PESAN
SPIRITUAL HALAL BI HALAL
Oleh: Mursana,
M.Ag
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ
أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ
كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ
بِتَقْوَى اللهُ. قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَا
أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ
إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Hadhirin Kaum
Muslimin Rahimakumullah
Sudah menjadi tradisi umat Islam Indonesia khususnya di Cirebon,
apabila selesai melaksanakan ibadah puasa Ramadhan disempurnakan dengan zakat
fitrah dan ditutup tanggal 1 Syawal dengan sholat ‘Idul Fitri dilanjutkan
dengan acara halal bi halal. Acara ini dilaksanakan oleh sebagian besar umat Islam; mulai dari kalangan
pejabat, birokrat tingkat atas sampai tingkat bawah, dan masyarakat umum. Biasanya
acara ini berlangsung sampai akhir bulan Syawal. Modelnyapun bermacam-macam;
ada yang mengundang muballigh, ada yang mengundang artis, bahkan ada yang
kumpul-kumpul biasa sambil ngobrol ngalor
ngidul dan makan bersama antar keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar,
lalu ditutup dengan salam-salaman; saling maaf memaafkan antar peserta halal bi
halal. Yang pasti dalam acara tersebut terlihat suasana kekeluargaan,
persaudaraan dan keakraban. Seolah-olah antar peserta tidak punya beban masalah
apapun.
Kalau kita perhatikan, Halal bi halal adalah kata majemuk yang terdiri atas pengulangan
kata halal, diapit oleh satu huruf
(kata penghubung) ba’ yang dibaca bi. Kalau kata majemuk tersebut diartikan
seperti yang ditemukan dalam kamus besar bahasa Indonesia, yakni “acara ma’af
memaafkan pada hari lebaran,” maka dalam halal bi halal terdapat unsur
silaturrahim. Istilah kata tersebut berasal dari bahasa Arab, namun dalam
masyarakat Arab Timur Tengah sebenarnya istilah itu tidak dikenal. Yang ada
adalah istilah silaturrahim. Halal bi halal adalah hasil kreasi umat Islam
Indonesia sendiri dan telah menjadi perbendaharaan kata keagamaan serta telah
melembaga di kalangan umat Islam Indonesia. Namun istilah itu tidak ada yang
tahu, sejak kapan, dimana asal usulnya, dan apa latar belakang istilah
tersebut.
Hadhirin Kaum
Muslimin Rahimakumullah.
Kenapa kita perlu
Halal bi Halal ?
Manusia adalah makhluk yang sering salah dan lupa, seperti dikatakan dalam
pepatah Arab, “Al-Insaanu Mahalul
Khatha’ wan Nisyaan”.
Karena manusia tempatnya salah dan lupa, maka
kadang-kadang ia menyakiti perasaan orang lain. Orang yang disakiti boleh jadi ia
akan marah, dan bila marah telah menyelinap dalam hati seseorang, maka orang
yang telah menyebabkan orang lain itu menjadi marah, laksana telah memutuskan
hubungan persaudaraan dan hubungan kasih sayang sesama manusia atau dengan kata
lain telah memutuskan silaturrahim yang tidak dibenarkan oleh ajaran Islam.
Sebagaimana Rasulullah SAW. pernah mengancam orang-orang yang memutuskan
silaturrahim, لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِع“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturrahim”. (HR.
Bukhori dan Muslim). Oleh karena itu tradisi halal bi halal perlu dilestarikan
di Cirebon dengan alasan sebagai berikut:
Pertama : Halal bi halal sebagai wadah
silaturrahim. Menurut Quraish Shihab, silaturrahim adalah kata majemuk yang
diambil dari kata bahasa Arab; Shilat
dan rahim. Kata shilat berakar dari kata washl
yang berarti “menyambung” dan “menghimpun”. Ini berarti hanya yang terputus dan yang terserak yang dituju oleh shilat
itu. Sedangkan kata Rahim pada
mulanya berarti “kasih sayang”, kemudian berkembang sehingga berarti pula
“peranakan” (kandungan), karena anak yang dikandung selalu mendapatkan curahan
kasih sayang. Jadi silaturrahim adalah suatu aktifitas untuk saling
menghubungkan atau menyambungkan tali persaudaraan/ kekeluargaan, sehingga
menimbulkan kasih sayang seperti menyayangi anak kandung.
Banyak sekali hadits Rasulullah SAW. yang
menganjurkan umat Islam agar gemar bersilaturrahim, diantaranya adalah
Rasulullah SAW. bersabda :
مَنْ
أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ, وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ,
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa yang menginginkan
dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka bersilaturrahimlah”.
(HR. Bukhori). Hadits ini mengisyaratkan bahwa: 1) Sesulit apapun rizki kita,
asal mau bersilaturrahim, Allah pasti akan membukaan jalan keluarnya. Allah SWT
akan memberi rizki orang tersebut dengan tidak disangka-sangka. Rizki itu bisa
melalui orang yang disilaturrahimi atau mungkin dari tetangga/masyarakat
sekitar dan bisa jadi dari tetangga jauh. Yang namanya rizki bukan hanya uang,
bisa juga berbentuk materi yang lain seperti pakaian, kendaraan, perhiasan atau
mungkin makanan. Atau bisa juga rizki itu berbentuk kesehatan jiwa dan raga.
Semua anugrah Allah untuk manusia itu disebut rizki. 2) Orang yang
bersilaturrahim akan dipanjangkan umurnya. Maksudnya orang yang sedang dililit
masalah kehidupan yang sangat berat, sehinga dia psimis atau putus asa dalam
menghadapi kenyataan hidup, setelah bersilaturrahim ada yang memberi
spirit/nasehat, sehingga dia kembali semangat dalam hidup, seolah-olah dia
hidup kembali.
Kedua : Halal bi
halal sebagai wadah untuk saling memaafkan antar sesama. Saling memaafkan antar
sesama merupakan sikap yang dianjurkan oleh Allah SWT. sebab dengan sikap
tersebut, sikap dendam dan rasa marah dapat dihilangkan. Sifat dendam dan marah
itulah sesungguhnya yang sering menyebabkan terjadinya berbagai tindak
kekerasan dan kekejaman. Oleh karena itu dengan mengedepankan sikap saling
memaafkan (meminta dan memberi maaf), perbuatan tidak terpuji itu bisa
dihindari. Memang diakui bahwa tidak semua dendam dan marah itu timbul akibat
seseorang enggan meminta dan memberi maaf, tetapi yang jelas sikap enggan
meminta dan memberi maaf dapat menimbulkan dendam dan marah seseorang. Selain
itu, sikap saling memaafkan merupakan ciri orang yang taqwa. Oleh karenanya,
orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain, nilai kepribadian dan
ketaqwaannya sangat luhur. Itulah sebabnya sifat seperti itu senantiasa
dimiliki oleh para Nabi dan Rasul Allah, para sahabat utama Nabi Muhammad SAW,
para ahli sufi dan orang-orang sholeh. Sikap tersebut juga ditunjukkan oleh
Nabi Muhammad SAW yang memberi maaf kepada penduduk Mekkah yang dulu memusuhi dakwahnya, menyiksa dan mengusirnya. Dengan sikap inilah satu persatu
penduduk Mekkah masuk ke dalam Islam, hingga akhirnya seluruh penduduk Mekkah
masuk Islam dengan berbondong bondong. Demikian pula beliau senantiasa meminta
maaf kepada para sahabatnya dan umatnya, walaupun mereka mengakui bahwa beliau
tidak pernah berbuat salah terhadap mereka. Menjelang akhir hayatnya, beliau
mengumumkan dihadapan para sahabatnya bahwa beliau meminta maaf kepada mereka
dan menyampaikan kepada mereka bahwa siapa-siapa yang merasa disakiti atau
tersinggung selama dalam kepemimpinannya agar mereka mengemukakannya dan
mempersilahkan untuk menuntut balas kepada beliau. Maka pada akhir hayatnya
beliau tidak meninggalkan kesalahan sama sekali bahkan beliau meninggal dengan
penuh keharuman dan ditengah-tengah kecintaan umat yang amat dalam. Sikap
pemaaf Rasulullah SAW. Juga diteladani oleh para sahabatnya dan orang-orang
sholeh. Dalam hal sikap saling memaafkan, Allah SWT berfirman : وَالْكَاظِمِينَ
الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
”dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan”. (Q.S. Ali
‘Imran:134).
Ayat ini menjelaskan tentang ciri-ciri
orang yang bertaqwa, yang berarti sikap suka memberi dan meminta maaf/saling
memaafkan adalah termasuk sikap orang yang bertaqwa. Namun yang masih kita
prihatinkan hingga sekarang ini adalah ternyata masih banyak orang yang enggan
memberi maaf atas kesalahan yang diperbuat oleh orang lain, walaupun orang
tersebut sudah bertaubat dan meminta maaf. Juga masih banyak orang yang tidak
mau meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya kepada orang lain. Padahal
jelas-jelas bahwa kesalahannya itu dilakukan olehnya. Akibat sikap enggan
memberi dan meminta maaf itu, maka sifat-sifat dendam, marah, dan benci ada di
masyarakat kita itu timbul akibat keengganan tersebut sulit dihilangkan.
Akhirnya sifat-sifat tersebut merusak tali persaudaraan. Oleh karena itu
melalui halal bi halal, mari buka dan lapangkan dada kita untuk saling
memaafkan, hilangkan egoisme yang lainnya. Sesungguhnya sifat-sifat egoisme itu
akan merendahkan dirinya, bukan sebaliknya. Sebaik-baiknya orang adalah oarng
yang selalu merasa dirinya banyak salah, walaupun dia tidak melakukan perbuatan
tersebut. Memang kalau menuruti dorongan nafsu bahwa meminta maaf itu berat,
bahkan memberi maaf lebih berat lagi. Tetapi karena dorongan nurani, dorongan
yang dipancarkan oleh Illahi, maka mau tidak mau, bisa tidak bisa, kita harus
bisa membiasakan suatu sikap saling memaafkan antar sesama.
Hadhirin Kaum
Muslimin Rahimakumullah
Dengan demikian tradisi halal bi halal di
Indonesia harus selalu dilestarikan.
Kesan bahwa halal bi halal itu ajang untuk pamer kemewahan, hura-hura, bahkan
sambil mabuk-mabukan, harus dihilangkan. Halal bi halal merupakan tradisi yang
suci yang lahir dari masyarakat muslim Indonesia, yang didalamnya ada
silaturrahim dan sikap saling memaafkan. Kedua sikap tersebut merupakan ajaram
Islam yang wajib dijunjung tinggi oleh umat Islam khususnya di Cirebon.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ
وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
Khutbah
kedua diserahkan kepada Khatib masing-masing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar