang musim dingin/salju, musim liburan, dan ada pula negara yang menjadi tujuan export tersebut menolak, seperti negara China.
 Apapun alasannya, yang jelas apabila Industri Rotan tersebut sepi, maka dampaknya adalah pengangguran. Ribuan karyawan Rotan tidak menentu nasibnya. Ada yang beralih profesi menjadi tukang becak, menjadi penjual es buah, menjadi kuli bangunan, bahkan ada pula yang menjadi pengangguran total.
Bisa dibayangkan apabila ribuan masyarakat Cirebon menganggur, terutama yang tinggal di Kecamatan Weru, Plered, Tengah Tani, Kedawung, Plumbon, Klangenan, Palimanan, Ciwaringin, dan Arjawinangun, maka akan berdampak kerawanan sosial seperti maraknya perjudian, pelacuran, pencurian dan kejahatan lainnya. Apapun bisa terjadi pada masyarakat kita pada saat perut sedang kosong, kebutuhan hidup semakin meningkat sedangkan uang tidak ada, kecuali apabila masyarakat kita mau menerapkan konsep hidup qona’ah, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Qona’ah merupakan akhlak mahmudah yakni merasa diri kecukupan terhadap rizki yang Allah berikan, berapapun (besar-kecil)nya selalu cukup karena disyukuri. Orang yang memiliki sifat Qona’ah adalah orang yang kaya sesungguhnya, walaupun dia kelihatan miskin. Sebaliknya orang yang tidak memiliki sifat qona’ah adalah orang yang miskin sesungguhnya, walaupun dia kelihatan kaya. Banyak sekali hadits Nabi Saw yang memerintahkan agar kita mempunyai sifat Qona’ah seperti yang tercantum dalam Kitab Riyadhusshalihin, diantaranya adalah Beliau bersabda:“Qona’ah itu perbendaharaan (kekayaan) yang tidak akan lenyap”. “Kekayaan itu bukanlah karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati (Qona’ah).” HR. Bukhori dan Muslim. “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, rizkinya cukup, dan merasa cukup dengan apa-apa yang diberikan Allah SWT.” (HR. Muslim)
Untuk menanamkan sifat qona’ah kepada masyarakat memang tidak mudah, tidak seperti membalikkan telapak tangan. Paling tidak harus dimulai dari para tokoh masyarakat dan para pemimpinnya. Apabila para tokoh dan pemimpin masyarakat mampu memberi contoh hidup Qona’ah kepada masyarakat, bukan hidup yang serba poya-poya, maka otomatis masyarakat juga akan mengikutinya. Apalagi masyarakat Cirebon termasuk kategori masyarakat manut. Dari zaman dulu sampai sekarang masyarakat Cirebon selalu manut apa kata pemimpinnya atau orang yang ditokohkannya, selama pemimpin itu selalu mengantarkan kepada segala sesuatu yang maslahat untuk masyarakat. Tetapi apabila mereka coba-coba menghianatinya, jangan harap masyarakat akan manut.
Hidup secara Qona’ah inilah alternatif yang paling tepat bagi masyarakat Cirebon terutama di saat Industri Rotan sedang sepi. Jika kehidupan seperti ini tidak dimiliki, mereka akan terjebak ke dalam kehidupan Hedonisme dan materialisme. Kehidupan Hedonisme dan materialisme akan menyeret masyarakat ke dalam kehidupan yang rakus dan tamak, akibat tidak memiliki kepuasan dan jarang mensyukuri nikmat-Nya. Bagi orang-orang dhu’afa ingin menjadi kaya mendadak dan apabila sudah kaya ingin menjadi kaya lagi sampai menjadi konglomerat. Bagi seorang staff ingin menjadi pejabat, bila sudah  menjadi pejabat ingin lebih tinggi lagi jabatannya. Begitulah nafsu dan ambisi manusia dalam berupaya memperoleh nikmat dunia, sehingga Allah memperingatkan dalam Q.S. Attakatsur ayat 1-3 yaitu: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu).
Hawa nafsu adalah anugerah yang terbesar dari Allah dan potensi bagi setiap manusia. Namun banyak manusia yang terjebak oleh nafsu itu sendiri, karena ia tidak bisa mengendalikannya. Imam Al-Ghozali mengatakan; Bahwa potensi nafsu yang dimiliki manusia itu ibarat orang yang minum air laut/asin di saat kehausan, makin banyak diminum semakin haus. Sementara Imam al-Busyairy dalam kitab Burdahnya mengatakan bahwa potensi nafsu pada diri manusia itu ibarat seorang bayi yang sedang menyusu kepada Ibunya. Ia tidak akan melepaskan penyusuan, selama Ibunya tidak mau melepaskan. Itulah potensi nafsu pada diri manusia yang akan terus menggerogoti manusia, selama ia tidak menghentikannya dengan Iman. Dengan kata lain orang yang tidak mempunyai keinginan untuk menghentikan hawa nafsunya, hidupnya akan selalu diliputi kegelisahan dan ketidaktenangan. Maka Islam datang sebagai agama rahmatal lil’alamin memberikan konsep hidup secara qona’ah untuk mencapai tujuan hidup bahagia di dunia dan akherat. Kehidupan secara qona’ah akan senantiasa siap menghadapi kehidupan seperti apapun. Jangankan situasi dan kondisi yang lapang, kehidupan yang sempitpun siap menghadapinya.
Demikian tulisan sederhana ini semoga bisa menjadi inspirasi hidup untuk memperoleh kesejahteraan di dunia dan akhirat kelak. Amin ya rabbal ‘alamin.
*Penyuluh Agama Islam Kab.Cirebon

ARTIKEL "MEWASPADAI GERAKAN TERORIS BERKEDOK AGAMA"


MEWASPADAI GERAKAN TERORIS BERKEDOK AGAMA
Oleh: Mursana, M.Ag*

Masih teringat dalam benak kita suatu peristiwa penusukan dua orang anggota Brimob pada tanggal 30 Juni 2017 lalu, tepatnya setelah 4 hari umat Islam merayakan hari kemenangan Idul Fitri 1438 H. Kronologis kejadiannya adalah ketika kurang lebih duapuluh orang jamaah Masjid Faletehan kurang lebih 200 meter dari Mabes Polri telah selesai melaksanakan shalat Isya, tiba-tiba seorang jamaah mendekati dua orang jamaah  yang notabene anggota Brimob, lalu menusukan sebilah pisau sangkur kepada wajah dan leher dua orang jamaah tersebut sambil mengumandangkan Takbir berkali-kali dan mengucapkan kata-kata “Kafir”. Kemudian kedua korban beteriak “Teroris”. Lalu pelaku kabur dan dikejar anggota Brimob yang lain, dan akhirnya pelaku ditembak mati oleh anggota Brimob di Tempat Kejadian Perkara (TKP) tidak jauh dari Mabes Polri. Peristiwa ini mengingatkan kepada kita tentang kasus Bom bunuh diri di Masjid Adz Dzikra Mapolresta Cirebon pada saat shalat jum’at tanggal 15 April 2011 lalu yang menewaskan pelakunya dan puluhan jamaah jum’at menjadi korban luka berat dan ringan.
Pertanyaan yang sering muncul dalam hati kita sebagai orang awam adalah; apakah Islam mengajarkan umatnya untuk melakukan teror kepada sesama? Apakah Islam membolehkan melakukan teror untuk mencapai suatu tujuan tertentu? Apakah Islam mengajarkan untuk mengklaim atau mengecap “Kafir” kepada muslim lainnya, apabila berbeda pandangan/prinsip tentang pemahaman keagamaan yang bersifat furu’? Jawaban dari beberepa pertanyaan tersebut adalah dengan tegas “Tidak sama sekali”. Islam tidak pernah mengajarkan semuanya itu. Karena Islam adalah agama rahmat bagi semesta alam. Sesuai dengan namanya Islam berasal dari kata “aslama-yuslimu-islaaman” yang berarti tunduk, patuh, pasrah, menyerahkan jiwa dan raga kepada Allah. Juga bisa berarti damai, selamat, dan sejahtera. Jadi Islam berarti agama yang mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa tunduk, patuh, dan pasrah terhadap ajaran ilahi yang di bawa oleh nabi Muhammad SAW. demi terciptanya perdamaian, keselamatan, dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dari pengertian kata Islam tersebut kiranya bisa dipahami bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya agar mengkampanyekan dan menggaungkan hidup damai kepada seluruh makhluk yang ada di alam jagat raya ini agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Berikut ini perlu penulis jaelaskan beberapa contoh ajaran Islam dan peristiwa pada zaman nabi Muhammad SAW. yang menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian dan rahmat bagi seluruh Alam. Misalnya dalam Kitab Riyadhus Shalihin halaman 387, nabi Muhammad SAW. pernah bersabda: ”Wahai sekalian manusia : tebarkan perdamaian (salam), berilah makanan kepada kaum lemah, eratkan silaturrahim, dirikan shalat malam, kalian bakal masuk sorga dengan kedamaian (salam). (HR.At Turmudzi). Tercatat juga dalam Kitab Al-adabun Nabawy halaman 23, nabi SAW. Bersabda:”Barangsiapa yang tidak menyayangi, maka tidak akan disayang”. (HR.Muslim). Juga masih dalam kitab yang sama halaman 40, nabi SAW. Bersabda:“Seorang wanita masuk neraka karena mengikat seekor kucing tanpa memberinya makanan atau melepaskannya agar dapat mencari makan dari serangga tanah." (HR. Bukhari). Dalam Kitab hadits Shahih Bukhari juga tertera sebuah hadits dari Abu Hurairah ra. menerima dari nabi SAW. bersabda "Sesungguhnya ada seorang wanita pendosa yang melihat anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia berkata, "Anjing ini hampir mati kehausan". Lalu dilepasnya sepatunya lalu diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Maka diampuni wanita itu karena memberi minum”. (HR Bukhari)
ketika ada janazah orang yahudi lewat di depan nabi Muhammad SAW., Beliau berdiri untuk menghormati sesama makhluk Allah SWT. Dalam suatu peristiwa, setiap nabi mau ke Masjid selalu diludai oleh seorang lelaki yahudi ketika beliau lewat di depan rumahnya. Suatu hari lelaki tersebut sakit, lalu Beliau menengoknya, hingga ia masuk Islam.
Beberapa hadits dan peristiwa yang terjadi pada zaman nabi Muhammad SAW. di atas    menggambarkan tentang indahnya syari’at Islam, bahwa Islam adalah agama kasih sayang (rahmat) bagi seluruh alam, agama damai (salam), dan agama toleran (tasamuh wa taraahum) yang senantiasa menghargai setiap perbedaan yang terjadi di alam ini.
Sebagai rekomendasi dari persoalan tersebut : Pertama: mari bersama-sama membentengi diri dan keluarga agar berhati-hati kepada suatu kelompok atau golongan tertentu yang yang mengajarkan doktrin-doktrin yang berbeda dengan pandangan ulama-ulama pesantren kita yang sudah berjalan ratusan tahun lalu. Kedua: belajarlah agama Islam kepada orang yang jelas asal-usunya; dari mana dia  belajar? Siapa gurunya? Apa yang diajarkan?. Intinya adalah tidak boleh sembarangan dalam memilih seorang guru agama. Sebab apabila salah pilih, maka akan tersesat selamanya. Ketiga: apabila ada kelompok tertentu yang karakternya berbeda dengan masyarakat setempat mengadakan sebuah halaqah ilmiyah atau kegiatan kumpul-kumpul di masjid tanpa ijin pengurus DKM, sebaiknya ditolak saja. Keempat: Fungsikan kembali tradisi “Tamu 1 X 24 jam wajib lapor kepada RT/RW” seperti jaman dulu. Dan yang kelima: laporkan kepada pihak yang berwenang apabila ada hal-hal yang berpotensi mengganggu ketentraman, keamanan dan ketertiban lingkungan warga. Tidak dibolehkan main hakim sendiri. Karena itu akan melanggar hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian semoga dengan melakukan langkah-langkah tersebut daerah kita senantiasa aman dari gerakan atau aliran yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan umat dari bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Amin
                                                                                                     
                                                                                                     *Penyuluh Agama Islam Kab. Cirebon

ARTIKEL "BERHAJI BUKAN UNTUK MENCARI GELAR HAJI"



BERHAJI BUKAN UNTUK MENCARI GELAR HAJI

Oleh: Mursana, M.Ag*

Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an :Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Qs. Ali Imran : 97) Dalam Ayat lain Allah SWT berfirman : Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah Karena Allah (Qs. Al Baqarah : 196)
Menurut ulama tafsir menjelaskan bahwa kedua ayat tersebut menjadi dalil tentang perintah melaksanakan ibadah haji bagi orang Islam yang sudah memenuhi syarat dan rukun tertentu. Dalam kedua ayat tersebut kata lillah diletakan di awal dan di akhir ayat. Ini berarti bahwa orang yang melaksanakan ibadah haji harus senantiasa memegang niat ikhlas yang kokoh baik ketika sebelum berangkat maupun setelah berangkat haji.
Pada tanggal 28 Juli 2017 lalu, Pemerintah telah memberangkatkan jamaah haji gelombang pertama. Suatu pertanda bahwa musim haji segera tiba. Suara gemuruh talbiyah berkumandang dimana-mana. Syukuran hajipun digelar dimana-mana dengan beranekaragam acara. Ada yang menggunakan istilah “Walimatus Safar, Haflah Muwada’ah haji dan umrah, Syukuran Haji dan lain sebagainya. Intinya acara tersebut mengandung dua tujuan yaitu memohon maaf kepada masyarakat sekitar dan memohon doa dari masyarakat. Tradisi seperti itu sah-sah saja selagi calon tamu Allah ini mampu, tidak bermaksud riya-sum’ah, dan acaranya tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Berbicara tentang niat atau keikhlasan dalam beribadah adalah sesuatu yang gampang. Tapi dalam prakteknya amatlah susah dan sangat berat untuk dilaksanakan. Terlebih dalam menunaikan ibadah haji. Karenanya syaitan senantiasa menggoda dan memperdaya manusia dengan berbagai siasat dan tipu muslihatnya agar ibadah yang dilaksanakannya itu tidak diterima Allah SWT.
Memang dalam melaksanakan ibadah haji, niat yang tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah adalah sesuatu yang sangat berat sekali. Tetapi itu harus diperjuangkan supaya bisa ikhlas. Coba bayangkan; dari mulai ditetapkan porsi keberangkatan saja sudah senangnya luar biasa sehingga terasa gatel lidahnya apabila berita gembira ini tidak diceritakan kepada keluarga, temaan, tetangga. Akhirnya orang sekampung tahu semua, bahkan bisa jadi se-kabupaten tahu semua karena sekarang ada W.A atau Facebook sebagai media sosialisasi bahwa dia akan berangkat untuk menunaikan ibadah haji tahun sekian misalnya. Padahal waktu keberangkatan itu masih sangat lama. Belum lagi ketika sudah ada Bimbingan Manasik Kolosal tingkat kabupaten, acara syukuran haji, acara keberangkatan haji dari rumah ke KBIH, dari KBIH ke Asrama Haji, sampai pemberangkatan jamaah haji ke Asrama Haji Bekasi dan Bandara Soekarno-Hata, iring-iringannya senantiasa membuat jalan semakin rame bahkan sampai macet sehingga mengganggu lalu lintas di jalan raya. Sehingga orang-orang bertanya ada apa ini? Jawabnya; ada jamaah haji lewat. Akhirnya semua orang tahu bahwa dia akan menunaikan ibadah haji. Ketika semua orang tahu inilah, keikhlasan niat dari seseorang yang akan menunaikan ibadah haji benar-benar akan diuji oleh Allah SWT. Apakah dia bisa ikhlas atau tidak? Tidak berhenti sampai disitu ujian keikhlasan ini berlangsung, ketika sampai di tanah sucipun akan diuji oleh Allah SWT. Bahkan setelah selesai menunaikan ibadah haji dan bisa kembali ke tanah air, ternyata ujian keikhlasan dari Allah masih juga belum berakhir. Orang-orang yang ada disekitarnya memanggil dia dengan gelar baru yakni pak Haji dan bu Hajjah. Dengan panggilan pak Haji dan bu Hajjah itu, apakah dia menjadi semakin senang atau tidak? Lalu ketika ada orang yang memanggil dia hanya dengan sebutan namanya saja, apakah dia marah atau tidak? Sebab ada banyak kasus tentang masalah panggilan kepada orang yang sudah haji. Ketika ada orang memanggil hanya dengan sebutan namanya saja, dia marah luar biasa. “Tidak tahu ya kalau haji itu mahal, haji itu susah, haji itu pengorbanan” dan lain sebagainya. Itulah beberapa contoh tentang ujian keikhlasan niat bagi orang yang menunaikan ibadah haji.
Untuk itulah sebagai sesama muslim mengingatkan, Jangan coba-coba menghilangkan pahala haji kita hanya dengan sekedar ingin diberi atau menambahkan gelar “Haji atau Hajjah” di depan nama kita, jika takut tidak kuat akan perbuatan ria. Karena ria dalam syari’at Islam adalah termasuk syirik khafiy.
Tradisi di Indonesia biasanya orang yang sudah pernah melakukan ibadah haji, setelah pulang ke kampung halamannya langsung mendapatkan gelar “Haji atau Hajjah” di depan namanya. Hal itu sah-sah saja sepanjang dia tidak terbuai dengan gelar panggilan tersebut untuk tidak terjerumus kepada perbuatan ria. Dalam sejarah perkembangan Islam, tidak seorang pun tercatat dari para shahabat Nabi SAW, tabi’in, tabi’ut tabi’in  dan ulama-ulama salaf yang menggunakan gelar tersebut. Kita tidak pernah mendengar ada sebutan Haji Abu Bakar Ash Shiddiq, Haji ‘Umar bin Khaththab, Haji ‘Ali bin Abi Thalib, Haji ‘Utsman bin ‘Affan, dan juga tidak pernah mendengar Haji Imam Hanafi, Haji Imam Maliki, Haji Imam Syafi’i, Haji Imam Ahmad, Haji Sunan Gunung Jati, dan lain sebagainya. Karena gelar ini dikhawatirkan bertentangan dengan keikhlasan kepada Allah SWT.
Dari penjelasan tersebut, kiranya bisa dipahami bahwa nilai inti dari pelaksanaan ibadah haji adalah bukan untuk mencari gelar haji atau hajjah. Atau bukan supaya diakui sebagai anggota IPHI, melainkan ada pada keikhlasan dan ketulusan dalam menunaikan ibadah tersebut serta adanya aktualisasi nilai-nilai ibadah itu yang membekaskan kesalehan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga dengan langkah tersebut haji kita menjadi mabrur. Aamiin.
*Penyuluh Agama Islam Kab. Cirebon
I

PENGAJIAN JUM'ATAN MUSLIMAT NU KELURAHAN KALIWADAS

PENGAJIAN JUM'ATAN MUSLIMAT NU KELURAHAN KALIWADAS










PENGAJIAN KITAB TAQRIB MAHASISWA AAK-STIKES AN NASHER CIREBON

PENGAJIAN KITAB TAQRIB MAHASISWA AAK-STIKES AN NASHER CIREBON




















UPACARA MUDUN LEMAH

UPACARA MUDUN LEMAH













MTQ TK.JAWA BARAT DI SUKABUMI 2018

MTQ TK.JAWA BARAT DI SUKABUMI 2018