ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Cari Blog Ini
Selasa, 20 November 2018
PEMBINAAN ROHIS DI LP KHUSUS NARKOTIKA CIREBON
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Minggu, 18 November 2018
PENYULUHAN AGAMA ISLAM KEPADA SISWI BPS WTS
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Kamis, 15 November 2018
ARTIKEL "HIDUP QONA’AH DI MASA KRISIS"
HIDUP QONA’AH DI MASA KRISIS
Oleh: Mursana, M.Ag*
Sebagaimana kita
maklumi bersama bahwa Industri Rotan adalah termasuk
komoditas export andalan di Kabupaten Cirebon. Namun sudah menjadi kebiasaan setiap menjelang akhir tahun, Industri Rotan yang ada di Kabupaten Cirebon mengalami kesepian. Hal ini disebabkan karena
beberapa faktor, diantaranya adalah; Negara yang menjadi tujuan Export sedang
musim dingin/salju, musim liburan, dan ada pula negara yang menjadi tujuan
export tersebut menolak, seperti negara China .
Apapun alasannya, yang jelas apabila
Industri Rotan tersebut sepi, maka dampaknya adalah pengangguran. Ribuan
karyawan Rotan tidak menentu nasibnya. Ada yang beralih profesi menjadi tukang
becak, menjadi penjual es buah, menjadi kuli bangunan, bahkan ada pula yang
menjadi pengangguran total.
Bisa dibayangkan apabila ribuan masyarakat Cirebon menganggur, terutama yang
tinggal di Kecamatan Weru, Plered, Tengah Tani, Kedawung, Plumbon, Klangenan,
Palimanan, Ciwaringin, dan Arjawinangun, maka akan berdampak kerawanan
sosial seperti maraknya perjudian, pelacuran, pencurian dan kejahatan lainnya.
Apapun bisa terjadi pada masyarakat kita pada saat perut sedang
kosong, kebutuhan hidup semakin meningkat sedangkan uang tidak ada, kecuali
apabila masyarakat kita mau menerapkan konsep hidup qona’ah, seperti yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Qona’ah
merupakan akhlak mahmudah yakni merasa diri kecukupan terhadap rizki yang
Allah berikan, berapapun (besar-kecil)nya selalu cukup karena disyukuri. Orang
yang memiliki sifat Qona’ah adalah orang yang kaya sesungguhnya, walaupun dia
kelihatan miskin. Sebaliknya orang yang tidak memiliki sifat qona’ah adalah
orang yang miskin sesungguhnya, walaupun dia kelihatan kaya. Banyak sekali
hadits Nabi Saw yang memerintahkan agar kita mempunyai sifat Qona’ah seperti yang tercantum dalam Kitab Riyadhusshalihin, diantaranya adalah Beliau bersabda:“Qona’ah itu perbendaharaan (kekayaan) yang tidak akan lenyap”. “Kekayaan itu bukanlah karena banyaknya
harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati (Qona’ah).” HR. Bukhori
dan Muslim. “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, rizkinya cukup, dan merasa cukup
dengan apa-apa yang diberikan Allah SWT.” (HR. Muslim)
Untuk menanamkan sifat qona’ah kepada
masyarakat memang tidak mudah, tidak seperti membalikkan telapak tangan. Paling
tidak harus dimulai dari para tokoh masyarakat dan para pemimpinnya. Apabila
para tokoh dan pemimpin masyarakat mampu memberi contoh hidup Qona’ah kepada
masyarakat, bukan hidup yang serba poya-poya, maka otomatis masyarakat juga
akan mengikutinya. Apalagi masyarakat Cirebon termasuk kategori masyarakat manut.
Dari zaman dulu sampai sekarang masyarakat Cirebon selalu manut apa kata
pemimpinnya atau orang yang ditokohkannya, selama pemimpin itu selalu mengantarkan
kepada segala sesuatu yang maslahat untuk masyarakat. Tetapi apabila mereka
coba-coba menghianatinya, jangan harap masyarakat akan manut.
Hidup secara Qona’ah inilah alternatif yang paling
tepat bagi masyarakat Cirebon terutama di saat Industri Rotan sedang sepi. Jika
kehidupan seperti ini tidak dimiliki, mereka akan terjebak ke dalam kehidupan
Hedonisme dan materialisme. Kehidupan Hedonisme dan materialisme akan menyeret
masyarakat ke dalam kehidupan yang rakus dan tamak, akibat tidak memiliki
kepuasan dan jarang mensyukuri nikmat-Nya. Bagi orang-orang dhu’afa ingin
menjadi kaya mendadak dan apabila sudah kaya ingin menjadi kaya lagi sampai menjadi
konglomerat. Bagi seorang staff ingin menjadi pejabat, bila sudah menjadi pejabat ingin lebih tinggi lagi
jabatannya. Begitulah nafsu dan ambisi manusia dalam berupaya memperoleh nikmat
dunia, sehingga Allah memperingatkan dalam Q.S. Attakatsur ayat 1-3 yaitu: “Bermegah-megahan telah
melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali
tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu).
Hawa nafsu adalah anugerah yang terbesar dari
Allah dan potensi bagi setiap manusia. Namun banyak manusia yang terjebak oleh
nafsu itu sendiri, karena ia tidak bisa mengendalikannya. Imam Al-Ghozali
mengatakan; Bahwa potensi nafsu yang dimiliki manusia itu ibarat orang yang
minum air laut/asin di saat kehausan, makin banyak diminum semakin haus. Sementara
Imam al-Busyairy dalam kitab Burdahnya mengatakan
bahwa potensi nafsu pada diri manusia itu ibarat seorang bayi yang sedang
menyusu kepada Ibunya. Ia
tidak akan melepaskan penyusuan, selama Ibunya tidak mau melepaskan. Itulah
potensi nafsu pada diri manusia yang akan terus menggerogoti manusia, selama ia
tidak menghentikannya dengan Iman. Dengan kata lain orang yang tidak mempunyai
keinginan untuk menghentikan hawa nafsunya, hidupnya akan selalu diliputi
kegelisahan dan ketidaktenangan. Maka Islam datang sebagai agama rahmatal
lil’alamin memberikan konsep hidup secara qona’ah untuk mencapai tujuan
hidup bahagia di dunia dan akherat. Kehidupan secara qona’ah akan senantiasa siap menghadapi kehidupan seperti apapun. Jangankan situasi dan kondisi
yang lapang, kehidupan yang sempitpun siap menghadapinya.
Demikian tulisan sederhana ini semoga bisa menjadi
inspirasi hidup untuk memperoleh kesejahteraan di dunia dan akhirat kelak. Amin
ya rabbal ‘alamin.
*Penyuluh Agama Islam Kab.Cirebon
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
ARTIKEL "MEWASPADAI GERAKAN TERORIS BERKEDOK AGAMA"
MEWASPADAI GERAKAN TERORIS BERKEDOK AGAMA
Oleh: Mursana, M.Ag*
Masih teringat dalam benak kita suatu peristiwa
penusukan dua orang anggota Brimob pada tanggal 30 Juni 2017 lalu, tepatnya
setelah 4 hari umat Islam merayakan hari kemenangan Idul Fitri 1438 H.
Kronologis kejadiannya adalah ketika kurang lebih duapuluh orang jamaah Masjid
Faletehan kurang lebih 200 meter dari Mabes Polri telah selesai melaksanakan
shalat Isya, tiba-tiba seorang jamaah mendekati dua orang jamaah yang notabene anggota Brimob, lalu menusukan
sebilah pisau sangkur kepada wajah dan leher dua orang jamaah tersebut sambil
mengumandangkan Takbir berkali-kali dan mengucapkan kata-kata “Kafir”. Kemudian
kedua korban beteriak “Teroris”. Lalu pelaku kabur dan dikejar anggota Brimob
yang lain, dan akhirnya pelaku ditembak mati oleh anggota Brimob di Tempat
Kejadian Perkara (TKP) tidak jauh dari Mabes Polri. Peristiwa ini mengingatkan
kepada kita tentang kasus Bom bunuh diri di Masjid Adz Dzikra Mapolresta
Cirebon pada saat shalat jum’at tanggal 15 April 2011 lalu yang menewaskan
pelakunya dan puluhan jamaah jum’at menjadi korban luka berat dan ringan.
Pertanyaan yang sering muncul dalam hati kita
sebagai orang awam adalah; apakah Islam mengajarkan umatnya untuk melakukan
teror kepada sesama? Apakah Islam membolehkan melakukan teror untuk mencapai
suatu tujuan tertentu? Apakah Islam mengajarkan untuk mengklaim atau mengecap
“Kafir” kepada muslim lainnya, apabila berbeda pandangan/prinsip tentang
pemahaman keagamaan yang bersifat furu’? Jawaban dari beberepa pertanyaan
tersebut adalah dengan tegas “Tidak sama sekali”. Islam tidak pernah
mengajarkan semuanya itu. Karena Islam adalah agama rahmat bagi semesta alam. Sesuai dengan namanya Islam berasal dari kata “aslama-yuslimu-islaaman” yang berarti tunduk,
patuh, pasrah, menyerahkan jiwa dan raga kepada Allah. Juga bisa
berarti damai, selamat, dan sejahtera. Jadi Islam berarti agama yang
mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa tunduk, patuh, dan pasrah terhadap ajaran ilahi yang di bawa oleh nabi
Muhammad SAW. demi terciptanya perdamaian, keselamatan, dan kesejahteraan hidup
di dunia dan akhirat. Dari pengertian kata Islam tersebut kiranya bisa dipahami bahwa Islam adalah agama yang
mengajarkan umatnya agar mengkampanyekan dan menggaungkan hidup damai kepada
seluruh makhluk yang ada di alam jagat raya ini agar memperoleh keselamatan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Berikut ini perlu penulis jaelaskan beberapa contoh ajaran Islam dan peristiwa pada zaman nabi
Muhammad SAW. yang menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan
perdamaian dan rahmat bagi seluruh Alam. Misalnya dalam Kitab
Riyadhus Shalihin halaman 387, nabi Muhammad SAW. pernah bersabda: ”Wahai sekalian manusia : tebarkan
perdamaian (salam), berilah makanan
kepada kaum lemah, eratkan silaturrahim, dirikan shalat malam, kalian
bakal masuk sorga dengan kedamaian (salam). (HR.At Turmudzi). Tercatat juga dalam Kitab Al-adabun Nabawy halaman 23, nabi SAW.
Bersabda:”Barangsiapa yang tidak menyayangi, maka tidak akan disayang”. (HR.Muslim). Juga masih dalam kitab yang sama halaman 40,
nabi SAW. Bersabda:“Seorang wanita masuk neraka karena mengikat seekor
kucing tanpa memberinya makanan atau melepaskannya agar dapat mencari makan
dari serangga tanah." (HR. Bukhari). Dalam Kitab hadits Shahih Bukhari
juga tertera sebuah hadits dari Abu Hurairah ra. menerima
dari nabi SAW. bersabda "Sesungguhnya ada seorang wanita pendosa
yang melihat anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia
berkata, "Anjing ini hampir mati kehausan". Lalu dilepasnya sepatunya
lalu diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Maka diampuni wanita
itu karena memberi minum”. (HR
Bukhari)
ketika ada janazah orang yahudi lewat di depan nabi Muhammad SAW., Beliau
berdiri untuk menghormati sesama makhluk Allah SWT. Dalam
suatu peristiwa, setiap nabi
mau ke Masjid selalu diludai oleh seorang lelaki yahudi ketika beliau lewat di depan rumahnya. Suatu hari lelaki tersebut sakit, lalu Beliau
menengoknya, hingga ia masuk Islam.
Beberapa hadits dan peristiwa yang terjadi pada zaman nabi Muhammad
SAW. di atas menggambarkan tentang indahnya
syari’at Islam, bahwa Islam adalah agama kasih sayang (rahmat) bagi
seluruh alam, agama damai (salam), dan agama toleran (tasamuh wa taraahum) yang
senantiasa menghargai setiap perbedaan yang terjadi di alam ini.
Sebagai rekomendasi dari persoalan tersebut : Pertama:
mari bersama-sama membentengi diri dan keluarga agar berhati-hati kepada suatu
kelompok atau golongan tertentu yang yang mengajarkan doktrin-doktrin yang
berbeda dengan pandangan ulama-ulama pesantren kita yang sudah berjalan ratusan
tahun lalu. Kedua: belajarlah agama Islam kepada orang yang jelas
asal-usunya; dari mana dia belajar?
Siapa gurunya? Apa yang diajarkan?. Intinya adalah tidak boleh sembarangan
dalam memilih seorang guru agama. Sebab apabila salah pilih, maka akan tersesat
selamanya. Ketiga: apabila ada kelompok tertentu yang karakternya
berbeda dengan masyarakat setempat mengadakan sebuah halaqah ilmiyah atau
kegiatan kumpul-kumpul di masjid tanpa ijin pengurus DKM, sebaiknya ditolak
saja. Keempat: Fungsikan kembali tradisi “Tamu 1 X 24 jam wajib
lapor kepada RT/RW” seperti jaman dulu. Dan yang kelima: laporkan
kepada pihak yang berwenang apabila ada hal-hal yang berpotensi mengganggu
ketentraman, keamanan dan ketertiban lingkungan warga. Tidak dibolehkan main
hakim sendiri. Karena itu akan melanggar hukum dan perundang-undangan yang
berlaku.
Demikian semoga dengan melakukan langkah-langkah
tersebut daerah kita senantiasa aman dari gerakan atau aliran yang dapat memecah
belah persatuan dan kesatuan umat dari bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Amin
*Penyuluh Agama Islam Kab. Cirebon
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
ARTIKEL "BERHAJI BUKAN UNTUK MENCARI GELAR HAJI"
BERHAJI BUKAN UNTUK MENCARI GELAR HAJI
Oleh: Mursana, M.Ag*
Allah SWT
berfirman dalam Al Qur’an :Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah
Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Qs. Ali Imran :
97) Dalam Ayat lain Allah SWT berfirman : Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah Karena Allah (Qs. Al Baqarah : 196)
Menurut ulama tafsir menjelaskan bahwa kedua ayat tersebut menjadi dalil
tentang perintah melaksanakan ibadah haji bagi orang Islam yang sudah memenuhi
syarat dan rukun tertentu. Dalam kedua ayat tersebut kata lillah diletakan
di awal dan di akhir ayat. Ini berarti bahwa orang yang melaksanakan ibadah
haji harus senantiasa memegang niat ikhlas yang kokoh baik ketika sebelum
berangkat maupun setelah berangkat haji.
Pada tanggal 28
Juli 2017 lalu, Pemerintah telah memberangkatkan jamaah haji gelombang pertama.
Suatu pertanda bahwa musim haji segera tiba. Suara gemuruh talbiyah
berkumandang dimana-mana. Syukuran hajipun digelar dimana-mana dengan
beranekaragam acara. Ada yang menggunakan istilah “Walimatus Safar, Haflah
Muwada’ah haji dan umrah, Syukuran Haji dan lain sebagainya. Intinya acara
tersebut mengandung dua tujuan yaitu memohon maaf kepada masyarakat sekitar dan
memohon doa dari masyarakat. Tradisi seperti itu sah-sah saja selagi calon tamu
Allah ini mampu, tidak bermaksud riya-sum’ah, dan acaranya tidak bertentangan
dengan syari’at Islam.
Berbicara tentang niat atau keikhlasan dalam
beribadah adalah sesuatu yang gampang. Tapi dalam prakteknya amatlah susah dan
sangat berat untuk dilaksanakan. Terlebih dalam menunaikan ibadah haji.
Karenanya syaitan senantiasa menggoda dan memperdaya manusia dengan berbagai
siasat dan tipu muslihatnya agar ibadah yang dilaksanakannya itu tidak diterima
Allah SWT.
Memang dalam melaksanakan ibadah haji, niat yang
tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah adalah sesuatu yang sangat berat
sekali. Tetapi itu harus diperjuangkan supaya bisa ikhlas. Coba bayangkan; dari
mulai ditetapkan porsi keberangkatan saja sudah senangnya luar biasa sehingga
terasa gatel lidahnya apabila berita gembira ini tidak diceritakan kepada
keluarga, temaan, tetangga. Akhirnya orang sekampung tahu semua, bahkan bisa
jadi se-kabupaten tahu semua karena sekarang ada W.A atau Facebook sebagai
media sosialisasi bahwa dia akan berangkat untuk menunaikan ibadah haji tahun
sekian misalnya. Padahal waktu keberangkatan itu masih sangat lama. Belum lagi
ketika sudah ada Bimbingan Manasik Kolosal tingkat kabupaten, acara syukuran
haji, acara keberangkatan haji dari rumah ke KBIH, dari KBIH ke Asrama Haji,
sampai pemberangkatan jamaah haji ke Asrama Haji Bekasi dan Bandara
Soekarno-Hata, iring-iringannya senantiasa membuat jalan semakin rame bahkan
sampai macet sehingga mengganggu lalu lintas di jalan raya. Sehingga
orang-orang bertanya ada apa ini? Jawabnya; ada jamaah haji lewat. Akhirnya
semua orang tahu bahwa dia akan menunaikan ibadah haji. Ketika semua orang tahu
inilah, keikhlasan niat dari seseorang yang akan menunaikan ibadah haji
benar-benar akan diuji oleh Allah SWT. Apakah dia bisa ikhlas atau tidak? Tidak
berhenti sampai disitu ujian keikhlasan ini berlangsung, ketika sampai di tanah
sucipun akan diuji oleh Allah SWT. Bahkan setelah selesai menunaikan ibadah
haji dan bisa kembali ke tanah air, ternyata ujian keikhlasan dari Allah masih
juga belum berakhir. Orang-orang yang ada disekitarnya memanggil dia dengan
gelar baru yakni pak Haji dan bu Hajjah. Dengan panggilan pak Haji dan bu
Hajjah itu, apakah dia menjadi semakin senang atau tidak? Lalu ketika ada orang
yang memanggil dia hanya dengan sebutan namanya saja, apakah dia marah atau
tidak? Sebab ada banyak kasus tentang masalah panggilan kepada orang yang sudah
haji. Ketika ada orang memanggil hanya dengan sebutan namanya saja, dia marah
luar biasa. “Tidak tahu ya kalau haji itu mahal, haji itu susah, haji itu
pengorbanan” dan lain sebagainya. Itulah beberapa contoh tentang ujian
keikhlasan niat bagi orang yang menunaikan ibadah haji.
Untuk itulah sebagai sesama muslim mengingatkan, Jangan coba-coba
menghilangkan pahala haji kita hanya dengan sekedar ingin diberi atau
menambahkan gelar “Haji atau Hajjah” di depan nama kita, jika takut tidak kuat
akan perbuatan ria. Karena ria dalam syari’at Islam adalah termasuk syirik
khafiy.
Tradisi di Indonesia biasanya orang yang sudah pernah melakukan ibadah
haji, setelah pulang ke kampung halamannya langsung mendapatkan gelar “Haji
atau Hajjah” di depan namanya. Hal itu sah-sah saja sepanjang dia tidak terbuai
dengan gelar panggilan tersebut untuk tidak terjerumus kepada perbuatan ria. Dalam
sejarah perkembangan Islam, tidak seorang pun tercatat dari para shahabat Nabi
SAW, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan
ulama-ulama salaf yang menggunakan gelar tersebut. Kita tidak pernah mendengar
ada sebutan Haji Abu Bakar Ash Shiddiq, Haji ‘Umar bin Khaththab, Haji ‘Ali bin
Abi Thalib, Haji ‘Utsman bin ‘Affan, dan juga tidak pernah mendengar Haji Imam
Hanafi, Haji Imam Maliki, Haji Imam Syafi’i, Haji Imam Ahmad, Haji Sunan Gunung
Jati, dan lain sebagainya. Karena gelar ini dikhawatirkan bertentangan dengan
keikhlasan kepada Allah SWT.
Dari penjelasan tersebut, kiranya bisa dipahami bahwa nilai inti dari
pelaksanaan ibadah haji adalah bukan untuk mencari gelar haji atau hajjah. Atau
bukan supaya diakui sebagai anggota IPHI, melainkan ada pada keikhlasan dan
ketulusan dalam menunaikan ibadah tersebut serta adanya aktualisasi nilai-nilai
ibadah itu yang membekaskan kesalehan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga dengan
langkah tersebut haji kita menjadi mabrur. Aamiin.
*Penyuluh Agama Islam Kab. Cirebon
I
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
PENGAJIAN JUM'ATAN MUSLIMAT NU KELURAHAN KALIWADAS
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
PENGAJIAN KITAB TAQRIB MAHASISWA AAK-STIKES AN NASHER CIREBON
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
UPACARA MUDUN LEMAH
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
MTQ TK.JAWA BARAT DI SUKABUMI 2018
1. Sekretaris FKUB Kab.Cirebon Periode 2011-2016-2021
2. Pengurus Harian MUI Kabupaten Cirebon masa khidmat 2016-2021
Langganan:
Postingan (Atom)