MUSIM HUJAN
DATANG MUSIBAH
MENGANCAM
Oleh : Mursana, M.Ag
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. فَصَلَوَاتُ اللهِ
وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ؛ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ
فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْن
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Marilah bersyukur
kepada Allah SWT pada hari jum’at ini kita masih tetap bisa memenuhi undangan
Allah SWT untuk melaksanakan ibadah ritual mingguan yakni Shalat Jum’at.
Mudah-mudahan setiap langkah kita untuk menuju masjid kebanggaan kita ini
dicatat kebaikan oleh Allah SWT untuk bekal pada hari kiamat nanti. Amin.
Shalawat dan Salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada junjungan alam
semesta jagat raya yakni sayyidina wa maulana Muhammad SAW beserta keluargaNya,
para sahabatNya, dan para pengikutNya termasuk kita semua sampai akhir zaman.
Amin ya rabbal ‘alamin
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Ada sebuah syair lagu yang pernah populer pada
era tahun 80-an: “Perjalanan
inipun seperti jadi saksi. Gembala kecil menangis sedih. Kawan coba dengar apa
jawabnya. Ketika aku tanya mengapa. Bapak ibunya telah lama mati. Ditelan
bencana tanah ini. Sesampainya di laut, ku kabarkan semuanya. Kepada karang,
kepada ombak, kepada matahari. Tetapi semua diam, tetapi semua bisu. Tinggalah
ku sendiri terpaku menanatap langit. Barangkali disana ada jawabnya. Mengapa di
tanahku terjadi bencana. Mungkin tuhan mulai bosan. Melihat tingkah kita, yang
selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat
dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang”.
Penggalan bait syair lagu di atas adalah gambaran
kondisi negeri ini yang sedang sakit. Inna lillahi wa innaa ilaihi raji’uun,
kalimat inilah yang paling tepat untuk diucapkan umat Islam Indonesia
akhir-akhir ini. Karena bangsa Indonesia pada umumnya sedang mendapat teguran /
peringatan dari Allah SWT. dengan datangnya musibah silih berganti. Mulai dari
musibah Tsunami di penghujung tahun 2004 yang memakan korban ratusan ribu jiwa
masyarakat Aceh meninggal dunia, disusul lagi tsunami di Nias Sumatra Utara,
sampai dengan gempa di Yogyakarta, Jawa Tengah, Pengandaran, lalu di Bengkulu
terjadi gempa berkekuatan 7,9 skala Richer disusul serangkaian gempa susulan
sejumlah daerah di Indonesia dan sempat dinyatakan berpotensi tsunami pada hari
Rabu 12 September 2007 sekitar pukul 18.10 WIB. Gempa Bengkulu berkekuatan 7,9
skala Richter membuat kerusakan berat di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, disusul lagi bencana Situ Gintung Tanggerang, disusul
lagi Gempa bumi berkekuatan 7,3 skala richter pada hari Rabu 2 September 2009
sekitar pukul 14.55 WIB. di Tasikmalaya yang memakan korban diberbagai daerah
di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Ratusan rumah, sekolah, dan tempat ibadah rusak
berat dan puluhan jiwa tewas dalam musibah ini. Belum juga selesai mengatasi
persoalan gempa di Tasikmalaya, dengan tidak disangka-sangka, pada hari yang
sama pula, 30 September 2009 gempa berkekuatan 7,6 skala richter mengguncang
Kota Padang Pariaman Sumatra Barat dan sekitarnya. Disusul lagi pada awal tahun 2013 telah terjadi Gempa di wilayah Banten dan banjir
bandang di beberapa daerah di Indonesia seperti wilayah Sulawesi, Jawa Timur,
Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Dan mengawali
musim hujan pada akkhir tahun 2017 ini telah terjadi meletus Gunung Agung Bali,
banjir bandang di Lombok Timur dan beberapa daerah di luar jawa, puting beliung
di Sidoarjo Jawa Timur dan lain sebagainya.
Kalimat Thoyibah tersebut diucapkan sebagai bentuk
kesadaran makhluk kepada Sang Kholik, bahwa semua makhluk di dunia ini adalah
milik Allah dan suatu saat akan kembali kepada Allah SWT. Dengan demikian
apabila bacaan tersebut diucapkan ketika terjadi musibah, maka berarti kita
sedang diingatkan agar segera kembali kepada Allah, karena mungkin selama ini,
kita sebagai makhluk telah jauh menyimpang dari rambu-rambu yang telah
digariskan Allah SWT.
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Setiap kali muncul/terjadi suatu bencana, sering
orang bertanya-tanya, ada apa dengan bencana? Setiap orang beragam dalam
menjawab pertanyaan seperti ini. Ada yang menjawab, terjadi karena pergeseran
lempengan-lempengan yang ada di dasar laut, sehingga berpotensi menimbulkan
gempa tektonik dan tsunami. Ada lagi yang menjawab, mungkin karena alam sudah
tidak bersahabat dengan kita seperti dalam penggalan bait syair lagu di atas. Bahkan
ada yang lebih radikal lagi jawabannya, karena alam sudah terlalu sering disakiti, dirusak,
dizholimi (dieksploitasi) oleh manusia, maka alam marah yang membabi buta. Dan
kalau alam itu sudah marah dan murka maka dampaknya adalah kepada manusia itu
sendiri.
Semua jawaban tersebut apabila disimpulkan, karena umat manusia sudah tidak lagi memelihara dan
menjaga akhlak yang baik terhadap alam dan lingkungan hidup yang ada di
sekitarnya. Sudah bosan rasanya telinga kita mendengar berita-berita yang
menggambarkan tentang prilaku manusia yang berbuat tidak adil terhadap alam dan
lingkungan. Padahal dampak dari perbuatannya itu akan kembali lagi kepada
manusia itu sendiri. Sebut saja misalnya penebangan liar (penggundulan) hutan
tanpa memperhatikan undang-undang yang berlaku, mengakibatkan banjir bandang
dan longsor. Membakar hutan secara ilegal, untuk kepentingan oknum para
pengusaha Kelapa Sawit, mengakibatkan asap tebal dimana-mana bahkan sampai ke
negara tetangga. Dan pengeboran minyak tanpa memperhatikan peraturan yang
berlaku, berdampak luapan lumpur yang tidak terkendali seperti di Sidoarjo dan
lain-lain. Kenapa manusia tega berbuat demikian? Allah SWT. berfirman dalam
Al-Qur’an:
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ
الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
”Telah dihiasi pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
benda yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia ” ( QS. Ali Imran:14).
Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap
manusia diberi potensi hawa nafsu untuk mendapatkan rasa cinta kepada wanita
cantik, ingin memiliki harta benda yang banyak seperti emas, perak, kuda
pilihan (kendaraan mewah), binatang ternak dan sawah ladang. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan semuanya itu, walaupun dengan
berbagai cara, tidak peduli apakah cara yang digunakan itu merusak alam dan
lingkungan atau tidak, yang penting bagi dirinya bahwa tujuan itu tercapai.
Maka dari sinilah awal mula proses terjadinya kerusakan alam yang mengakibatkan
bencana yang sangat dahsyat di negeri ini.
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Islam memandang bahwa segala musibah yang
terjadi di alam ini akibat perbuatan manusia itu sendiri. Seperti dalam firman
Allah SWT.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ
أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS.Ar Ruum:41). Dalam ayat ini menjelaskan bahwa musibah yang
terjadi baik di daratan maupun di lautan akibat ulah manusia yang mengumbar
hawa nafsunya untuk kepentingan dirinya. Dan musibah sengaja Allah SWT.
timpakan kepada manusia agar manusia kembali ke jalan Tuhannya yakni jalan yang
benar.
KH. Effendi Zarkasyi berpendapat; paling
tidak ada empat kesalahan yang dilakukan manusia, sehingga Allah SWT. menurunkan
musibah di negeri ini yaitu:
Pertama; umat sekarang cenderung sombong dan angkuh. Manusia dengan
segala kemampuannya merasa diri paling kuat dan paling pinter, sehingga dengan
kekuatan dan kepintarannya itu mereka bertindak atas kehendak mereka sendiri. Mereka
menganggap bahwa potensi dan segala kemampuannya itu adalah murni hak dan
miliknya, mereka bebas menggunakan seenak udelnya, sehingga menjadi
budak nafsu mereka sendiri. Kesombongan dan keangkuhan manusia sekarang ini
sudah seperti Fir’aun. Kedua; mereka telah berlaku zholim.
Perbuatan zholim adalah akibat dari kesombongan dan keangkuhan. Akibat dari
sikap seperti itu melahirkan kesewenang-wenangan, khianat, tidak adil, tidak
jujur, curang, korup, menindas dan lain-lain. Ketiga; mereka menghindari
nikmat Allah SWT (kufur nikmat). Manusai jika dikarunia harta kekayaan
melimpah ruah oleh Allah, biasanya mereka semakin lupa diri dan kufur nikmat.
Puncak kealpaan meraka ialah meraka menganggap bahwa harta dan seluruh
kekayaannya itu sepenuhnya dari hasil keringat dan kemampuan ilmunya sendiri.
Akibat dari kekufurannya ini, mereka tidak mau menginfakkan sebagian harta
mereka kepada para mustahiknya. Keempat; mereka telah merendahkan
martabat kaum wanita. Kaum wanita dijadikan penghibur di kantor-kantor, di
Bank-bank, di pasar dan lain-lain. mereka diperintahkan memamerkan aurat mereka
untuk dijadikan alat bisnis. Akibatnya timbul perselingkuhan, perzinahan,
pemerkosaan dan pembunuhan.
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Demikian khutbah singkat ini yang bisa khatib sampaikan
pada awal musim hujan tahun ini, semoga menjadi renungan kita semua agar segera
kembali kepada jalan Allah SWT supaya tidak terjadi bencana dan musibah yang
menimpa kita semua. Amin ya rabbal’alamin.
باَرَكَ
اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ
والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ
الرَّاحِمِيْنَ
Khutbah kedua diserahkan kepada Khatib
masing-masing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar