ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Cari Blog Ini
Rabu, 18 Januari 2017
Pembinaan PAI Non PNS di Aula IAI BBC
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Pengukuhan PAI Non PNS Oleh Bupati
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Pengajian di Lapas Khususa Narkotika
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Kamis, 12 Januari 2017
Khutbah Jumat ke-2 Januari 2017
HIDUP QONA’AH
DITENGAH HARGA
KEBUTUHAN POKOK MELONJAK
Oleh : Mursana, M.Ag.*
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ .قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْن
Naik-naik harga BBM
tinggi-tinggi sekali
Naik-naik harga listrik
tinggi-tinggi sekali
Kiri-kanan kulihat saja banyak rakyat sengsara
Kiri-kanan kulihat saja banyak rakyat sengsara
Naik-naik harga pajak
tinggi-tinggi sekali
Naik-naik harga cabai
tinggi-tinggi sekali
Kiri-kanan kulihat saja banyak rakyat sengsara
Kiri-kanan kulihat saja banyak rakyat sengsara
ليس الغنى عن كثرة العرض ولكن الغنى غنى النفس
“Bukanlah
kekayaan itu karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya
adalah kaya hati.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hadhirin jama’ah shalat jum’at
rahimakumullah
Bisa dibayangkan apabila ribuan masyarakat Kabupaten
Cirebon terkena dampak naiknya bahan dasar pokok kehidupan tersebut, maka akan
berdampak kerawanan sosial seperti maraknya pencurian, perampokan, perjudian,
pelacuran, dan kejahatan lainnya. Apapun bisa terjadi pada masyarakat kita di
saat perut sedang kosong, kebutuhan hidup semakin meningkat, harga kebutuhan
pokok melonjak tinggi, sedangkan uang tidak ada. Kecuali apabila masyarakat kita mau menerapkan
konsep hidup kona’ah, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Qona’ah merupakan akhlak mahmudah; merasa diri kecukupan
terhadap rizki yang Allah berikan, berapapun (besar-kecil)nya selalu cukup
karena disyukuri. Orang yang memiliki sifat Qona’ah adalah orang yang kaya
sesungguhnya, walaupun dia kelihatan miskin. Sebaliknya orang yang tidak
memiliki sifat qona’ah adalah orang yang miskin sesungguhnya, walaupun dia
kelihatan kaya.
Banyak sekali hadits Nabi Saw yang memerintahkan agar
kita memiliki sifat Qona’ah, diantaranya adalah:
القناعة كنز لايفنى
“Qona’ah
itu perbendaharaan yang tidak akan lenyap”
ليس الغنى عن كثرة العرض ولكن الغنى غنى النفس
“Kekayaan itu bukanlah karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang
sebenarnya adalah kaya hati (Qona’ah).” HR. Bukhori dan Muslim.
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, rizkinya cukup, dan
merasa cukup dengan apa-apa yang diberikan Allah SWT.” (HR. Muslim)
Hadhirin jama’ah shalat jum’at
rahimakumullah
Untuk menanamkan sifat qona’ah kepada masyarakat memang
tidak mudah, tidak seperti membalikkan telapak tangan. Paling tidak harus
dimulai dari para tokoh masyarakat dan para pemimpinnya. Apabila para tokoh dan
pemimpin masyarakat mampu memberi contoh hidup Qona’ah kepada masyarakat, bukan
hidup yang serba poya-poya, maka otomatis masyarakat juga akan mengikutinya. Apalagi
masyarakat Cirebon termasuk kategori masyarakat manut. Dari zaman dulu
sampai sekarang masyarakat Cirebon selalu manut apa kata pemimpinnya
atau orang yang ditokohkannya, selama pemimpin itu selalu mengantarkan kepada
segala sesuatu yang maslahat untuk masyarakat. Tetapi apabila mereka coba-coba
menghianatinya, jangan harap masyarakat akan manut.
Hidup secara Qona’ah inilah alternatif yang paling tepat
bagi masyarakat Kabupaten Cirebon pada saat harga kebutuhan pokok itu naik.
Jika kehidupan seperti ini tidak dimiliki, mereka akan terjebak ke dalam
kehidupan Hedonisme dan materialisme. Kehidupan Hedonisme dan materialisme akan
menyeret masyarakat ke dalam kehidupan yang rakus dan tamak, akibat tidak
memiliki kepuasan dan jarang mensyukuri nikmat-Nya. Bagi orang-orang dhu’afa
ingin menjadi kaya mendadak dan apabila sudah kaya ingin menjadi kaya lagi
sampai menjadi konglomerat. Bagi seorang staff ingin menjadi pejabat, bila
sudah menjadi pejabat ingin lebih tinggi
lagi jabatannya. Begitulah nafsu dan ambisi manusia dalam berupaya memperoleh
nikmat dunia, sehingga Allah memperingatkan dalam Q.S. Attakatsur ayat 1-8
yaitu :
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ
تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ
عِلْمَ الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ
الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8)
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu sampai kamu
masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat
perbuatan itu). Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui.
Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahi dengan pasti, niscaya kamu
benar-benar akan melihat Neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan
melihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya
pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megahkan di dunia itu)”
Hadhirin jama’ah shalat jum’at
rahimakumullah
Hawa nafsu adalah anugerah yang terbesar dari Allah dan
potensi bagi setiap manusia. Namun banyak manusia yang terjebak oleh nafsu itu
sendiri, karena ia tidak bisa mengendalikannya. Al-Ghozali mengatakan; Bahwa
potensi nafsu yang dimiliki manusia itu ibarat orang yang minum air laut/asin
di saat kehausan, makin banyak diminum semakin haus. Sementara al-Busyairy
mengatakan bahwa potensi nafsu pada diri manusia itu ibarat seorang bayi yang
sedang menyusu kepada Ibunya. Ia tidak akan melepaskan penyusuan, selama Ibunya
tidak mau melepaskan. Itulah potensi nafsu pada diri manusia yang akan terus
menggerogoti manusia, selama ia tidak menghentikannya dengan Iman. Dengan kata
lain orang yang tidak mempunyai keinginan untuk menghentikan hawa nafsunya,
hidupnya akan selalu diliputi kegelisahan dan ketidaktenangan. Maka Islam
datang sebagai agama rahmatal lil’alamin memberikan konsep hidup secara
qona’ah untuk mencapai tujuan hidup bahagia di dunia dan akherat. Kehidupan
secara qona’ah akan selalu siap menghadapi kehidupan seperti apapun. Jangankan
situasi dan kondisi yang lapang, kehidupan yang sempitpun siap menghadapinya.
Hadhirin jama’ah shalat jum’at
rahimakumullah
Manusia sebagai makhluk sempurna, barangkali tidak ada
salahnya apabila mau melihat dan berguru kepada kehidupan seekor burung dan
cacing (baca Permadi Alibasya) yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Coba
lihat dan perhatikan dengan mata hati nurani kita!. Seekor burung setiap pagi
keluar dari sarangnya untuk mencari makan tanpa mengetahui di mana ia harus
mendapatkannya. Karena itu, terkadang sore hari ia pulang dalam keadaan perut
kenyang, terkadang ia pulang dengan membawa oleh-oleh makanan untuk
keluarganya, tetapi sering juga ia pulang dalam keadaan perut masih
keroncongan. Meskipun nampaknya burung lebih sering kekurangan makanan karena
tidak mempunyai tempat kerja yang tetap, apalagi setelah lahannya diobrak-abrik
oleh manusia untuk membangun Pabrik Rotan, Perumahan, dan Jalan Tol
Palimanan – Plumbon - Kanci, namun yang
jelas dan pasti, kita tidak pernah mendengar dan melihat ada burung yang
berusaha untuk bunuh diri dengan cara membenturkan kepalanya ke batu cadas,
atau gantung diri, apalagi sampai membakar diri karena takut tidak bisa memberi
makanan kepada keluarganya seperti yang pernah dilakukan oleh manusia beberapa
bulan yang lalu. Padahal burung tempat mencari makanannya tidak pasti.
Nampaknya seekor burung sangat menyadari betul bahwa demikianlah hidup,
terkadang ada di atas, terkadang juga ada di bawah, terkadang ada kemudahan,
terkadang juga ada kesulitan. Sewaktu-waktu perut kenyang, sewaktu-waktu juga
perut lapar dan seterusnya. Lain halnya dengan seekor cacing yang kehidupannya
jauh lebih tidak menguntungkan dari pada burung. Seekor cacing seolah-olah ia
tidak punya sarana untuk mencari makanannya. Coba lihat dan perhatikan dengan
seksama!. Seekor cacing tidak mempunyai tangan dan kaki atau bahkan ia tidak
mempunya mata, kaki, dan telinga. Seekor cacing serupa tentunya dengan makhluk
yang lainnya. Ia mempunya perut yang apabila tidak diisi dengan makanan, ia
kelaparan dan akan mati. Walaupun dalam keadaan seperti seekor burung dan
cacing, tetapi ia selalu usaha, tawakkal dan qona’ah. Bagaimana dengan manusia
yang dianugrahi akal pikiran? Betapa malu dan bodohnya manusia apabila dikalahkan
oleh seekor burung, apalagi oleh cacing. Bergurulah kepada seekor burung dan
cacing. Jangan mudah putus asa. Perlu diingat bahwa dunia ini luas, tidak
sesempit kuburan. Bila Pabrik Rotan, di mana tempat kita berusaha untuk mencari
nafkah sedang dalam keadaan sepi, kenapa tidak mencari tempat usaha lain yang
lebih menjanjikan dari pada rotan. Misalnya saja bertani, bercocok tanam,
berjualan, atau bisnis barang-barang bekas seperti yang dilakukan oleh
masyarakat panguragan. Pokoknya usaha apapun wajib dilakukan. Adapun hasil dari
usaha tersebut, serahkan sepenuhnya kepada Allah swt. Allah Swt. pasti akan
memberi rizki bagi para hambanya yang mau berusaha.
Hadhirin jama’ah shalat jum’at
rahimakumullah
Banyak sekali hikmah dan keutamaan apabila kita mau menjalankan
konsep hidup qona’ah, apalagi di masa krisis ini, diantaranya adalah:
Pertama: kita akan selalu Dzikrullah, ingat kepada Allah
setiap saat. Karena sadar bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini
semata-mata rencana dan kehendak-Nya. Dia Maha Mengetahui tentang segala
sesuatu yang terjadi dan akan terjadi di masa yang akan datang.
Kedua: kita akan selalu merasa cukup dan
puas terhadap rizki yang Allah berikan. Karena kita selalu menerima dengan
ikhlas dan Ridho segala pemberian Allah. Hidup adalah cobaan. Ketika mendapat
nikmat rizki dari Allah, hakekatnya kita sedang diuji apakah mau bersyukur atau
tidak? Ketika mendapat musibah, hakekatnya kita sedang diuji oleh Allah, apakah
bisa sabar atau tidak? Orang yang qona’ah, ia akan selalu sabar dan syukur.
Ketiga: kita akan selalu merasakan
ketenangan dan kebahagiaan hidup, karena orang yang qona’ah selalu terhindar
dari sifat-sifat tamak/rakus. Falsafah sunda mengatakan saeutik mahi, loba nyesa bahkan tiasa mereh. Sedikit cukup, banyak tersisa bahkan bisa
memberikan kepada orang yang membutuhkan.
Akhirnya khatib menghimbau kepada masyarakat Cirebon, terutama yang
sedang dilanda krisis agar selalu berusaha hidup secara qona’ah, bersabar dan
bersyukurlah, Insya Allah kemenangan Allah akan segera didapat. Hanya kepada
Allah kami mengabdi dan hanya kepada Allahlah kami memohon pertolongan. Semoga
Allah senantiasa memudahkan segala hidup kita, dijauhkan dari berbagai musibah
dan malapetaka. Amin.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
*Disampaikan di Masjid
Baitul Muttaqin Desa Karangmulya pada Jumat ke 2 bulan Januari 2017
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Rabu, 11 Januari 2017
Khutbah Jumat 1 tahun 2017
Draft Khutbah awal Tahun 2017
ANGKA KRIMINALITAS 2016 CUKUP TINGGI DI CIREBON
ADA APA DENGAN IBADAH RITUAL KITA?
KENAPA IBADAH SHALAT KITA-PUASA KITA-ZAKAT KITA-HAJI KITA-TIDAK BISA MENCEGAH PERBUATAN KEJI DAN MUNKAR?
INILAH DATA ANGKA KRIMINALITAS DI KABUPATEN CIREBO TAHUN 2016
ANGKA KRIMINALITAS 2016 CUKUP TINGGI DI CIREBON
ADA APA DENGAN IBADAH RITUAL KITA?
KENAPA IBADAH SHALAT KITA-PUASA KITA-ZAKAT KITA-HAJI KITA-TIDAK BISA MENCEGAH PERBUATAN KEJI DAN MUNKAR?
INILAH DATA ANGKA KRIMINALITAS DI KABUPATEN CIREBO TAHUN 2016
CIREBON
– Pencurian menjadi kasus yang paling mendominasi di Kabupaten Cirebon
sepanjang tahun 2016. Kasus pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan
pemberatan dan pencurian kendaraan bermotor pun menjadi perhatian Polres
Cirebon.
Kapolres
Cirebon, AKBP Risto Samodra menyebutkan ada sembilan kasus yang paling menonjol
sepanjang tahun 2016 seperti curat, curas, pembunuhan, curanmor, penganiayaan
dan lainnya. “Dari 378 kasus tindak kejahatan yang terjadi di Cirebon sepanjang
tahun 2016, kami berhasil menangkap 32 pelaku,” ungkap Risto, Sabtu (31/12).
Selain
itu, kata dia, mengungkap 97 kasus narkotika dan menangkap sebanyak 147 pelaku.
Dari 97 kasus itu, pihaknya berhasil menyita 328.34 gram ganja dari 34 kasus
dan 58 pelaku, 316.56 gram sabu dari 50 kasus dan 72 pelaku serta 1.855 butir
obat-obatan dari 13 kasus dan 17 pelaku.
“Untuk
kasus narkotika ada peningkatan sebesar 17 persen dari tahun sebelumnya yang
hanya 83 kasus,” terang dia. (sanuri)
Disampaikan dalam khutbah jumat I bulan Januari tahun 2017 di Masjid PT. Belladona Rattan Cirebon
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Khutbah Jum,at terakhir 2016
Khutbah Jelang
Tahun Baru
Merenungi Hakikat Umur
Oleh : Mursana, M.Ag
الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي
السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ
الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا
يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. .
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ
إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ. اَمَّا
بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ
اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ
الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ
وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Ada pemandangan yang hampir
selalu kita temui tiap momen pergantian tahun, yakni banyak orang-orang larut
dalam suka cita hingga kadang merasa perlu untuk merayakannya dengan
kegiatan-kegiatan khusus. Tahun baru seolah menjadi saat-saat yang paling
dinanti. Di detik-detik pergantiannya pun nyaris tiap orang rela berjaga, lalu
meluapkan rasa bahagia dengan aneka petasan, kembang api, atau sejenisnya,
ketika saat-saat yang ditunggu itu tiba.
Bahagia terhadap
momen-momen tertentu merupakan sesuatu yang sangat manusiawi. Begitu pula dalam
momen pergantian tahun ini. Yang menjadi pertanyaan, sudah pada tempatnyakah
kebahagiaan itu diekspresikan?
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah
Waktu adalah sebuah
anugerah. Manusia menerima kesempatan di dunia untuk mencapai tujuan-tujuan
akhirat. Sebagaimana Islam ajarkan bahwa kehidupan dunia adalah ladang yang
mesti digarap serius untuk masa panen di akhirat kelak. Karena itu sifat waktu
dunia adalah sementara, sedangkan sifat waktu di akhirat adalah kekal abadi.
Islam mengutamakan
kehidupan akhirat di atas kehidupan dunia. Dua kehidupan tersebut dikontraskan
sebagai dua jenis waktu yang sejati dan tidak sejati. Al-Qur’an melukiskan
kehidupan dunia dengan istilah “tempat permainan” belaka.
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ
وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS al-Ankabut: 64)
Kalimat “kehidupan dunia
ini merupakan senda gurau dan main-main” bukan berarti kita dianjurkan untuk
berbuat seenaknya di dunia ini layaknya sebuah permainan. Redaksi tersebut
dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa kehidupan dunia ini tidak sejati, tidak
kekal, dan penuh dengan tipuan. Karena itu, maknanya justru seseorang harus
lebih banyak mencurahkan perhatian kepada kehidupan akhirat.
Lantas apa yang harus
dilakukan agar kesempatan hidup di dunia berkualitas? Al-Qur’an telah
memberikan garis bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi
secara total kepada Allah.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56)
Allah tidak menciptakan jin
dan manusia untuk suatu manfaat yang kembali kepada Allah. Mereka diciptakan
untuk beribadah kepada-Nya. Dan ibadah itu sangat bermanfaat untuk diri mereka
sendiri. Pengertian ibadah itu pun sangat luas, tak sekadar ritual kepada Allah
(seperti shalat, puasa, haji, atau sejenisnya) melainkan meliputi pula
kebaikan-kebaikan yang membawa kemaslahatan bagi orang lain.
Memanfaatkan umur di dunia
ini menjadi sangat penting karena waktu terus berjalan, dan tak akan bisa
terulang kembali. Manusia dituntut untuk memaksimalkan waktu atau kesempatan
yang diberikan untuk perbuatan-perbuatan bermutu, sehingga tak menyesal di
kehidupan kelak. Orang-orang yang menyesal di akhirat digambarkan oleh
Al-Qur’an merengek-rengek minta kembali agar bisa memperbaiki perilakunya.
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ
، لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ
قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.” (QS Al-Mu’minun: 99-100)
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Imam
Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak
bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri
suatu kerugian yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan—dengan mengutip
hadits—dalam kitab Ayyuhal
Walad:
عَلاَمَةُ اِعْرَاضِ اللهِ
تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ اَنﱠ امْرَأً
ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، في غَيرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَةِ،
لَجَدِيرٌ اَنْ تَطُولَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ
"Pertanda bahwa Allah ta'ala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan.”
Dari penjelasan ini, kita
patut memikirkan ulang tentang hakikat perayaan tahun baru. Momen tahunan ini
seyogianya disikapi secara wajar dan tepat. Kebahagiaan terhadap tahun baru
semestinya diarahkan kepada rasa syukur terhadap masih tersisanya usia, bukan
uforia kebanggaan atas tahun baru itu sendiri. Sisa usia itu merupakan
kesempatan untuk menambal kekurangan, memperbaiki yang belum sempurna, dari
perilaku hidup kita di dunia. Tahun baru lebih tepat menjadi momen muhasabah (introspeksi) dan ishlah (perbaikan).
Sebuah kata-kata Syekh
Ahmad ibn Atha'illah as-Sakandari dalam al-Hikam ini patut menjadi renungan:
رُبَّ عُمُرٍ اتَّسَعَتْ آمادُهُ وَقَلَّتْ أمْدادُهُ، وَرُبَّ
عُمُرٍ قَليلَةٌ آمادُهُ كَثيرَةٌ أمْدادُهُ.
"Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah."
Semoga kita menjadi pribadi
yang orang-orang yang mampu menunaikan sisa usia kita dengan sebijak-bijaknya,
dan terhindar dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia. Amiin. Wallahu a’lam bisshawâb.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ
كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْم
Pesan Khutbah ke 2
عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي
الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ
فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ .
وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ
تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ
مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ .[رواه البخاري]
disampaikan dalam khutbah jumat akhir tahun 2016 di Masjid UNSWAGATI Kampus I Jln. Pemuda Cirebon
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Minggu, 08 Januari 2017
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Jumat, 06 Januari 2017
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Rabu, 04 Januari 2017
SPIRITUALISME HALAL BI HALAL
SPIRITUALISME
HALAL BI HALAL
Oleh
: Mursana, M.Ag
(Ketua Pokjaluh Kandepag
Kab.Cirebon,alumni Pon-Pes Darussalam Ciamis)
Konon tradisi halal bi halal yang dilakukan umat Islam Indonesia
sudah berjalan sejak jaman dulu kala, namun tidak diketahui sejarahnya dari mana
asal usul-usul kata ini populer ? Siapa yang paling pertama kali mempopulerkan
istilah ini ? dan di mana istilah ini peretama kali diproklamirkan ? yang
jelas, apabila selesai melaksanakan ibadah puasa Ramadhan disempurnakan dengan
zakat fitrah dan ditutup tanggal1 Syawal dengan sholat‘Idul Fitri dilanjutkan
dengan acara halal bi halal. Acara ini dilaksanakan oleh sebagian besar umat Islam di Indonesia. Mulai
dari kalangan pejabat, birokrat tingkat atas sampai tingkat bawah, masyarakat
umum. Biasaya acara ini berlangsung sampai dengan akhir bulan Syawal. Modelnya
bermacam-macam; ada yang mengundang muballigh, ada yang mengundang artis,
bahkan ada yang cuma kumpul-kumpul biasa sambil ngobrol ngalor ngidul dan makan bersama antar keluarga, tetangga
dan masyarakat sekitar, lalu ditutup dengan salam-salaman; saling maaf
memaafkan antar peserta halal bi halal. Yang pasti dalam acara tersebut
terlihat suasana kekeluargaan, persaudaraan dan keakraban. Seolah-olah antar
peserta tidak punya beban masalah apapun.
Menurut Quraish Shihab (1992:317),
Halal bi halal adalah kata
majemuk yang terdiri atas pengulangan kata halal,
diapit oleh satu huruf (kata penghubung) ba’ yang dibaca bi. Kalau kata majemuk
tersebut diartikan seperti yang ditemukan dalam kamus besar bahasa Indonesia,
yakni “acara ma’af memaafkan pada hari lebaran,” maka dalam halal bi halal
terdapat unsur silaturrahim.
Halal bi halal sesungguhnya adalah
hasil kreasi umat Islam Indonesia sendiri dan telah menjadi perbendaharaan kata
keagamaan serta telah melembaga di kalangan umat Islam Indonesia, walaupun istilah
itu tidak ada yang tahu, sejak kapan, dari mana asal usulnya, dan apa latar
belakang istilah tersebut.
Nilai Spiritual Halal bi Halal
Manusia adalah makhluk yang
sering salah dan lupa, seperti dikatakan dalam pepatah Arab, “Al-Insaanu Mahalul Khatha’ wan Nisyaan”.
Karena manusia tempatnya salah dan lupa, maka kadang-kadang ia menyakiti
perasaan orang lain. Orang yang disakiti boleh jadi ia akan marah, dan bila
marah telah menyelinap dalam hati seseorang, maka dengan demikian orang yang
telah menyebabkan orang lain itu menjadi marah, laksana telah memutuskan
hubungan persaudaraan dan hubungan kasih sayang sesama manusia atau dengan
perkataan lain telah memutuskan silaturrahim yang tidak dibenarkan oleh ajaran
Islam. Sebagaimana Rasulullah SAW. pernah mengancam orang-orang yang memutuskan
silaturrahim, “Tidak akan masuk surga
orang yang memutuskan kekeluargaan (memutuskan silaturrahim)”. (HR. Bukhori
dan Muslim).
Jika dikaji secara mendalam,
tradisi halal bi halal akan menumbuhkembangkan nilai spiritual setiap individu.
Adapun spiritualisme tersebut antara lain sebagai berikut :
Pertama : Halal bi
halal merupakan wadah silaturrahim. Menurut Quraish Shihab, silaturrahim adalah
kata majemuk yang diambil dari kata bahasa Arab; Shilat dan rahim. Kata shilat berakar dari kata washl yang berarti “menyambung” dan
“menghimpun”. Ini berarti hanya yang terputus
dan yang terserak yang dituju oleh shilat itu. Sedangkan kata Rahim pada mulanya berarti “kasih
sayang”, kemudian berkembang sehingga berarti pula “peranakan”
(kandungan), karena anak yang dikandung selalu mendapatkan curahan kasih
sayang. Jadi silaturrahim adalah suatu aktifitas untuk saling menghubungkan
atau menyambungkan tali persaudaraan/ kekeluargaan, sehingga menimbulkan kasih
sayang seperti menyayangi anak kandung.
Banyak sekali hadits
Rasulullah SAW. yang menganjurkan umat Islam agar gemar bersilaturrahim seperti
tertulis dalam Kitab Subulus Salam:IV:160-162), diantaranya adalah
Rasulullah SAW. bersabda : “Barang siapa
yang menginginkan dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka bersilaturrahimlah”.(HR.Bukhori).
Hadits ini mengisyaratkan bahwa : a). Sesulit apapun rizki kita, asal mau
bersilaturrahim, Allah pasti akan membukaan jalan keluarnya. Allah Swt. akan
memberi rizki orang tersebut dengan tidak disangka-sangka. Rizki itu bisa
melalui orang yang disilaturrahimi atau mungkin dari tetangga masyarakat
sekitar dan dari tetangga jauh. Yang namanya rizki bukan hanya uang, bisa juga
berbentuk materi yang lain seperti pakaian, kendaraan, perhiasan atau mungkin
makanan. Atau bisa juga rizki itu berbentuk kesehatan jiwa dan raga. Semua
anugrah Tuhan untuk manusia itu disebut rizki. b). Orang yang bersilaturrahim
akan dipanjangkan umurnya. Maksudnya orang yang sedang dililit masalah
kehidupan, setelah bersilaturrahim lalu ada yang memberi spirit/nasehat,
sehingga dia kembali semangat dalam hidup, seolah-olah dia hidup kembali. Di dalam
hadits lain Rasulullah Saw. mengancam orang yang sengaja memutuskan
silaturrahim, seperti dalam sabdanya, “Sesungguhnya
rahmat Allah Saw. tidak akan diturunkan kepada suatu kaum yang di dalamnya ada
yang memutuskan silaturrahim” ini berarti rahmat Allah Swt. sangat
bergantung pada silaturrahim.
Kedua : Halal bi
halal sebagai wadah untuk saling memaafkan antar sesama. Saling memaafkan antar
sesama merupakan sikap yang dianjurkan oleh Allah SWT. sebab dengan sikap
tersebut, sikap dendam dan rasa marah dapat dihilangkan. Sifat dendam dan marah
itulah sesungguhnya yang sering menyebabkan terjadinya berbagai tindak
kekerasan dan kekejaman. Oleh karena itu dengan mengedepankan sikap saling
memaafkan (meminta dan memberi maaf), perbuatan tidak terpuji itu bisa
dihindari. Memang diakui bahwa tidak semua dendam dan marah itu timbul akibat
seseorang enggan meminta dan memberi maaf, tetapi yang jelas sikap enggan
meminta dan memberi maaf dapat menimbulkan dendam dan marah seseorang. Selain
itu, sikap saling memaafkan merupakan ciri orang yang taqwa. Oleh karenanya,
orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain, nilai kepribadian dan
ketaqwaannya sangat luhur. Itulah sebabnya sifat seperti itu senantiasa
dimiliki oleh para Nabi dan Rasul Saw. Sikap pemaaf Rasulullah Saw. Juga
diteladani oleh para sahabatnya dan orang-orang sholeh. Dalam hal sikap saling
memaafkan, Allah Swt. berfirman : “…. dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Q.S. Ali ‘Imran:134).
Semoga halal bi halal yang
dilakukan oleh umat Islam Indonesia semakin bertambah tahun semakin baik
kwalitasnya. Nilai spiritual halal bi halal bukan hanya tumbuh ketika ’idul
fitri tetapi juga tumbuh pada bulan-bulan lain, sehingga negeri ini menjadi
negeri yang marhamah, suatu negeri yang tumbuh subur akan nilai-nilai
kasih sayang dan saling memaafkan. Amiin
Para Pejabat Kandepag Kab.Cirebon setiap tahun bersilaturrahim/halal bi halal dengan keluarga sesepuh Kab.Cirebon di Komplek
Pemakaman Sunan Gunung Jati
Mursana,M.Ag. (Ketua Pokjaluh Kandepag
Kab.Cirebon) sedang melakukan Halal bi halal/Silaturrahim Ilmiyah lewat udara
di RRI Cirebon.
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
SOSOK GURU SEBAGAI WARATSATUL ANBIYA’
SOSOK GURU SEBAGAI WARATSATUL ANBIYA’
Oleh : Mursana, M.Ag *
Peranan seorang guru di dunia ini tidak dapat disangkal
lagi keberadaannya. Ia adalah sosok manusia yang luar biasa jasanya dalam
mencerdaskan suatu bangsa. Setiap hari tanpa mengenal lelah Ia mengajar,
mendidik dan membimbing anak didiknya demi satu tujuan yaitu melepaskan bangsa
dari kebodohan, menuju bangsa yang bermartabat dan berperadaban tinggi. Namun
selama dekade sepuluh tahun terakhir ini, nampaknya peran guru khususnya di
negeri ini telah mengalami erosi yang sangat tinggi. Lihat saja sekarang,
banyak siswa atau peserta didik yang sudah kehilangan jatidirinya sebagai
seorang siswa. Lagi-lagi ada berita sekelompok pelajar/mahasiswa tawuran dengan
mahasiswa perguruan yang lain, seorang pelajar terlibat penyalahgunaan Narkoba,
seorang pelajar menjambret, memperkosa, atau bahkan lebih ngeri lagi seorang pelajar melawan gurunya dan orang tuanya
sendiri.
Beberapa kasus di atas menggambarkan tentang kegagalan
seorang guru dalam mendidik para muridnya. Kenapa? Ada apa dengan guru? Itulah pertanyaan yang
sering muncul dalam benak pemikiran penulis. Akhirnya penulis mencoba untuk
mencari tahu beberapa jawaban alternatif terhadap pertanyaan tadi, diantaranya
adalah: karena banyak guru akhir-akhir ini yang tidak mengenal jatidirinya,
bahwa ia adalah seorang guru yang seharusnya digugu dan ditiru bukan
sebaliknya; kesejahteraan (gaji) seorang guru tidak sebanding dengan
profesinya; dan kwalitas SDM guru tidak segagah namanya.
Dalam tulisan sederhana ini penulis mencoba menguraikan
sosok guru ideal sebagai pewaris para Nabi, Waratsatul
Anbiya. Sebagaimana seorang Nabi dan Rosul, seorang guru juga mempunyai
tugas membawa risalah dari Allah SWT. Dalam membawa risalah ini tentu saja
tidak pernah lepas dari godaan, hambatan dan tantangan. Misalnya seorang guru
sering diejek dan menjadi bahan tertawaan orang lain, karena gaji seorang guru
satu bulan hanya cukup untuk beli sabun mandi, sehingga banyak guru setelah
mengajar di sekolah menjad tukang ojek, penggembala, pedagang, bahkan ada yang
lebih ngeri lagi (mohon maaf) menjadi
penjudi; terlibat langsung ngadu ayam
dan main kartu. Semua itu terjadi
karena gaji seorang guru tidak mencukupi kebutuhan keluarga, sehingga terkadang
dengan alasan keluarga seringkali melakukan usaha apa pun tanpa memperdulikan
apakah usaha itu halal atau haram?
Ketulusan dan keikhlasan guru dalam menjalankan misi
sosial dengan misi kemanusiaannya sangat penting. Oleh karena itu guru pun
harus diberikan reward (gaji)
sepantasnya. Nasib guru kita di daerah-daerah terpencil luput perhatian
pemerintah yang menerima gaji sesuai keikhlasan orang tua santri, terkadang
digaji dengan hasil bumi setempat. Mereka menjalankan misinya karena panggilan hati nurani. Guru adalah seorang
pencerah zaman. Untuk itu, guru harus memiliki kepribadian utuh dan tangguh
untuk menghadapi berbagai tantangan zaman. Di bawah ini akan diuraikan beberapa
watak kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai pewaris tugas
para Nabi (Waratsatul Anbiya).
Pertama; Seorang guru harus menjadi Uswatun
Hasanah (teladan yang baik). Rasulullah adalah panutan terbaik bagi
umatnya, pada diri beliau senantiasa dikemukakan teladan yang baik serta
kepribadian mulia. Pribadi seperti yang diteladankan Rasulullah Saw. itulah seyogyanya
adalah manusia pilihan yang dimuliakan Allah SWT. Menurut Hadari Nawawi (1993)
bahwa dalam proses pendidikan berarti setiap pendidik harus berusaha menjadi
teladan yang baik bagi peserta didiknya. Teladan dalam semua kebaikan, bukan
sebaliknya. Dengan keteladanan itu dimaksudkan peserta didiknya senantiasa akan
mencontoh segala sesuatu yang baik dalam perkataan maupun perbuatan. Sesuai
dengan namanya Guru itu harus bisa digugu dan ditiru oleh peserta didiknya.
Seorang guru harus melaksanakan shalat lebih dulu sebelum menyuruh peserta
didiknya untuk shalat. Seorang guru harus sudah tidak merokok lebih dulu
sebelum menyuruh peserta didiknya untuk berhenti, tidak merokok, dan lain-lain.
Kedua; Seorang guru harus mempunyai sifat Shidiq (benar dan jujur). Dalam arti ia harus sadar dan jujur
terhadap profesinya bahwa ia adalah seorang pendidik, pembimbing, dan pengajar.
Seorang guru professional dituntut agar mampu mengangkat nilai-nilai kejujuran,
dimulai dari kejujuran disiplin dalam waktu mengajar; persiapan, pelaksanaan,
dan evaluasi belajar. Sampai ia berada di rumahnya yang berdampingan dengan
masyarakat sekitar, sangat dituntut sekali kejujurannya bahwa ia seorang guru
yang membawa misi Rahmatan lil ‘alamin.
Yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum
Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akherat. Kemudian misi ini
dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa Tauhid, Kreatif,
beramal sholeh, dan berakhlak mulia. Termasuk dalam sifat ini, seorang guru
dalam menyampaikan ilmu kepada peserta didik harus sesuai dengan skillnya. Guru
yang mengajar matematika, harus dari Sarjana Matematik dan guru yang mengajar
Biologi, harus dari Sarjana Biologi, bukan dari yang lainnya.
Ketiga; Seorang guru bisa menjaga Amanah
(kepercayaan). Amanah tersebut berasal dari pemerintah (melalui SK mengajar)
bagi PNS, Yayasan, masyarakat, dan orang tua siswa. Amanah adalah suatu titipan
kepercayaan yang harus betul-betul dijaga dan diemban sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi yang dibebankan kepadanya dan tidak boleh disalahgunakan wewenang
tersebut (khianat). Seorang guru yang menyia-nyiakan Amanah berarti guru itu
munafik. Sebagaimana di dalam hadits Nabi Saw, “bahwa tanda-tanda orang munafik
itu ada tiga: apabila berbicara; bohong, apabila dipercaya; khianat, dan
apabila berjanji; ingkar.”
Keempat; Seorang guru dituntut bisa Tabligh,
yaitu bisa menyampaikan ilmu-ilmunya secara proporsional dan professional
kepada peserta didiknya, tidak boleh ada niat sedikitpun bagi seorang guru
menyembunyikan ilmunya (kitman). Misalnya yang terjadi sekarang adalah seorang
guru ketika mengajarkan ilmunya di kelas (jam wajib) terlihat seperti asal-asalan. Tetapi giliran ia mengajar
di luar kelas, contohnya dalam kursus-kursus, les, atau bimbingan belajar mata
pelajaran tertentu, ia begitu serius dan bersungguh-sungguh. Karena bayaran
mengajar di luar sekolah lebih besar dibanding di dalam sekolah ia mengajar,
padahal jam wajib mengajarnya adalah di sekolah.
Kelima; Seorang guru dituntut untuk memiliki Fathonah (kecerdasan). Yakni kecerdasan dalam memahami mata
pelajaran yang akan ia sampaikan dan kecerdasan membaca tanda-tanda zaman.
Kecerdasan yang dimiliki oleh seorang guru bukan hanya kecerdasan intelektual
saja (IQ), tetapi juga kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual
(SQ). Untuk mencapai ketiga kecerdasan tersebut ia harus banyak berlatih
belajar. Apabila ketiga kecerdasan tersebut sudah dimiliki oleh seorang guru,
maka ia bukan hanya dicintai oleh peserta didiknya, tetapi juga disenangi dan
dicintai oleh masyarakat sekitarnya, juga lebih tinggi lagi dicintai oleh Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Tinggi.
Keenam; Hendaknya seorang guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam
pandangan syara’, dan menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak
melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan harga dirinya di mata orang banyak.
Sementara menurut al-Ghozali, seperti yang disitir oleh
Fathiyah Hasan (1986); terdapat beberapa sifat penting yang harus dimiliki oleh
seorang guru sebagai Waratsatul Anbiya’,
yaitu : (1) amanah dan tekun bekerja, (2) bersifat lemah lembut dan kasih
sayang terhadap murid, (3) dapat memahami dan berlapang dada dalam ilmu serta
orang-orang yang mengajarkannya, (4) tidak rakus pada materi, (5)
berpengetahuan luas, serta (6) istiqomah dan memegang teguh prinsip.
Demikian beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang
guru sebagai Waratsatul Anbiya’. Apabila
sifat-sifat tersebut ada pada setiap guru, maka ia akan menjadi guru yang
ideal; bisa membaca zaman, sanggup menghadapi hambatan dan tantangan,
professional, berwibawa dan disegani oleh kawan dan lawan, karena ia menjadikan
akhlakul karimah sebagai senjata dan
perisai bagi dirinya. “Sesungguhnya iman seorang mu’min yang sempurna adalah
yang terbaik akhlaknya di antara kamu.” Semoga bermanfaat.
* Penyuluh Agama Islam Kec. Plumbon;
Alumni Pesantren Darussalam Ciamis
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
SHOLAT BAROMETER LEADERSHIP
SHOLAT BAROMETER LEADERSHIP
(
KADO PERINGATAN ISRA’ DAN MI’RAJ
)
Oleh: Mursana, M.Ag*
Peristiwa Isra’ dan mi’raj adalah salah satu cara Allah Swt. untuk
menghibur hati nabi Muhammad Saw. yang sedang dalam keadaan sedih karena
ditinggalkan orang-orang yang dicintai yaitu pamanNya Abu Thalib dan istriNya
Siti Khadijah. Dalam peristiwa ini berbagai pengalaman hidup dan kehidupan
telah beliau dapatkan sebagai ‘ibrah untuk bekal dakwah. Kado yang
paling istimewa dari petualangan ini adalah perintah Shalat lima waktu.
Shalat merupakan inti dari ajaran Islam. Betapa pokoknya
shalat dalam ajaran Islam sehingga nabi Saw. mentamsilkan shalat sebagai tiang
agama: “Barangsiapa yang mendirikan shalat berarti menegakkan agama dan
barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti merobohkan agama”. Dalam
hadits nabi Saw. yang lain beliau
bersabda: “Apabila shalat itu baik maka baiklah amalan yang lain, tetapi
apabila shalat itu jelek maka jeleklah amalan yang lain “. Dari hadits
tersebut jelas sekali bahwa shalat merupakan barometer kepemimpinan (
leadership ) seseorang.
Berkenaan dengan itu, Kabupaten Cirebon pada bulan
Oktober 2008 besok akan mengadakan Pesta Pemilihan Kepala Daerah Langsung (
Pilkadasung ).
Berbagai obrolan kecil pun di warung-warung kopi, Pos
Kamling, Kantor, Majelis Taklim dan tempat kumpulan lainnya, nampaknya sudah
mulai heboh membicarakan tentang siapa kira-kira calon yang pantas untuk
memimpin Kabupaten Cirebon? Mayoritas ibu-ibu pengajian di majelis taklim
berpendapat, “Siapapun yang akan menjadi Bupati dan wakilnya, yang penting
adalah harus bisa menyejahterakan warga Cirebon .”
Menurut mereka kondisi masyarakat saat ini betul-betul memprihatinkan di mana
harga sembako naik terus, lapangan kerja semakin sulit, serta biaya kesehatan
yang tidak terjangkau oleh masyarakat kecil.
Melihat kondisi masyarakat seperti ini, beberapa orang
tokoh yang akan berkompetisi dalam pemilihan kepala daerah mendatang sudah
mulai berkampanye dengan berbagai cara. Ada
yang melakukan Road Show dari kampung
ke kampung dengan dalih pembagian sumbangan kepada para yatim piatu dan janda,
ada pula yang melakukannya dengan cara cukup memasang tanda gambarnya dengan
mottonya melalui pamflet dan spanduk yang dipasang pada tihang listrik dan
jalan-jalan keramaian. Bahkan ada juga yang melakukannya dengan cara memasang
iklan melalui media massa .
Pastinya, Pesta Pemilihan Kepala
Daerah Kabupaten Cirebon diprediksi bakal ramai melebihi Kotamadya kemarin.
Melalui tulisan ini, penulis menghimbau kepada seluruh
warga masyarakat Kabupaten Cirebon agar tidak terjebak dan terhipnotis dengan
janji-janji dan program yang muluk-muluk
dari masing-masing kandidat tersebut. Sudah menjadi tradisi dalam kampanye itu,
seorang calon pemimpin biasanya menawarkan barang
dagangannya dengan bujukan, propaganda dan rayuan kepada para pembeli agar
mau membeli produk yang ia dagangkan.
Dengan demikian, apabila warga Kabupaten Cirebon
mengingnkan daerah ini aman, sejahtera masyarakatnya (ekonomi, pendidikan,
kesehatan terpenuhi), subur tanahnya dan makmur kehidupan rakyatnya, maka
pilihlah calon pemimpin yang sudah terbukti melaksanakan wasiat sang Waliyullah
tersebut.
Makna Wasiat Sunan Gunung
Jati
Apa makna sesungguhnya di balik wasiat “Ingsun titip Tajug lan Fakir Miskin”
sehingga Beliau berhasil memimpin Cirebon .
Dalam tulisan ini akan diuraikan secara jelas pemahaman makna dari wasiat kanjeng sinuhun, sebagai berikut:
Pertama, Ingsun titip Tajug. Beliau berpesan agar wong Cirebon
selalu memelihara Tajug. Tajug adalah masjid tempat umat Islam melakukan ibadah
ritual (Mahdhoh) seperti sholat lima
waktu : Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Subuh. Di manapun dan dalam keadaan
apapun wong Cirebon , jangan pernah meremehkan,
apalagi melupakan tajug. Tajug harus dimakmurkan dengan kegiatan ibadah ritual
seperti sholat dan dzikir dan ibadah sosial seperti pemberdayaan umat melalui
pendidikan Madrasah Diniyah, TKQ dan TPQ, juga melalui pengembangan ekonomi
ke-umatan. Tentu saja harus diawali oleh Bupati dan jajarannya termasuk para
Kepala Dinas yang ada di bawahnya. Bagaimanapun juga mereka itu adalah seorang
Imam yang harus diikuti dan diamini segala program dan aksinya oleh
makmum/rakyat.
Pada masa Khulafaur Rosyidin, Abu Bakar As-Shidiq kenapa
terpilih oleh para shahabat lainnya sebagai khalifah/pengganti Rasulullah SAW? Karena
didasarkan kepada suatu peristiwa ketika Rasulullah SAW tidak ke masjid
beberapa hari (sebab sakit), lalu Beliau menyuruh Abu Bakar As-Shidiq untuk
menjadi Imam Masjid sebagai pengganti-Nya. Berdasarkan dari kepemimpinan sholat
dan manajement masjid inilah Abu Bakar terpilih sebagai seorang pemimpin
pengganti Rasulullah SAW. Dan ternyata Dia sukses mengemban tugas ini, sehingga
Islam semakin berkembang di luar negeri Arab.
Hikmah apa yang bisa dipetik dari kepemimpinan sholat
dan manajemen masjid? 1) Kedisiplinan
(almatiin) waktu dalam menjalankan tugas. Bisa dilihat, bagaimana giatnya umat
Islam menjalankan ibadah sholat, bila waktu telah tiba, baik di waktu siang
maupun malam. Karena sholat harus didirikan pada waktunya, begitu kata firman
Allah SWT dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Juga disiplin dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsi antara Imam dan Makmum. Kewajiban makmum adalah mengikuti
program dan kebijakan seorang Imam. Maka jika Imam berdiri, makmum juga harus
berdiri. Imam sujud, makmum juga harus sujud. Begitu juga jika Imam duduk,
makmum juga harus duduk dan seterusnya. Belajar dari sholat inilah seorang
pemimpin dan yang dipimpin harus disiplin waktu dan menjalankan tugas sesuai
dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Kedisiplinan saja tidak cukup, maka
harus dibarengi dengan yang ke 2) Tanggung jawab (Al-Wakiil) dalam
menjalankan tugas. Orang yang sholat sangat bertanggung jawab, karena kelak
sholatnya itu akan dimintai pertanggungjawaban pada hari akhir nanti. Sesuai
dengan hadits Rasulullah SAW, bahwa amal yang paling pertama ditanya pada hari
kiamat adalah sholat, bila sholatnya baik maka baiklah amalan yang lain. Bila
sholatnya jelek maka jeleklah amalan yang lain. Seorang pemimpin harus
bertanggung jawab kepada rakyat, dengan melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik
sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Ini terlihat dalam sholat, ketika
Imam harus bertanggungjawab kepada para jama’ahnya sesuai dengan tuntunan
syari’at Islam. 3) Menjunjung tinggi nilai-nilai
kejujuran (Al-Mu’min). Di dalam sholat diajarkan agar setiap orang Islam
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, hal ini bisa dirasakan ketika
seseorang melaksanakan sholat, ia tidak berani sedikitpun untuk mengurangi atau
menambagi rokaat sholat. Inilah perwujudan dari nilai-nilai kejujuran.
