PESAN SPIRITUAL BULAN SHAFAR
Oleh : Mursana, M.Ag
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. فَصَلَوَاتُ اللهِ
وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ؛ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ
فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْن
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Marilah bersyukur
kepada Allah SWT pada hari jum’at terakhir bulan muharram ini kita masih tetap
bisa memenuhi undanganNya untuk melaksanakan ibadah ritual mingguan yakni
Shalat Jum’at. Mudah-mudahan setiap langkah kita untuk menuju masjid kebanggaan
kita ini dicatat kebaikan oleh Allah SWT untuk bekal pada hari kiamat nanti.
Amin.
Shalawat dan
Salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada junjungan alam semesta jagat raya
yakni sayyidina wa maulana Muhammad SAW beserta keluargaNya, para sahabatNya,
dan para pengikutNya termasuk kita semua sampai akhir zaman. Amin ya rabbal
‘alamin
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Mulai nanti malam kita akan memasuki bulan Shafar.
Dalam penanggalan
tahun hijriyah, shafar merupakan bulan kedua setelah
muharram. Menurut Kamus Arab-Indonesia Mahmud Yunus shafar-ashfar
berarti kosong atau angka nol. Jadi shafar adalah bulan untuk mengosongkan
segala kotoran atau membersihkan jiwa dan raga dari berbagai amalan yang
cenderung mengandung unsur noda dan dosa. Pada bulan ini sebagian masyarakat
Cirebon masih mempercayai bahwa shafar adalah bulan musim kawin hewan (hingga
sering terdengar ungkapan bahwa safar; bulan kawin anjing). Menurut penuturan beberapa
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di Kabupaten Cirebon, hampir setiap bulan shafar sepi dari acara
pernikahan. Disamping itu juga bulan shafar dikenal dengan bulan yang sering
terjadi malapetaka atau bala’ terlebih lagi pada hari rabu terakhir di bulan
ini atau orang Cirebon mengenal dengan istilah “Rebo Wekasan”. Di
beberapa wilayah, sebagian masyarakat tidak melakukan pekerjaan yang berat atau
bepergian pada hari rebo wekasan. Mereka berkeyakinan, apabila melakukan hal-hal tersebut, maka dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Padahal
sampai saat ini masih belum ada literature yang valid dan dapat dipercaya dari
mana asal-usul keyakinan tersebut.
Padahal dalan ajaran Islam, kita maklum bahwa semua hari adalah baik; tapi ada hari yang terbaik yaitu
hari Jum’at. Semua malam
adalah baik; tapi ada malam yang terbaik yaitu lailatul qadr. Semua
bulan adalah baik; tapi ada bulan yang terbaik yaitu bulan Ramadhan. Dari sinilah bisa difahami bahwa semua waktu adalah
baik, kecuali apabila waktu itu tidak dipergunakan dengan baik untuk beriman,
beramal shalih, dan menasehati tentang kebenaran dan kesabaran. Sebagaimana
Allah SWT. berfirman:
وَالْعَصْرِ
(1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menta'ati kebenaran
dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”(Qs.al’Ashr:1-3)
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Paling tidak ada tiga tradisi yang biasa dilakukan oleh sebagian
masyarakat Cirebon setiap bulan shafar, yaitu: “Ngapem, Ngirab dan Rebo
Wekasan”. Ketiga macam kegiatan tersebut selanjutnya disebut shafaran.
Pertama, upacara ngapem. Menurut beberapa sumber dari orang tua jaman
dulu (para sepuh) bahwa Ngapem berasal dari kata Apem yaitu membuat kue adonan
yang terbuat dari tepung beras yang di fermentasi. Apem dimakan disertai dengan
pemanis (Kinca) yang terbuat dari gula jawa dan santan. Mayoritas masyarakat
Cirebon masih melakukan tradisi ngapem ini dengan membagi-bagikannya kepada
tetangga yang bertujuan untuk mengungkapan rasa syukur kepada Sang
Pencipta/alkhaliq (Selametan berbentuk shadaqah apem) di bulan shapar supaya terhindar dari berbagai musibah dan malapetaka. Sebab nabi
Muhammad SAW. pernah bersabda bahwa:
الصَّدَقَةُ
تَدْفَعُ الْبَلَاء
”Shadaqah
adalah dapat menolak bala’ (musibah)”.
Dari tradisi ngapem tersebut paling tidak
ada dua pesan spiritual yang patut diambil hikmahnya, yaitu: 1)
tradisi ngapem sebagai symbol bahwa masyarakat Cirebon harus senantiasa
memperhatikan nasib kaum fakir miskin, anak yatim, dan kaum dhu’afa lainnya.
Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW., 2) tradisi ngapem
melambangkan tentang pentingnya shilaturrahim antar tetangga dan kerabat dekat
karena di bulan ini penuh dengan musibah. Mudah-mudahan dengan tradisi ngapem
(tawassul dengan shodaqah apem) ini masyarakat Cirebon terhindar dari berbagai
musibah dan malapetaka.
Hadhirin Kaum Muslimin Rahimakumullah
Kedua, upacara ngirab. Secara bahasa ngirab berarti
menggerakkan sesuatu untuk membersihkan berbagai kotoran. Dalam catatan
Carubannagari; pada bulan shafar ini konon di yakini oleh Sunan kalijaga, untuk
mencegah kemungkinan datangnya Rebo Wekasan, beliau mandi di Sungai Drajat pada saat berguru pada Sunan Gunung Djati
untuk membersihkan diri dari bala’ pada hari Rebo Wekasan. Hal ini akhirnya di
ikuti oleh masyarakat pada saat itu dan dijadikan adat oleh masyarakat Cirebon.
Hingga kini masyarakat Cirebon pada hari Rebo Wekasan mengunjungi petilasan
Sunan Kalijaga. Dengan menggunakan perahu mereka menuju kalijaga dan melakukan
mandi di tempat yang di yakini dulu oleh Sunan kalijaga. Selanjutnya tradisi
ini disebut “Ngirab” artinya menggerakan sesuatu untuk membuang yang
kotor.
Pelajaran yang bisa diambil dari tradisi
ini, ngirab merupakan symbol pertaubatan. bahwa untuk menjauhkan diri dari
datangnya berbagai musibah, masyarakat Cirebon harus melakukan ngirab,
pembersihan diri dari berbagai kotoran, noda, dan dosa atau hal-hal yang
mengarah kepada kemaksiatan/munkarat dengan memperbanyak taubat dan minta ampun
kepada Allah (istighfar).
Hadhirin Kaum Muslimin Rahimakumullah
Ketiga, upacara Rebo Wekasan. Rebo
Wekasan berasal dari bahasa Jawa yang mengandung arti hari rabu terakhir pada bulan shafar. Dalam
beberapa sumber kitab klasik (Mizanul Kubra, Nihayatuz Zain) disebutkan bahwa
sebagian al’arifin (ahli ma’rifat) berpendapat, sesungguhnya di dalam setiap
tahun diturunkan 320.000 bala’. Semuanya itu terjadi pada hari rabu terakhir
(rebo wekasan) bulan shafar. Maka barangsiapa yang mendirikan shalat pada hari
itu 4 raka’at dengan membaca Surat al-Kautsar 17 kali setelah Surat Al-Fatihah
di rokaat pertama, Surat Al-Ikhlas sebanyak 5 kali di rokaat ke dua, Surat
Al-Falaq di rokaat ke tiga dan Surat An-nas di baca satu kali di rokaat yang ke
empat dan di akhiri dengan membaca do’a setelah salam:
بسم الله الرحمن الرحيم اللهم
يا شديد القوى و يا شديد المحا ل
maka Allah akan menjaganya dari semua bala’ atau malapetaka dengan
keutamaan dan kemulyaanNya.
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Hikmah yang bisa dipetik dari tradisi yang ketiga
ini adalah apabila akan terjadi suatu bencana atau musibah maka dianjurkan agar
setiap insan lebih mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub) kepada Sang
Penguasa Alam Semesta dengan cara melaksanakan ibadah shalat, dzikir, dan do’a.
karena setiap makhluk berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah jua, Wainnaa
ilaihi raaji’uun.
Disamping ketiga tradisi tersebut, ada tradisi
tawurji yang dilakukan oleh anak-anak usia sekolah dasar dengan
berselendangkan sarung dan berpeci, mendatangi orang-orang yang ada di
toko-toko atau perumahan-perumahan untuk meminta infaq dengan mengucapkan: “Wur tawur Ji- tawur-selamet dawa umur” (pak
haji-bu haji, beri aku infaq, semoga panjang umur) yang disenandungkan secara
berulang-ulang. Masyarakat Cirebon menyebutnya dengan tradisi tawurji.
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Demikian beberapa pesan spiritual yang bisa diambil dari tradisi
shaparan yang sarat dengan beberapa symbol. Semoga masyarakat Cirebon
senantiasa melestarikan budaya yang
baik ini sepanjang masa. Amiin ya rabbal ‘alamin
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ
الرَّحِيْم
Khutbah kedua diserahkan kepada khatib
masing-masing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar