IBADAH HAJI BUKAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR HAJI
Oleh: Mursana, M.Ag
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ
تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ؛ يَا أَيُّهَا
النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Bersyukur kepada Allah SWT hari ini alhamdulillah
kita masih bisa memenuhi undanganNya untuk melaksanakan Shalat Jum’at.
Mudah-mudahan setiap langkah kita untuk menuju masjid kebanggaan kita ini
dicatat kebaikan oleh Allah SWT untuk bekal pada hari kiamat nanti. Amin.
Shalawat dan Salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada junjungan alam
semesta jagat raya yakni sayyidina wa maulana Muhammad SAW beserta keluargaNya,
para sahabatNya, dan para pengikutNya termasuk kita semua sampai akhir zaman.
Amin ya rabbal’alamin.
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an :
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ
إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam. (Qs. Ali Imran
: 97)
Dalam Ayat lain Allah SWT berfirman :
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
Dan
sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah Karena Allah (Qs. Al Baqarah : 196)
Menurut ulama
tafsir menjelaskan bahwa kedua ayat tersebut menjadi dalil tentang perintah
melaksanakan ibadah haji bagi orang Islam yang sudah memenuhi syarat dan rukun
tertentu. Dalam kedua ayat tersebut kata lillah diletakan di awal dan di
akhir ayat. Ini berarti bahwa orang yang melaksanakan ibadah haji harus
senantiasa memegang niat ikhlas yang kokoh baik ketika sebelum berangkat maupun
setelah berangkat haji.
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Pada hari ini Jumat tanggal 28 Juli 2017,
Pemerintah akan memberangkatkan jamaah haji gelombang pertama. pertanda bahwa
musim haji segera tiba. Syukuran hajipun digelar dimana-mana dengan
beranekaragam acara. Ada yang menggunakan istilah “Walimatus Safar, Haflah
Muwada’ah haji dan umrah, Syukuran Haji dan lain sebagainya. Intinya acara
tersebut mengandung dua tujuan yaitu memohon maaf kepada masyarakat sekitar dan
memohon doa dari masyarakat. Tradisi seperti itu sah-sah saja selagi calon tamu
Allah ini mampu, tidak bermaksud riya-sum’ah, dan acaranya tidak bertentangan
dengan syari’at Islam.
Hadhirin Jama’ah Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Berbicara tentang niat atau keikhlasan dalam beribadah adalah sesuatu yang
gampang. Tapi dalam prakteknya amatlah susah dan sangat berat untuk dilaksanakan.
Terlebih dalam menunaikan ibadah haji. Karenanya syaitan senantiasa menggoda
dan memperdaya manusia dengan berbagai siasat dan tipu muslihatnya agar ibadah
yang dilaksanakannya itu tidak diterima Allah SWT.
Memang dalam melaksanakan ibadah haji, niat yang tulus dan ikhlas
semata-mata karena Allah adalah sesuatu yang sangat berat sekali. Tetapi itu
harus diperjuangkan supaya bisa ikhlas. Coba bayangkan; dari mulai ditetapkan
porsi keberangkatan saja sudah senangnya luar biasa sehingga terasa gatel lidahnya
apabila berita gembira ini tidak diceritakan kepada keluarga, temaan, tetangga.
Akhirnya orang sekampung tahu semua, bahkan bisa jadi se-kabupaten tahu semua
karena sekarang ada WA-Facebook sebagai media sosialisasi bahwa dia akan
berangkat untuk menunaikan ibadah haji tahun sekian misalnya. Padahal waktu
keberangkatan itu masih sangat lama. Belum lagi ketika sudah ada Bimbingan
Manasik Kolosal tingkat kabupaten, acara syukuran haji, acara keberangkatan
haji dari rumah ke KBIH, ke Asrama Haji Watubelah, sampai pemberangkatan jamaah
haji ke Asrama Haji Bekasi dan Bandara Soekarno-Hata, iring-iringannya
senantiasa membuat jalan semakin rame bahkan sampai macet sehingga mengganggu
lalu lintas di jalan raya. Sehingga orang-orang bertanya ada apa ini? Jawabnya
ada jamaah haji. Akhirnya semua orang tahu bahwa dia akan menunaikan ibadah
haji. Ketika semua orang tahu inilah, keikhlasan niat dari seseorang yang akan
menunaikan ibadah haji benar-benar akan diuji oleh Allah SWT. Apakah dia bisa
ikhlas atau tidak?
Hadhirin Jama’ah Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Tidak berhenti sampai disitu ujian keikhlasan ini berlangsung, ketika
sampai di tanah sucipun akan diuji oleh Allah SWT. Bahkan setelah selesai
menunaikan ibadah haji dan bisa kembali ke tanah air, ternyata ujian keikhlasan
dari Allah masih juga belum berakhir. Orang-orang yang ada disekitarnya
memanggil dia dengan gelar baru yakni pak Haji dan bu Hajjah.
Dengan panggilan pak Haji dan bu Hajjah itu, apakah dia menjadi semakin
senang atau tidak? Lalu ketika ada orang yang memanggil dia hanya dengan
sebutan namanya saja, apakah dia marah atau tidak? Sebab ada banyak kasus
tentang masalah panggilan kepada orang yang sudah haji. Ketika ada orang
memanggil hanya dengan sebutan namanya saja, dia marah luar biasa. “Tidak tahu
ya kalau haji itu mahal, haji itu susah, haji itu pengorbanan” dan lain
sebagainya. Itulah beberapa contoh tentang ujian keikhlasan niat bagi orang
yang menunaikan ibadah haji.
Untuk itulah
khatib mengingatkan, Jangan coba-coba hilangkan pahala hajimu hanya dengan
sekedar ingin diberi atau menambahkan gelar “Haji atau Hajjah” di depan namamu,
jika takut tidak kuat akan perbuatan ria. Karena ria dalam syari’at Islam adalah termasuk syirik khafiy.
jika takut tidak kuat akan perbuatan ria. Karena ria dalam syari’at Islam adalah termasuk syirik khafiy.
Hadhirin Jama’ah Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Tradisi di
Indonesia biasanya orang yang sudah pernah melakukan ibadah haji, setelah
pulang ke kampung halamannya langsung mendapatkan gelar “Haji atau Hajjah” di
depan namanya. Hal itu sah-sah saja sepanjang dia tidak terbuai dengan gelar
panggilan tersebut untuk tidak terjerumus kepada perbuatan ria. Para shahabat
nabi SAW.yang berjumlah 120.000, mereka juga telah menunaikan ibadah haji,
tetapi tidak seorang pun dari mereka yang digelari dengan sebutan “Pak Haji
atau Bu Haji”
Penting bagi
kita untuk mengetahui bahwa pada dasarnya amalan yang diharapkan olehnya pahala
di sisi Allah atau amalan yang dilakukan seseorang untuk mendekatkan diri
kepada Allah, itu harus disembunyikan. Tidak mengandung harapan untuk dipuji atau disanjung dan yang
semisalnya, agar mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. Karena setiap amalan yang diterima di sisi Allah, selain harus sesuai dengan tuntunan Nabi SAW., juga harus ikhlas karena Allah. Dan diantara upaya seseorang untuk menjaga keikhlasan adalah
tidak mengungkit-ungkitnya dan tidak menginginkan sanjungan dari orang lain, selain dari SWT. Maka seseorang
yang pergi haji dengan maksud ingin dipanggil “Haji atau Hajjah,” yang jelas
dan telah dimaklumi bahwa panggilan “Haji dan Hajjah” di sini mengandung
pujian. Apalagi kalau sampai dia sudah
pergi haji dan tidak mau dipanggil kecuali dengan sebutan “Pak Haji atau Bu Hajjah.” Dikhawatirkan gugur amalannya, tidak berpahala di sisi Allah SWT.
Ditambah
lagi dalam sejarah Islam, tidak seorang pun dari shahabat Nabi SAW, ataupun
tabi’in (murid shahabat), tabi’ut tabi’in (murid dari murid shahabat) dan
ulama-ulama salaf (yang menggunakan gelar tersebut). Kita tidak pernah
mendengar Haji Abu Bakar Ash Shiddiq, Haji ‘Umar bin Khaththab, Haji ‘Ali bin
Abi Thalib, Haji ‘Utsman bin ‘Affan, dan juga tidak pernah mendengar Haji Imam
Hanafi, Haji Imam Maliki, Haji Imam Syafi’i, Haji Imam Ahmad, Haji Sunan Gunung
Jati, dan lain sebagainya. Karena gelar ini bertentangan dengan keikhlasan
kepada Allah SWT.
Hadhirin Jama’ah
Shalat Jum’ah Rahimakumullah
Haji merupakan
latihan bagi manusia untuk kesalehan sosial, seperti meredam kesombongan,
kediktatoran, gila hormat, dan keinginan menindas sesamanya. Sebab, ketika
berhaji seseorang harus mencopot pakaian kebesarannya, pakaian sehari-hari yang
menciptakan ke'aku'an berdasarkan ras, suku, warna kulit, pangkat, dan
lain-lainnya. Semua itu
harus ditanggalkan dan diganti dengan pakaian ihram yang sederhana, tidak
membedakan antara kaya dan miskin, penguasa, ningrat, rakyat, atau status
sosial lainnya. Egoisme ke'aku'an dilebur dalam ke'kita'an, kebersamaan dalam
suasana persaudaraan sesama muslim.
Dari
penjelasan terswebut, kiranya
bisa dipahami bahwa nilai inti haji bukan untuk memperoleh
gelar "H" bagi pak haji atau "Hj"
bagi bu hajjah di muka nama seseorang. Dan bukan pula
karena yang bersangkutan resmi menjadi anggota IPHI, melainkan ada pada
keikhlasan dan ketulusan dalam menunaikan ibadah tersebut serta adanya
aktualisasi nilai-nilai ibadah itu yang membekaskan kesalehan dalam kehidupan
sehari-hari. Semoga kita semua dimudahkan Allah SWT menjadi haji yang mabrur,
yang hajinya kelak membekas dalam kehidupan sehari-hari menurut standarisasi Al
Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, Aamiin.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ
وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
Khutbah
kedua diserahkan kepada khatib masing-masing