Kejujuran seorang pemimpin sangat dibutuhkan untuk menyejahterakan rakyat.
Krisis multidimensi yang melanda negeri ini disebabkan karena hilangnya
nilai-nilai kejujuran di kalangan para pemimpin. 4) Bekerjasama (al jami’). Ibarat mendirikan sebuah bangunan,
diperlukan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak agar bangunanitu bisa
selesai dengan sempurna. Begitu pula dengan mendirikan sholat berjama’ah,
diperlukan juga kerja sama antara Muadzin, Imam dan Ma’mum. Seorang pemimpin
tidak ada apa-apanya tanpa adanya kerjasama dengan bawahannya. 5) Menegakkan keadailan (al’adlu). Bagi jama’ah shalat
yang datang lebih dulu maka barisannya menempati jajaran paling depan.
Sedangkan bagi jama’ah yang datangnya terlambat harus menempati jajaran paling
belakang. Ketika Imam sujud, semua jama’ah (ma’mum) wajib sujud apapun status
sosialnya di masyarakat. Demikian juga ketika Imam berdiri, ruku, atau gerakan
shalat lainnya, dalam keadaan apapun, ma’mum wajib mengikuti Imam. Termasuk
keadilan dalam sholat lainnya adalah adanya dispensasi (rukhsah). Seperti
ketika seorang mau melakukan perjalanan jauh, maka ia boleh melaksanakannya
dengan dijama’ (digabungkan 2 sholat : Zhuhur dengan Asar dan Magrib dengan
Isya’) atau bisa saja dengan menggunakan Qhasar (menyingkat bangsa empat rokaat
menjadi rua rokaat). Seorang pemimpin tidak boleh tebang pilih dalam mengambil
kebijakan. Walaupun ketika Pemilihan Kepala Daerah ada beberapa wilayah yang
tidak memilihnya, maka ketika menjadi seorang Bupati dan wakilnya tidak boleh memarjinalkan
wilayah tersebut. Jadi harus bersikap adil dan tidak ada diskriminatif. 6)
Mempunyai visi ke depan (al-akhir).
Visi di dalam sholat adalah Assalam (kesejahteraan dan kedamaian). Seorang
Bupati ke depan harus bisa dan mampu menyejahterakan rakyat dan menjadikan
daerahnya aman dan damai sehingga masyarakat kondusif. 7) Mempunyai kepedulian yang tinggi (Assami’ dan al
bashiir). Imam harus melihat dan mendengar keadaan jamaahnya. Lafadz “Amiin”
diucapkan ma’mum adalah symbol suara rakyat harus didengar. Sedangkan lafadz
“salam” dengan menengokkan kepala ke kanan dan ke kiri adalah symbol seorang
Bupati harus bisa melihat keadaan rakyatnya (peduli). Setelah melihat dan
mendengar lalu bagaimana solusinya memecahkan problematika sosial ini. 8) Demokrasi harus dipelihara. Ketika Imam
itu salah atau lupa dalam gerakan sholat, lalu ma’mum mengingatkannya dengan
bacaan “Subhanallah” maka Imam harus memperhatikan aspirasi ma’mum. Begitu pula
kalau Imam itu lalai dalam salah satu bacaan shalat dan makmum mengingatkannya,
maka Imam harus introspeksi diri dengan cara sujud sahwi. Seorang Bupati tidak
boleh menutup mata dan telinga, harus bisa menerima apabila dikritik atau
diingatkan oleh rakyatnya. Jangan lupa Bupati juga manusia: bisa benar, bisa
juga salah.
Tajug adalah simbol kesinergian antara hamba dengan
Tuhannya dengan istilah al-Qur’annya hablum
minallah. Karena walaupun bagaimanapun hidup di dunia ini tanpa Allah tidak
ada apa-apanya.
Kedua, ingsun titip fakir miskin. Fakir miskin adalah simbol kesinergian
hubungan antara sesama manusia (hablum
minannas). Prioritas utama Bupati mendatang adalah mengentaskan kemiskinan
dengan cara memperbanyak lapangan pekerjaan: bangkitkan kembali industri rotan,
batik, pertanian agar tidak banyak yang menganggur. Prioritas kedua adalah
menstabilkan Ekonomi Kerakyatan: turunkan harga minyak dan sembilan bahan pokok
makanan. Prioritas ketiga adalah pendidikan dan kesehatan gratis untuk wong cilik. Apabila wasiat Kanjeng
Sinuhun ini benar-benar dilaksanakan oleh Bupati mendatang, Insya Allah
kabupaten Cirebon
menjadi kabupaten yang Baldatun
Thayibatun wa rabbun ghofuur (Daerah yang subur, makmur, aman, sejahtera,
dan dalam ampunan Allah). Sebaliknya bila pesan tersebut diabaikan oleh Bupati
mendatang, maka bersiap-siaplah terkena musibah dan kehinaan. Seperti
diungkapkan dalam Al-qur’an : “Mereka ditimpa kehinaan dimana saja mereka
berada, kecuali jika mereka berpegang teguh kepada tali agama Allah dan tali
perjanjian dengan manusia” (Q.S Ali Imron : 112).
Demikianlah tulisan sederhana ini, mudah-mudahan menjadi
pencerahan kepada masyarakat agar tidak terpedaya dengan janji-janji palsu
calon Bupati dan Wakilnya. Jangan melihat bagaimana penampilan para calon, tapi
lihatlah visi dan misi mereka dengan dibuktikan aksi yang nyata di lapangan. Lebih
penting lagi pertanyakan kepada calon-calon tersebut, bagaiamana shalat mereka,baik
secara ritual maupun aktul ? Semoga.
* Mursana, M.Ag. : Penyuluh
Agama Islam
Kec. Plumbon Kandepag Kab. Cirebon
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Langganan:
Postingan (Atom)