Cari Blog Ini

Jumat, 28 Juli 2017

Khutbah jumat "Ibadah Haji bukan untuk memperoleh gelar haji"

IBADAH HAJI BUKAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR HAJI
Oleh: Mursana, M.Ag

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ؛ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Hadhirin Jama’ah Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Bersyukur kepada Allah SWT hari ini alhamdulillah kita masih bisa memenuhi undanganNya untuk melaksanakan Shalat Jum’at. Mudah-mudahan setiap langkah kita untuk menuju masjid kebanggaan kita ini dicatat kebaikan oleh Allah SWT untuk bekal pada hari kiamat nanti. Amin. Shalawat dan Salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada junjungan alam semesta jagat raya yakni sayyidina wa maulana Muhammad SAW beserta keluargaNya, para sahabatNya, dan para pengikutNya termasuk kita semua sampai akhir zaman. Amin ya rabbal’alamin.

Hadhirin Jama’ah Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an :
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Qs. Ali Imran : 97)
Dalam Ayat lain Allah SWT berfirman :
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah Karena Allah (Qs. Al Baqarah : 196)
Menurut ulama tafsir menjelaskan bahwa kedua ayat tersebut menjadi dalil tentang perintah melaksanakan ibadah haji bagi orang Islam yang sudah memenuhi syarat dan rukun tertentu. Dalam kedua ayat tersebut kata lillah diletakan di awal dan di akhir ayat. Ini berarti bahwa orang yang melaksanakan ibadah haji harus senantiasa memegang niat ikhlas yang kokoh baik ketika sebelum berangkat maupun setelah berangkat haji.

Hadhirin Jama’ah Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Pada hari ini Jumat tanggal 28 Juli 2017, Pemerintah akan memberangkatkan jamaah haji gelombang pertama. pertanda bahwa musim haji segera tiba. Syukuran hajipun digelar dimana-mana dengan beranekaragam acara. Ada yang menggunakan istilah “Walimatus Safar, Haflah Muwada’ah haji dan umrah, Syukuran Haji dan lain sebagainya. Intinya acara tersebut mengandung dua tujuan yaitu memohon maaf kepada masyarakat sekitar dan memohon doa dari masyarakat. Tradisi seperti itu sah-sah saja selagi calon tamu Allah ini mampu, tidak bermaksud riya-sum’ah, dan acaranya tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

Hadhirin Jama’ah Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Berbicara tentang niat atau keikhlasan dalam beribadah adalah sesuatu yang gampang. Tapi dalam prakteknya amatlah susah dan sangat berat untuk dilaksanakan. Terlebih dalam menunaikan ibadah haji. Karenanya syaitan senantiasa menggoda dan memperdaya manusia dengan berbagai siasat dan tipu muslihatnya agar ibadah yang dilaksanakannya itu tidak diterima Allah SWT.
Memang dalam melaksanakan ibadah haji, niat yang tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah adalah sesuatu yang sangat berat sekali. Tetapi itu harus diperjuangkan supaya bisa ikhlas. Coba bayangkan; dari mulai ditetapkan porsi keberangkatan saja sudah senangnya luar biasa sehingga terasa gatel lidahnya apabila berita gembira ini tidak diceritakan kepada keluarga, temaan, tetangga. Akhirnya orang sekampung tahu semua, bahkan bisa jadi se-kabupaten tahu semua karena sekarang ada WA-Facebook sebagai media sosialisasi bahwa dia akan berangkat untuk menunaikan ibadah haji tahun sekian misalnya. Padahal waktu keberangkatan itu masih sangat lama. Belum lagi ketika sudah ada Bimbingan Manasik Kolosal tingkat kabupaten, acara syukuran haji, acara keberangkatan haji dari rumah ke KBIH, ke Asrama Haji Watubelah, sampai pemberangkatan jamaah haji ke Asrama Haji Bekasi dan Bandara Soekarno-Hata, iring-iringannya senantiasa membuat jalan semakin rame bahkan sampai macet sehingga mengganggu lalu lintas di jalan raya. Sehingga orang-orang bertanya ada apa ini? Jawabnya ada jamaah haji. Akhirnya semua orang tahu bahwa dia akan menunaikan ibadah haji. Ketika semua orang tahu inilah, keikhlasan niat dari seseorang yang akan menunaikan ibadah haji benar-benar akan diuji oleh Allah SWT. Apakah dia bisa ikhlas atau tidak?

Hadhirin Jama’ah Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Tidak berhenti sampai disitu ujian keikhlasan ini berlangsung, ketika sampai di tanah sucipun akan diuji oleh Allah SWT. Bahkan setelah selesai menunaikan ibadah haji dan bisa kembali ke tanah air, ternyata ujian keikhlasan dari Allah masih juga belum berakhir. Orang-orang yang ada disekitarnya memanggil dia dengan gelar baru yakni pak Haji dan bu Hajjah.
Dengan panggilan pak Haji dan bu Hajjah itu, apakah dia menjadi semakin senang atau tidak? Lalu ketika ada orang yang memanggil dia hanya dengan sebutan namanya saja, apakah dia marah atau tidak? Sebab ada banyak kasus tentang masalah panggilan kepada orang yang sudah haji. Ketika ada orang memanggil hanya dengan sebutan namanya saja, dia marah luar biasa. “Tidak tahu ya kalau haji itu mahal, haji itu susah, haji itu pengorbanan” dan lain sebagainya. Itulah beberapa contoh tentang ujian keikhlasan niat bagi orang yang menunaikan ibadah haji.
Untuk itulah khatib mengingatkan, Jangan coba-coba hilangkan pahala hajimu hanya dengan sekedar ingin diberi atau menambahkan gelar “Haji atau Hajjah” di depan namamu,
jika takut tidak kuat akan perbuatan ria. Karena ria dalam syari’at Islam adalah termasuk syirik khafiy.

Hadhirin Jama’ah Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Tradisi di Indonesia biasanya orang yang sudah pernah melakukan ibadah haji, setelah pulang ke kampung halamannya langsung mendapatkan gelar “Haji atau Hajjah” di depan namanya. Hal itu sah-sah saja sepanjang dia tidak terbuai dengan gelar panggilan tersebut untuk tidak terjerumus kepada perbuatan ria. Para shahabat nabi SAW.yang berjumlah 120.000, mereka juga telah menunaikan ibadah haji, tetapi tidak seorang pun dari mereka yang digelari dengan sebutan “Pak Haji atau Bu Haji”
Penting bagi kita untuk mengetahui bahwa pada dasarnya amalan yang diharapkan olehnya pahala di sisi Allah atau amalan yang dilakukan seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah, itu harus disembunyikan. Tidak mengandung harapan untuk dipuji atau disanjung dan yang semisalnya, agar mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. Karena setiap amalan yang diterima di sisi Allah, selain  harus sesuai dengan tuntunan Nabi SAW., juga harus ikhlas karena Allah. Dan diantara upaya seseorang untuk menjaga keikhlasan adalah tidak mengungkit-ungkitnya dan tidak menginginkan sanjungan dari orang lain, selain dari SWT. Maka seseorang yang pergi haji dengan maksud ingin dipanggil “Haji atau Hajjah,” yang jelas dan telah dimaklumi bahwa panggilan “Haji dan Hajjah” di sini mengandung pujian. Apalagi kalau sampai dia sudah pergi haji dan tidak mau dipanggil kecuali dengan sebutan “Pak Haji atau Bu Hajjah.” Dikhawatirkan gugur amalannya, tidak berpahala di sisi Allah SWT.
Ditambah lagi dalam sejarah Islam, tidak seorang pun dari shahabat Nabi SAW, ataupun tabi’in (murid shahabat), tabi’ut tabi’in (murid dari murid shahabat) dan ulama-ulama salaf (yang menggunakan gelar tersebut). Kita tidak pernah mendengar Haji Abu Bakar Ash Shiddiq, Haji ‘Umar bin Khaththab, Haji ‘Ali bin Abi Thalib, Haji ‘Utsman bin ‘Affan, dan juga tidak pernah mendengar Haji Imam Hanafi, Haji Imam Maliki, Haji Imam Syafi’i, Haji Imam Ahmad, Haji Sunan Gunung Jati, dan lain sebagainya. Karena gelar ini bertentangan dengan keikhlasan kepada Allah SWT.
Hadhirin Jama’ah Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Haji merupakan latihan bagi manusia untuk kesalehan sosial, seperti meredam kesombongan, kediktatoran, gila hormat, dan keinginan menindas sesamanya. Sebab, ketika berhaji seseorang harus mencopot pakaian kebesarannya, pakaian sehari-hari yang menciptakan ke'aku'an berdasarkan ras, suku, warna kulit, pangkat, dan lain-lainnya. Semua itu harus ditanggalkan dan diganti dengan pakaian ihram yang sederhana, tidak membedakan antara kaya dan miskin, penguasa, ningrat, rakyat, atau status sosial lainnya. Egoisme ke'aku'an dilebur dalam ke'kita'an, kebersamaan dalam suasana persaudaraan sesama muslim.
Dari penjelasan terswebut, kiranya bisa dipahami bahwa nilai inti haji bukan untuk memperoleh gelar "H" bagi pak haji atau "Hj" bagi bu hajjah di muka nama seseorang. Dan bukan pula karena yang bersangkutan resmi menjadi anggota IPHI, melainkan ada pada keikhlasan dan ketulusan dalam menunaikan ibadah tersebut serta adanya aktualisasi nilai-nilai ibadah itu yang membekaskan kesalehan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kita semua dimudahkan Allah SWT menjadi haji yang mabrur, yang hajinya kelak membekas dalam kehidupan sehari-hari menurut standarisasi Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, Aamiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

Khutbah kedua diserahkan kepada khatib masing-masing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar